Dari semua tangan yang pernah Safi genggam, sentuhan Tyler di telapak tangannya adalah yang paling hangat. Dinginnya hembusan AC mobil dan genggaman Tyler adalah perpaduan kontras yang begitu nyaman.
Ia begitu menikmati saat-saat ini. Berduaan di tengah kemacetan dengan orang yang ia sayangi merupakan quality time yang sangat berharga. Apalagi mereka berdua terkadang terlalu sibuk bahkan untuk sekedar bertukar pesan.
"Tadi papi ngomong apa aja sama kamu?" tanya Safi penasaran.
Tyler mengeratkan genggaman tangannya dan menampilkan senyuman manis. "Kita ngomong soal bisnis, golf, and wine. Nothing special. Anyway, I like the aku-kamu thing."
Lagi-lagi Safi dibuat salah tingkah oleh perkataannya. Ini semua salah Amary! Dia yang pertama menanamkan ide di otak Safi bahwa pasangan seharusnya memanggil satu sama lain dengan embel-embel aku-kamu, bukan lu-gue.
"Kamu suka golf, Saf?" Oh shit, Safi berusaha untuk tidak cringe begitu mendengar langsung sapaan aku-kamu yang dilontarkan Tyler.
"Enggak. Aku lebih suka panjat tebing. Golf emangnya olahraga apa? Cuma mukul-mukul bola doang," jawab Safi remeh.
Tyler hanya mengeluarkan tawa pelan mendengar perkataan Safi. "Kapan-kapan kita panjat tebing bareng ya."
"Emang kamu bisa?"
Manik coklat itu dengan cepat berubah sendu dan mengalihkan arah pandang sesaat ke wajah Safi. "It used to be my favorite activity."
Untuk sesaat, sangat sebentar, Safi melihat kilatan mata Tyler yang tidak ia kenal. Rasa insecure mengenai ketidaktahuannya terhadap pria itu perlahan kembali meresap masuk ke dalam hatinya. Siapa sebenarnya pria yang sedang menggengam tangannya ini? Ia berusaha untuk mencari tahu, namun tidak ada orang yang benar-benar mengenal Tyler sedalam itu. Pria itu tidak memiliki teman dekat, tidak pernah juga bercerita tentang dirinya sendiri. Haruskah ia bertanya kepada Alisandra setelah ini? Well, sebenarnya itu bukanlah ide yang buruk.
"Kamu melamun. What are you thinking?"
You. "Ya? Eh, enggak." Safi tersentak dan menatap Tyler kaget.
"Besok kamu sibuk gak? Kamu gak pernah ke rumah aku kan? Let's go to my house. I'll cook."
Safi membelalak tidak menyangka. "You can cook?"
"I can try." Tyler menjawab secara diplomatis.
Besok memang hari Minggu. Sebenarnya Safi tidak memiliki hal mendesak yang harus ia lakukan. Hanya saja instingnya mengatakan bahwa ia harus menemui Sandra sebelum beranjak lebih jauh dalam hubungan mereka. "I have something to do in the morning. Mungkin besok sore baru bisa jalan-jalan."
Pria itu tampak senang, terlihat dari ujung bibirnya yang bergerak naik. "Okay. I'll pick you up at 4."
--
Seperti rencananya, Safi sejak pagi sudah menunggu kemunculan Sandra di kawasan jogging lingkungan apartmentnya. Begitu Sandra menampilkan batang hidungnya, ia dengan cepat berlari di sebelah perempuan itu. Setelah selesai jogging, Sandra pun dengan ramahnya kemudian mengajak Safi ke apartmentnya.
"Jadi apa yang mau lu tanya sama gue?" selidiknya dengan tatapan mengintrogasi.
Bulu kuduk Safi berdiri. Apakah seluruh keluarga Candranata merupakan kaum pembaca pikiran orang lain, atau memang dirinya saja yang mudah terbaca?
"Tyler. Gue pengen tau tentang dia," jawabnya jujur. "He knows me so well." Safi tersenyum miris. "Tapi gue sadar that I don't know anything about him." Perempuan dengan rambut dikuncir itu menggeleng.
Sandra meletakkan segelas air di depan Safi. "Ini, minum dulu. You're gonna need it," ucapnya tenang lalu duduk di depan Safi sembari melipat kakinya. "Gue gak tahu mesti mulai dari mana. Hmm.. Let's start this question by asking.. Menurut lu Tyler itu orangnya bagaimana?"
Safi termenung memikirkan jawaban pertanyaan sederhana itu.
Candranata. Mendengar marga itu saja membuat orang lain menaruh hormat. Siapa yang tidak mengenal marga keramat itu? Tapi terlepas dari marganya, Tyler Candranata bukanlah seorang yang dapat dipandang setengah mata. Dia memiliki aura tersendiri yang membuat siapapun segan, pria itu juga memiliki segala hal sehingga orang-orang pasti menganggapnya sempurna.
Walaupun Tyler tampak mighty di depan banyak orang, lain halnya dengan apa yang terlintas di pikiran Safi apabila melihat sosok sang pacar. Daripada seorang pria gagah, pria itu lebih terlihat seperti pria tua yang menunggu hari dalam kesepiannya. Matanya selalu menunjukkan raut lemah walaupun hal itu disembunyikan dengan baik. Jiwa pria itu tampak kosong, meskipun hal itu berubah seiring dengan kedekatan mereka.
"He's pitiful." Kalimat itu tanpa sadar terucap dari bibir Safi.
Sandra tersenyum lirih sambil mengangguk setuju. "Ya, Saf. Tyler is a poor man. As a kid, dia itu anaknya ceria. Tipikal anak kecil yang happy-go-lucky. Dia punya keluarga yang sayang sama dia, a lot of friends. His life was perfect." Sandra menghentikan perkataannya.
"Was?" Safi bertanya tidak mengerti. Bukankah sekarang juga hidup pria itu masih sempurna?
"Tyler dituntut untuk menjadi mandiri dan dewasa oleh keadaan. Lima belas tahun yang lalu, ada kecelakaan lalu lintas yang disengaja. Koko sama mamanya meninggal di tempat. He was devastated. Hidupnya lebih hancur lagi pas tahu kalo orang yang menyabotase mobil itu adalah mama temennya sendiri. Papanya.."
Sandra berdecih jijik. "That old man doesn't even bother to visit his wife's funeral. Dia sayang sama Tyler, namun ia juga sayang sama illegitimate children nya. Perjuangan dia untuk jadi CEO Candranata Industries gak gampang. Dia harus ngelawan saudara-saudara tirinya. He even got a death threat."
Safi tidak bergeming. Otaknya sibuk memproses informasi yang baru didengarnya.
"Sejak itu dia menutup diri. Dia gak pernah mau terbuka. Dia deket sama gue karena emang gue satu-satunya support system yang dia punya semenjak kepergian mama dan kokonya. My dad itu adiknya mama Tyler. We, as a family, cared about him like he's my real brother. So yes, Saf. His life isn't that seamless that everyone often thinks."
Sandra menyipit. "Gue kaget pas denger nama dia keluar dari mulut lu pas pertama kali kita bertemu. Lu gak akan pernah bayangin betapa happy nya gue kalo akhirnya Tyler dekat dengan cewek lagi. Kalo gue boleh tau, what is your relationship with him? I don't think kalian berdua cuma temenan biasa. Both of you are more than that."
"Gue.. pacaran sama dia," cicit Safi.
Mata sipit itu perlahan membuka lebar. Tawa senang pun terurai dari bibir Sandra. Ia melebarkan tangannya dan memeluk Safi. "Thank you, Saf. I mean it."
--
Hal pertama yang dilakukan Safi begitu tatapannya menangkap sosok tegap Tyler adalah melebarkan tangan dan merengkuh pria itu. Setelah mendengar sebagian dari masa lalunya, Safi ingin sekali menjadikan dirinya tempat pria itu bersandar. Baru kini ia menyadari perkataan Amary. Nyatanya Tyler tidaklah sempurna.
"What's wrong gorgeous?" Elusan lembut di puncak kepalanya itu membuat Safi menenggelamkan diri dalam pelukan sang pujaan hati.
Tanpa kata-kata, ia hanya mengeratkan pelukan di pinggang Tyler. Air matanya nyaris keluar. Bagaimana Tyler melewati hidupnya selama ini? Dia tidak pernah memberitahu apapun mengenai masa lalunya kepada Safi sehingga perempuan itu harus memutar otak bagaimana caranya untuk membuat pria itu terbuka.
"Kenapa hm?" Jemari Tyler yang mengelus lembut itu kini merengkuh dagu Safi, membuat perempuan itu memandang ke arahnya.
Safi menggeleng dan kembali merebahkan kepalanya di dada pria itu. "Just.. I miss you."
"Kamu aneh hari ini, tapi kalo belum mau cerita gak apa-apa. I'll wait." Tyler melepaskan pelukan Safi dan menggenggam tangannya. "Yuk, aku udah gak sabar mau masak buat kamu!"
--
ATTENTION:
tadinya aku mau double update :) tapi lagi sibuk bangett🥲 Expect the next chapter coming in the next 2-3 days!
with love,
skeldknana
![](https://img.wattpad.com/cover/298836769-288-k575642.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
aficionado
RomanceSiapa yang tidak mengenal Sapphire Ixora Ganendra? Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah dua tahun berturut-turut masuk ke dalam jajaran Forbes 30 Under 30 berkat kesuksesan perusahaan produsen makanan hewan miliknya. Ia juga seorang so...