chapter 19

5.4K 538 11
                                    

🎵: River - Bishop Briggs

--

That's it.

Malam ini adalah puncaknya. Segala kekesalan dan kekecewaan Safi berkumpul menjadi satu. Ia muak, sangat muak. Sebulir air mata turun dari pelupuk mata indah perempuan itu, bersamaan dengan hancurnya hati dan juga perasaannya.

Safi meraung pedih. Matanya menatap pintu kayu yang beberapa saat lalu dihempaskan oleh Tyler dengan tatapan terluka. Memangnya apa yang pernah ia lakukan sampai-sampai ia layak mendapat perlakuan seperti ini dari Tyler yang notabene adalah pacarnya.

"Bu." Suara Bu Ayu membuatnya menoleh ke belakang.

Safi menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bu Ayu terkejut mendapati wajah Safi yang memerah dan sedikit bengkak karena menangis. Perempuan paruh baya itu tergopoh-gopoh membawakan tisu.

"Terima kasih Bu." Safi mengambil beberapa helai lembaran putih itu untuk menghapus air matanya–yang anehnya tidak berhenti mengalir meskipun ia sudah mencoba menghentikannya.

Bu Ayu mengangguk lalu mengelus pundak Safi pelan, berharap hal itu akan menenangkan wanita kesayangan bosnya. Namun Safi malah menegakkan badan dan menunjuk foto Tyler dan perempuan itu dengan telunjuknya.

"Bu Ayu tahu itu siapa?" tanya Safi lantang, terlepas dari suaranya yang masih parau.

Apapun itu, she needs to know. Siapa perempuan itu dan apa hubungannya dengan Tyler? Kenapa ada wajah perempuan itu di hampir seluruh tempat di rumah ini? Kenapa Tyler berubah?

Tolong, siapapun beri pencerahan untuk Safi.

"Saya sudah bekerja di keluarga Candranata selama lebih dari dua puluh tahun, Bu. Tentu saja saya tahu siapa perempuan itu. Namun alangkah baiknya kalau Pak Tyler sendiri yang mengatakannya kepada Ibu." Bu Ayu tersenyum lembut setelah menolak secara halus.

"Saya harap Ibu dapat menerima masa lalu Bapak," lanjutnya sebelum izin pergi ke belakang.

Ingin sekali Safi berteriak. Masa lalu apa?! Bukankah ia harus tahu dulu masa lalu seperti apa yang dimiliki Tyler sebelum dapat menerimanya?

Pertanyaan selanjutnya dan yang paling krusial adalah, dari mana ia harus mulai mencari tahu? Tyler jelas sekali tidak bisa diharapkan. Bu Ayu yang jelas-jelas tahu tapi menutup mulut. Sandra sepertinya tampak tidak tahu-menahu mengenai hal ini. Semuanya masih tampak gamang seperti potongan puzzle yang berserakan.

Bagi perempuan kebanyakan, apa yang barusan dilakukan Tyler mungkin akan menyakiti mereka. Perempuan-perempuan itu akan menyerah, lalu memutus kontak dengan sang pria. Namun tidak dengan Safi. Ia menangis, tapi bukan karena ia menyerah menghadapi Tyler. Ia hanya muak dengan segala perubahan pria itu. Sakit? Iya. Kecewa? Iya. Tapi terlepas dari rasa kecewa dan sakit itu, ia merasa ada hal lain yang ia harus tahu sebelum menyimpulkan apakah ia harus melanjutkan hubungan lagi dengan pria itu.

Selain tatapan dingin, Safi juga sekilas merasakan adanya kilatan rasa terkejut, bersalah dan sedih ketika bertemu dengan pria itu tadi. Apa yang membuat pria itu terpuruk begitu dalam sampai ia tidak ingin merayakan ulang tahunnya sendiri?

Everything happens for a reason. Pasti ada alasan kenapa Tyler berubah, kenapa pria itu membenci ulang tahun, kenapa ada banyak sekali foto perempuan misterius itu dan masih banyak pertanyaan mengganjal lain. Semua itu menjadi alasan Safi untuk terus menyelidiki masa lalu yang dialami pacarnya itu.

--

Orang pertama yang Safi temui tentu saja adalah Alisandra. Walaupun ia tidak berharap banyak ke perempuan dengan rambut kuncir kuda itu, tapi ia harus memastikan bahwa Sandra memang benar tidak mengetahui apapun perihal perempuan misterius itu. Dengan memakai kacamata hitam untuk menutupi mata bengkaknya serta membawa selembar foto yang ia temukan di Bali, ia mendatangi unit apartment Sandra keesokan paginya.

aficionadoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang