Apabila berbicara tentang pacar, Tyler Ordian Candranata merupakan kandidat utama dan terbaik.
Peka, selalu berkabar, peduli. Royal, tampan, dan selalu dapat diandalkan.
Tidak ada satu haripun terlewatkan sejak terakhir kali mereka bertemu tiga minggu yang lalu dimana Tyler tidak menanyakan kabarnya. Kontras dengan mantan-mantan sebelumnya, mereka tidak perlu mencari topik apabila ingin memulai sebuah pembicaraan. Selalu ada topik yang mereka angkat, meski itu adalah hal tidak penting sekalipun. Berhubungan intens dengan pria itu selama hampir satu bulan membuat Safi menyadari bahwa Tyler adalah seorang yang humoris, enak diajak berbicara dan tidak mudah tersinggung.
Dengan kata lain, mereka satu frekuensi.
So, is she falling for him?
Absolutely.
--
Sang surya mulai menunjukkan rupanya namun hal itu tidak menghentikan Safi dari bertingkah canggung karena ucapan Tyler barusan. Tali kekang yang ia pegang hampir saja terlepas kalau Tyler tidak buru-buru menahannya. Pria itu mengambil alih leash kedua hewan berkaki empat itu dengan tangannya yang kekar.
"Ty. Are you aware of what you are saying?" Suara sang puan terdengar gemetaran.
Pandangannya kembali berseteru dengan manik coklat itu. Pipinya yang memanas merasakan sentuhan lembut yang asing namun menenangkan. "Yes, Saf."
Safi dapat merasakan nafasnya terhenti ketika mendengar perkataan itu. Ia tidak siap dengan kalimat selanjutnya yang berpotensi membuat jantungnya berdetak layaknya tabuhan drum dan seluruh tubuhnya berubah menjadi jeli.
"I know we're just getting to know each other." Suara berat itu terdengar tulus dan jujur. "Am I an egoistic person if I ask you to be my girlfriend?"
Mendapatkan tawaran menjadi pacar Tyler tidak berada dalam bayangan Safi ketika berbicara bagaimana ia memulai hari itu. Sesuatu yang berhubungan dengan Tyler selalu spontan dan tidak bisa ditebak. Seperti menonton sebuah film yang kita anggap klise tapi akhirnya dikejutkan dengan plot twist yang tak terduga.
Tyler dan segala hal tentangnya penuh dengan misteri dan kejutan.
Mulut mungil itu tanpa sadar menganga. Untung saja kedua tali kekang berwarna pink dan biru itu sudah berpindah tangan. Safi mundur beberapa langkah saking terkejutnya.
Atensi Tyler masih fokus sepenuhnya kepada Safi. Pria itu mengerti apa yang dia tanyakan pasti akan mengejutkan bagi Safi. Oleh karena itu dia menunggu jawaban dengan sabar.
"Can you give me some time to think about it?"
Deretan rapi gigi putih itu tampak ketika Tyler membuat senyuman. Dia mengangguk. "Of course, gorgeous."
--
Suasana pub selalu nyaman dan tenang. Duduk di atas kursi bar sembari menikmati musik instrumental santai sungguh membantu Safi menenangkan diri akibat ucapan Tyler tadi pagi. Demi Tuhan ia tidak bisa berfokus ketika melakukan pekerjaannya karena hanya Tyler yang memenuhi otaknya. Sebelah tangannya memijat betisnya yang keram akibat seharian menggunakan heels sepuluh sentimeter. Hari itu baru pukul dua belas tengah malam, belum terlalu telat untuk datang ke sebuah pub.
Seorang bartender datang dan meletakkan segelas Martini di depan Safi. Perempuan itu menatap gelas berbentuk segitiga dengan sebuah zaitun tertusuk lidi bambu yang tenggelam di larutan gin bercampur vermouth dengan seksama.
"Tumben ngajak kesini. Biasanya lu paling anti datang ke tempat beginian." Suara siapa lagi kalau bukan Amarylis. Satu-satunya tempat Safi untuk bercerita ketika bingung dengan pilihan yang ditawarkan oleh hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
aficionado
RomanceSiapa yang tidak mengenal Sapphire Ixora Ganendra? Perempuan berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah dua tahun berturut-turut masuk ke dalam jajaran Forbes 30 Under 30 berkat kesuksesan perusahaan produsen makanan hewan miliknya. Ia juga seorang so...