chapter 7

9.1K 773 14
                                    

"Friends don't kiss, Candranata."

Wajah Tyler yang mendekat tiba-tiba berhenti. Bibirnya melengkung membuat sebuah tersenyum miris kemudian mengusap bibir Safi pelan.

"Yeah, Saf. Friends don't kiss. I'm sorry."

Tyler akhirnya mundur dan meninggalkan Safi seorang diri di dek kapal. Safi memandang punggung tegap itu berjalan menjauh sampai akhirnya menghilang di balik pintu. Perempuan itu kemudian memegang kedua pipinya menggunakan tangan. Astaga, kalau saja ia membiarkan kejadian tadi, mereka berdua akan berciuman?

Oh God, No!

Mungkin bagi kebanyakan orang hal itu adalah sesuatu yang romantis, tapi untuk Safi, itu tidak lebih buruk dari menonton film horror seorang diri. Ia harus menjaga hatinya agar tidak terjatuh. Ia sendiri tahu, hanya butuh sedikit lagi dorongan sebelum pria itu berhasil masuk ke dalam hatinya.

--

"Saf, I'm sorry if I offended you. Gue kebawa suasana." Tyler menyodorkan segelas teh chamomile ke arah Safi yang duduk di pinggiran sofa yacht nya. "Chamomile."

Safi menerima gelas itu dengan senyum merekah. "It's okay. Thanks for this." Safi mengangkat mug itu dan menggoyangkannya pelan.

Tyler melihat ke jam tangannya. "Pas kita sampai di Ancol nanti kita-kira jam sembilan. I'll drive you home, Saf."

Perempuan yang sedang menikmati tehnya itu mendongak. "Eh gak usah." Safi meletakkan mug nya di atas meja. "Mobil gue entar gimana?"

"I'll take care of it. Pokoknya lu tinggal terima beres besok pagi. Gak baik anak cewek nyetir malem-malem."

Safi merutuk dalam hati. Kayaknya lebih gak baik kalau berduaan sama lu di mobil malem-malem deh!

Baru Safi akan membuka mulut untuk membantah Tyler, pria itu langsung memotongnya. "Udah. Ikut aja. Gue gak akan ngapa-ngapain lu."

Safi berdecih. "Fine. Siapa takut," ujarnya menantang

--

"Mako sama Camo apa kabar? Kapan-kapan kalau kita hang out lagi ajak dong."

Setelah berbicara seperlunya semenjak apa yang mereka lakukan di atas kapal, kini dengan santainya pria yang menyetir menggunakan satu tangan itu memulai pembicaraan. Mengindahkan seberapa menyebalkannya pria di sebelahnya sekarang, Safi memutar matanya malas. Pria itu berkata seperti akan ada saja hang out-hang out selanjutnya.

"We'll see ya," jawabnya setengah hati. Ia memandang Tyler yang fokus ke jalanan di depan beberapa saat, kemudian menoleh ke arah jendela.

Sepanjang jalan dari Ancol menuju ke penthouse-nya yang ada di Jakarta Selatan, pikiran Safi hanya terpaku pada satu topik. Teori Visual, Personality dan Isi Dompet nya Amary. Pertama-tama, Safi mengaku. Ia sudah memasukkan Tyler ke list jajaran pria tampan yang dikenalnya. Tulang rahang tegas, wajah beraksen Tionghoa kebarat-baratan, sampai tubuh six pack yang membuat perempuan manapun rela bertekuk lutut. Penampilan Tyler yang lebih tampak seperti bule blasteran–bukan seperti koko-koko alay yang sering seliweran di daerah PIK–menyempurnakan segalanya. Ditambah setelah melihat Tyler dari jarak beberapa sentimeter tadi, Safi menjadi semakin yakin untuk mengatakan bahwa Tyler adalah salah satu manusia yang diberkati dengan wajah setengah dewa. Teori Visual, check.

Beralih ke kepribadian. Dibandingkan dengan deretan para mantan Safi dan circle pertemanan perempuan itu, bisa dikatakan Tyler adalah pria paling 'waras'. Pertama, dia tampak seperti pria baik yang sangat menghormati perempuan. Kedua, dia peka. Ketiga, dia tidak menganut paham seksual yang aneh-aneh. Meskipun Tyler masih tampak seperti predator darat, selama ini ia belum menunjukkan gelagatnya–or maybe, he already did? Entahlah. Pokoknya teori Personality, check.

aficionadoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang