27

642 73 6
                                    

Brum.... bruuumm....brummm....

Suara knalpot yang terdengar nyaring membuat Devan terpaksa mengalihkan atensi nya pada kedua pengendara motor sport itu. Ia menatap ke bawah mengamati kedua sahabatnya yang sedang membuka helm dan turun dari motor lalu berjalan menaiki tangga yang terbuat dari kayu.

Semilir angin yang berhembus menerpa wajah Devan membuat ia menatap kembali pepohonan yang ada di depan pandangannya itu. Hingga Jeno dan Vale sudah duduk di sampingnya.

"Tumben lo ngajak kita ke rumah pohon malem-malem gini?!." Hal yang terucap dari Vale membuat Devan menengok ke arahnya.

"Ada hal penting yang harus kalian ketahui." Devan menarik nafas perlahan, sangat sulit mengucapkan sebuah fakta menyakitkan pada kedua sahabatnya itu. Tapi ia tetap harus memberi tahu keadaan sahabatnya yang lain sedang tidak baik-baik saja.

"Gio ...,  Gio sakit Le!!!" Ucapan Devan membuat mereka mengangkat alis. "Bukannya Gio emang lagi sakit, dan semua nya karena nolongin gue Gio sakit lagi." Jeno menunduk menyesali semua yang menimpa sahabatnya itu.

"Dia lebih dari yang kita pikir kan. Gio, dia mengidap kanker Le, Jen." Ucap Devan bergetar. Tak kuasa menahan sesak di dalam dadanya. "Sekarang dia berjuang sendirian tanpa adanya teman dan keluarga yang membantu menemani dia menahan sakit itu."

Jeno dan Vale mereka terdiam mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut Devan.  " Hah... gak mungkin, Gio ..., gak mungkin Van pasti lo salah denger.. Gio gak mungkin punya penyakit kayak gitu, Van.!" Jeno menggeleng kuat itu tidak mungkin ia terus mengelak  kabar itu dalam hatinya.  Sementara Vale ia menyandarkan bahunya sambil menarik rambutnya dengan kasar.

"Jadi selama ini dia sering pingsan, mimisan bahkan mengeluh kelelahan padahal gak ngapa-ngapin itu dia lagi nahan rasa sakit yang menyerang salah satu bagian tubuhnya. Dan dia gak cerita sama sekali?!" Vale bergumam

"Bang Anta juga tau saat dokter bilang kalo Gio punya penyakit serius. Dan ternyata dugaan gue bener kalo Gio emang nyembunyiin sesuatu dari kita."

"Dan gue baru sadar kenapa Gio selalu ingin bikin kenangan indah sama kita, karena dia tau hidup nya ngga bisa bertahan lama. Jadi ini alasan lo mau gue rekam setiap kejadian yang kita lalui, Gi?" Vale terisak. "Kenapa... kenapa lo tega sembunyikan semua ini dari kita Gi." Teriak Jeno seakan Gio ada di depannya.

"Gue harus ke rumah Gio. Gue mau minta penjelasan dari dia, sialan. Bisa-bisa nya lo sembunyikan hal mengerikan ini dari gue... akhhhh!!" Jeno sudah seperti orang kesetanan ia menendang, melempar semua hal yang ada di dekatnya membuat Devan dan Vale mencoba menahan Jeno yang mengobrak-abrik rumah pohon itu.

"Jen, sadar disini bukan cuman lo yang merasa menyesal karena gak tau apa-apa soal Gio. Tapi kita Jen!" Teriak Vale agar Jeno berhenti menendang barang-barang disana.

Bugh

"BERHENTI JENO ..., GUE BILANG BERHENTI.." Pukulan keras di pipinya membuat Jeno menghentikan aksinya dan ia meluruh lemah duduk dengan berpangku tangan pada lutut nya. Jeno menangis dibalik tangannya yang menutup wajahnya bukan karena sakit atas pukulan yang dilayangkan Devan melainkan ia merasa kecewa pada dirinya sendiri tidak menyadari bahwa sahabatnya menderita dengan penyakitnya.

Padahal Gio selalu tau apa yang ia rasakan, Gio selalu tau apapun tentang nya walau ia tak bilang sepeka itu Gio terhadap teman-temannya.  Lalu guna nya dia disini apa? Seharus nya Jeno mencari tau tentang semua kecurigaan Devan. Seharus nya ia tak diam saja menunggu Gio bercerita padanya.

"Akkkghh...."

Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing,  Devan yang keluar menatap langit malam yang bertaburan bintang dengan kerlap kerlip nya membuat siapa saja akan betah memandang nya. Namun  Devan sedang tak berniat memandangi cahaya kerlap kerlip itu padahal ia selalu menunggu bintang-bintang bertebaran disana seakan melihat orang tua nya sedang melambaikan tangan pada dirinya.

Sergio | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang