08

719 81 0
                                    

Sinar matahari menyilaukan pandangan Gio, membuat nya menyipitkan matanya kala turun dari atas motor nya. Ia berjalan lempeng menuju kelasnya, tersenyum ramah pada siswa-siswi lainnya. Tak menampakkan kesedihan yang ada di hatinya. Ia terus berjalan hingga Devan membuatnya tersentak akibat tepukan yang mendadak.

"Lo tebar pesona aja, bikin kejang anak perawan!" Devan merangkul Gio dan Gio hanya membiarkan temannya itu.

"Terserah gue lah, lagian gue kan cakep wajarlah bikin klepek klepek cewe!" Tingkat percaya diri yang bagus pikir Devan. Pagi ini dengan terpaksa Gio berangkat ke sekolah, semua karena Anta yang mengancamnya tidak boleh menjenguk ortunya jika bolos sekolah. Gio memilih membelokkan langkahnya ke arah rooftop yang di ikuti oleh Devan dengan wajah bingung hingga mereka sampai dan duduk di kursi usang yang tak lagi terpakai.

"Gi!"

"Hm!"

"Gi!"

"Apa!"

"Gi" panggil nya lagi. "Apa si anjing, Gi Gi Gi mulu gigi lo ompong?" Kesal Gio pada Devan yang hanya memanggilnya tapi tidak berucap apapun.

"Lo.... lo lagi ada masalah?" Tanya Devan tepat sasaran. "Hah, maksud lo?" Gio terkejut dengan pertanyaan Devan padahal sedari tadi ia berusaha menyembunyikan perasaanya.

"Gue tau lo orang yang gak terbuka sama siapapun termasuk gue. Tapi gue bisa lihat dari mata lo yang gak bisa bohong, mata lo mancarin kesedihan dan gelisah. Mulut lo bisa aja ketawa tapi mata lo gak bisa Gi.!" Jeda Devan.  "Mungkin orang lain gak bisa liat itu walau lo pamer senyuman tapi gue tau.  Kita temenan gak setahun dua tahun lebih dari itu. Gue cukup tau tabiat lo. Dan gue minta lo sedikit terbuka sama sahabat lo walaupun gak bisa bantu banyak tapi setidaknya ngurangin beban lo!" Jelas Devan dengan kelembutan dan pengertian yang membuat Gio terdiam.
Apakah Gio bisa bercerita pada Devan.  Tak ada salahnya kan? Tanya Gio pada dirinya sendiri.

"Ortu gue... mereka kecelakaan Van," setelah terdiam cukup lama Gio membuka suara dan memberi tahu apa yang membuat nya gelisah.

"Apa? Terus keadaan tante Fani sama om Hendra gimana Gi?" Tanya Devan terkejut.

"Sampai sekarang keadaan mereka belum pasti. Dan lo tau kenapa mereka bisa kecelakaan?" Tanya Gio yang di gelengi oleh Devan.  Gio menganggukkan kepalanya dan berujar..

"Karena gue. Semua karena gue Van kalau waktu itu gue gak nyuruh mereka buat cepet balik mereka pasti gak bakal kaya Gini.!" Cerita Gio dengan suara tertahan karena sesak di dada nya terasa sakit sekali.

"Setiap kabar buruk selalu ada gue di dalamnya. Seharusnya lo gak usah temenan sama gue, gue gak mau lo, Jeno atau Vale kena juga. Karena gue selalu bawa sial orang-orang yang gue sayang." Ucap Gio menatap langit biru dengan pandangan kosong.

"Ini bukan salah lo Gi, namanya juga kecelakaan gak ada yang tau ini udah jadi takdir buat kedua orang tua lo. Gak ada yang salah Gi karena kita gak bisa menghindari takdir itu kita cuman bisa sabar dan ikhlas buat menanggapi nya!" Nasehat Devan pada Gio agar dia tak menyalahkan dirinya sendiri. Devan dapat melihat Gio mulai terisak tangis pilu yang ia tahan sudah tak terbendung. Gio menangis di hadapan Devan.

Devan tersenyum simpul lalu menepuk punggungnya pelan menguatkan Gio bahwa semua akan baik-baik saja.

"Gue pengen ngehibur. Tapi gue bukan tukang lawak kayak lo!" Gio terkekeh di sela tangis nya.

"Pergi lo, gue mau bolos!" Gio masih menutup wajahnya sebab malu. Harga dirinya jatuh menangis dihadapan Devan. Bisa jadi ejekan Devan nantinya. Ia mengusir Devan dengan mendorong tubuh kecil itu untuk pergi dari atap. Devan pergi membiarkan Gio sendiri untuk menenangkan hatinya.

Sergio | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang