Pagi hari yang mendung tak seperti biasanya, semua orang berpakaian serba hitam dengan suasana sendu mengiringi keranda yang di lapisi kain hijau dan di tambah suara tangisan seorang ibu yang di tinggalkan oleh anak semata wayang nya.
Ranti menangis dipelukan Fani begitupun Fani menahan tangis melihat orang-orang mengangkat keranda itu menuju peristirahatan terakhir Ryan, anak kecil yang di kenalkan oleh Gio saat pertama kali dirinya bertemu dengan Ryan di taman rumah sakit.
"Yang sabar ya mba, semua nya sudah ada di jalannya. Ryan ngga akan merasa sakit lagi di tubuhnya.." ujar Fani memberikan kata-kata penenang untuk Ranti.
Saat tiba di area pemakaman laki-laki yang bertugas untuk memasukkan jenazah ke liang lahat segera turun dan Gio ikut turun untuk mengantarkan sahabat kecilnya untuk terakhir kali. Ada sensasi berbeda saat tangan Gio menerima tubuh kaku itu yang di balut kain kafan yang masih berwarna putih bersih. Ada rasa yang membuat bulu di tangannya berdiri bukan karena takut pada jenazah Ryan yang sudah tak bernyawa melainkan rasa takut hal ini akan terjadi pada dirinya.
Setelah tanah menutup seluruh lubang itu dan di taburi bunga tujuh rupa serta sebuah foto anak kecil yang menggemaskan. Satu persatu orang-orang yang mengantarkan jenazah Ryan pergi dari sana dengan Isakan kecil dari para tetangga yang mengenal baik almarhum. Anak kecil yang baik hati dan selalu membantu walau dirinya sedang sakit parah, semangat untuk bertahan hidup yang tinggi membuat para tetangga kehilangan sosok malaikat kecil itu.
Gio berjongkok di samping Ranti mengusap punggung teguh itu walau pada kenyataannya itu adalah punggung rapuh yang keropos dan selalu berusaha untuk di rekatkan kembali.
"Ibu masih punya Gio, kalo ibu berkenan ibu bisa tinggal bareng Gio. Iya kan mah?" Tanya Gio pada Fani yang berada di sempingnya. Fani mengangguk menyetujui apa yang di tawarkan anaknya itu.
"Iya, mba bisa tinggal sama kami. Kita adalah keluarga mulai dari sekarang!!" Ujar Fani tersenyum hangat di pelukan Hendra. Sementara Anta, Devan, Jeno dan Vale mereka terdiam sedari tadi banyak pikiran diantara mereka dengan kejadian ini. Entahlah hanya mereka yang tau.
Setelah semua pulang kerumah masing-masing dan Ranti pun pulang kerumahnya yang sebelumnya telah menolak niat baik Gio. Bukan apa-apa tapi di rumah yang ia tinggali banyak kenangan indah bersama anak nya, memori itu tak akan pernah ia lupakan dan hal yang paling baik untuk nya adalah bangkit walau harus selalu di bayangi oleh kenangan yang terdapat di rumah sederhana nya.
Bertepatan dengan itu Gio di izinkan untuk pulang sebab perkembangannya sangat pesat dan dokter sangat antusias dengan kesehatan Gio yang membaik dalam waktu dekat.
Gio berjalan-jalan di konflek rumahnya setelah orang tua dan Anta masuk kerumah tak lupa meminta izin pada Hendra untuk berjalan-jalan menghirup udara segar yang sebelumnya hanya mencium bau obat-obatan, walau pada awal nya Fani meminta Anta menemani Gio berkeliling komplek namun Gio menolak dengan alasan ia bisa menjaga diri.
Di taman komplek shakil duduk di kursi pandangannya kosong kedepan dan tak menyadari seseorang telah duduk di sampingnya.
"Jangan bengong di tempat sepi. Gak takut kesurupan apa?" Suara itu mengalihkan pandangan Shakil ke samping nya. Shakil yang terkejut reflek bergeser tak lupa membuka mulutnya karena kaget.
"Biasa aja dong, Lo kayak ngeliat setan aja orang ganteng gini. Ekspresi Lo bikin gue sakit hati!" Sewot Gio menatap Shakil masih dengan ekspresi yang sama.
"Eee... Lo kok bisa ada disini?" Tanyanya gugup.
"Lah ini tempat kan umum buat siapa aja, terserah gue dong mau disini atau dimana juga."
"Bukan gitu Gio, tapi kenapa Lo duduk di samping gue padahal Lo benci banget sama gue." Ucap Shakil menunduk.
"Gue udah bilang btw kalo gue udah gak benci sama lo. Dalam hidup gue sekarang gue gak mau ada beban di hati gue atau rasa benci terhadap siapa pun. Sorry kalo selama ini gue nyakitin perasaan lo, selalu bentak Lo didepan banyak orang, ngomong kasar sama lo atau yang lainnya. Gue harap Lo maapin gue karena gue cuman sekali minta maaf." Shakil yang terharu berubah jadi kesal Gio ini memang selalu seperti ini membuat orang senang tapi di waktu yang sama juga membuat orang itu jengkel terhadap nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sergio | Haechan
Novela Juvenil"Jen lariii" Gio menarik tangan Jeno mereka berlari tanpa arah bahkan Gio meninggalkan Motor sport nya di pinggir jalan. Mereka memasuki pemukiman warga dan terus berlari sesekali Gio menatap kebelakang memastikan orang-orang itu masih mengejar atau...