BAGIAN 37

614 64 20
                                    

÷÷÷

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

÷÷÷

Gadis yang tadinya tertunduk mencoba untuk mendongakkan kepalanya. Ia menyeka air matanya yang menetes, merilekskan diri dengan menghirup lalu menghembuskan nafas. Dia mengedip-ngedipkan matanya beberapa kali, berharap tak ada lagi sungai kecil yang mengalir.

Saat Zahin mengetok pintu, seketika Robin menutup dirinya dengan selimut. Sebenarnya ia terlihat lucu, namun bibirnya enggan menyunggingkan senyum.

Sekali lagi Zahin menghela nafas, ia akan terlihat seperti biasanya.

Zahin berjalan mendekati gunungan selimut putih. "Ehm, tadi kayaknya ada yang lompat-lompat deh."

Perkataannya tak di gubris oleh lawan bicara, dia masih kekeuh dengan aksi pura-pura tidur. Zahin menaruh makannya di nakas, lalu duduk di sebelah Robin.

"Udah, nggak usah pura-pura tidur."

Zahin membuka selimutnya, terlihat jelas jika Robin memaksakan matanya untuk terpejam.

Ayah dari Mea-Meo ini sudah tidak bisa menutup matanya lagi. Secara perlahan Robin membuka mata, tangannya juga sibuk mengucek-ucek mata. "Eh, pacar udah dateng."

Sepandai-pandainya akting Robin, akan kalah dengan insting Zahin. Robin melebarkan tangannya begitupula mulutnya yang terbuka lebar, seakan baru saja bangun tidur.

Zahin menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu menarik kaki Robin sampai terduduk di sofa yang ada di ujung tempat tidurnya.

Setelah itu Zahin mengambil makanan yang tertinggal di nakas. "Aku suapin ya," pinta Zahin dengan senyuman.

"Tumben," cibir Robin, biasanya ia harus meminta dulu.

Zahin menatap sedikit sinis. "Ga mau?"

"Ga mau nolakkk." Robin menarik tangan Zahin, membuat gadis itu duduk di sebelahnya.

Dia hanya bisa tersenyum, tak tau apakah kejadian ini akan terulang lagi atau berhenti sampai di sini.

Zahin mengambil makanan dengan sendok, lalu mengarahkannya di dekat mulut Robin. Laki-laki itu dengan cepat menyambar suapannya.

Zahin kembali mengambil makanan di piring namun Robin menarik tangannya dan mencium pipi Zahin.

Tanpa izin air matanya menetes begitu saja. Zahin langsung membuang muka, mencoba untuk menghapus jejak tangis di wajahnya. Sayangnya tak berjalan mulus gara-gara Robin memegang dagu Zahin dan membuat wajahnya kembali menatap Robin.

Dia mengepalkan tangannya, mencoba untuk tidak membuat tangisnya deras di depan Robin.

"Kenapa nangis?"

Zahin menghilangkan dua sungai kecil di wajahnya. Dia tersenyum manis. "Aku nangis karena bahagia kok, bahagia karena ibu kamu nggak larang kita."

Bohong, batin Zahin setelahnya. Padahal dia tau sendiri jika sekali berbohong maka akan terbuka pintu-pintu kebohongan yang lainnya.

Zahin to Robin | IIIWhere stories live. Discover now