-I-

1K 167 9
                                    

Libur semester akhirnya tiba.

Inilah masa-masa yang paling Seokjin tunggu selama masa kuliahnya. Akhirnya tidak perlu bangun pagi untuk mengejar kelas pagi. Akhirnya tak perlu begadang mengerjakan tugas yang tenggatnya sampai besok pagi. Juga akhirnya tak perlu bertemu senior dan teman sekelas menyebalkan yang sayangnya berada satu kelompok presentasi. Liburan semester benar-benar menjadi penolong Seokjin untuk healing sampai mulai semester baru.

Seokjin biasanya menghabiskan masa liburannya dengan bersantai di rumah, pergi ke kampung halaman, atau belajar keahlian baru. Tapi, sejak semester lalu, Namjoon memintanya menghabiskan liburan dengan melakukan apapun bersama-sama. Semester kali ini pun Namjoon juga memintanya liburan bersama.

Tapi, masalahnya, mereka selalu tak pernah satu jalan ketika memutuskan destinasi liburan mereka. Seperti semester lalu di mana mereka berdebat soal Seokjin yang ingin menghabiskan tiga hari dua malam di onsen, sementara Namjoon ingin berkemah. Meski keduanya sama-sama beristirahat, tapi Seokjin lebih suka tidur di bawah atap daripada dikelilingi tenda. Perbedaan preferensi ini memakan satu jam perdebatan tanpa kesimpulan, dan satu hari penuh waktu untuk menimbang.

Keputusan akhirnya?

Mereka tak jadi bermalam di suatu tempat, tapi sering pergi keluar bersama-sama sampai malam.

Tak ingin liburan semester ini berakhir sia-sia seperti tahun lalu, Seokjin pun harus berusaha ekstra keras meyakinkan Namjoon agar mau pergi ke tujuan yang benarbenar mereka pastikan bersama.

“Ke kampung halamanmu?”

“Iya!”

Seokjin lalu berguling dari posisi terlentang jadi menelungkup. Dia sekarang berada di atas kasur Namjoon dengan si pemilik di sampingnya yang duduk meluruskan kaki, punggung bersandar pada kepala kasur, dan ponsel di tangan.

“Kau pernah ke sana? Kampung halamanku di Daegu. Tempat nenekku tinggal sangat asri dan tenang. Kau pasti suka. Sekalian bisa healing juga, lho. Kebetulan aku sudah lama tidak pulang, jadi sekalian saja liburan menjenguknya.”

“Kita mau melakukan apa di sana?” tanya Namjoon.

“Banyak! Kita bisa mendaki dan berkemah kalau kau mau. Atau kau mau memancing
juga bisa. Di dekat sana ada sungai yang ikannya banyak dan besar-besar. Kau bahkan cuma perlu membawa jaring dan mengambilnya karena memang semudah itu
menangkapnya. Atau kau mau ke pantai juga bisa. Tapi, jaraknya satu jam dari rumah.
Serius, kau bisa melakukan apapun. Tempat nenekku itu memang yang terbaik dari
yang terbaik untuk bersantai.”

Namjoon terdiam, tampak menimbang perkataan Seokjin yang terlampau semangat
tadi. Tapi, hanya dengan mendengarnya saja Namjoon seharusnya tertarik dan langsung
mengiyakan. Seokjin berani jamin kalau kampung halamannya adalah tempat terbaik untuk menghabiskan liburan dengan melakukan berbagai kegiatan.

Melihat Namjoon yang terlalu lama menimbang, membuat Seokjin cemas dan
mendorong pelan paha Namjoon dengan kepalan tangannya.

“Kenapa lama sekali mikirnya? Kau tak suka? Ingin sesuatu yang lebih tenang?”

“Bukan…”

“Kalau kau tidak suka berjalan-jalan, kita bisa duduk di depan rumah nenekku dan
makan eskrim dan semangka. Lalu kita bicara banyak hal sampai matahari terbenam. Malamnya kita jalan-jalan ke pantai dan lihat laut malam. Apalagi liburan kita dekat dengan musim panas. Yah, sebenarnya kalau musim panas lebih cocok mendaki gunung, mencari pusat air terjun, lalu mandi di sana. Seru, ‘kan? Sudah pasti seru.”

“Aku tak khawatirkan itu, Jin.”

Seokjin sontak bingung dan memiringkan kepalanya. “Lalu? Kenapa kau diam saja? Atau kau tak mau ke tempatku, tak masalah. Kita bisa—“

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang