-X-

780 118 4
                                    

Namjoon begitu sibuk dengan klubnya.

Saking sibuknya, Seokjin terpaksa harus menghabiskan waktu dengan dirinya sendiri atau minta Hoseok menemaninya. Tapi, Seokjin lebih memilih sendiri daripada menjadi nyamuk di antara dua manusia yang juga sama-sama sedang mabuk cinta.

Jika Namjoon punya kebiasaan baru yang membuatnya sibuk, Seokjin malah mencari hal baru yang bisa membuatnya sibuk. Jika tidak begitu, Seokjin akan cepat mati dalam kebosanan karena menunggu kapan Namjoon punya waktu luang untuk dirinya. Meski sebenarnya Seokjin bisa saja sesekali datang ke klub Namjoon dan menunggu pacarnya sampai selesai, tapi rasanya seperti akan mengganggu konsentrasi dan ruang gerak Namjoon.

Aku menahan diriku agar kau bisa bebas beraktifitas, Joon.

Konyol memang. Tapi, sebenarnya Seokjin hanya tak tahu bagaimana menaruh sikap ketika sang pacar sedang sibuk dengan kegiatan yang sedang disukainya dan memilih mengenyampingkan waktu yang seharusnya mereka habiskan bersama. Seokjin tak paham. Pun selain itu, ada hal lain yang mengganggu Seokjin juga.

“Aku paham kenapa kau jadi gelisah seperti ini hanya karena Namjoon menemukan hal yang ingin dicapainya. Aku bisa lihat tanpa harus kau jelaskan.”

Satu-satunya orang yang bisa Seokjin ajak bicara perihal masalahnya sekarang hanyalah Jung Hoseok. Dia sebenarnya sungkan mengambil waktunya dengan Yoongi. Tapi, nama Hoseok seorang yang muncul di benak Seokjin saat dirinya menemukan jalan buntu dan butuh saran seseorang untuk menuntunnya keluar dari labirin.

“Sudah kuduga. Pilihan yang sangat tepat mencuri hari Sabtu malammu yang berharga.” Seokjin yang setengah mabuk menuangkan soju lagi ke dalam gelasnya yang kosong, menanggapi ucapan Hoseok dengan kekehan singkat. “Pilihan yang tepat juga kau memacari Yoongi. Dia ternyata pengertian.”

“Aku akan meninggalkanmu kalau kau hanya mabuk dan tidak mengatakan apa-apa. Sungguh. Aku serius. Aku akan langsung meninggalkanmu dan lari ke asrama Yoongi,” ancam Hoseok serius yang malah dibalas Seokjin dengan tawa mengekeh lagi.

“Kalau begitu, minumnya harus ditunda dulu.”

Seokjin menggeser jauh gelasnya, yang sebenarnya tak begitu jauh dari jangkauan. Seokjin masih bisa menggapainya, tapi Hoseok hargai usahanya menahan diri untuk tidak jatuh mabuk sebelum ceritanya selesai diuraikan.

Satu helaan napas panjang yang berhembus keluar dari mulut menjadi pembuka cerita
Seokjin malam ini.

“Sudah minggu ketiga.” Seokjin lagi-lagi menghela napas. “Tiga minggu itu hanya satu hari aku bisa menghabiskan seluruh waktu Namjoon untukku seorang. Hanya satu hari saja aku yang mengendalikan seluruh kegiatannya di hari itu. Satu hari harusnya cukup, tapi bagiku tidak sama sekali. Satu hari berlalu seperti mengedip. Berlalu begitu saja. Wus!”

Suara orang-orang di sekitar meja terdengar seperti musik latar belakang sebuah film
kehidupan dengan Seokjin dan Hoseok menjadi pusat perhatiannya. Tapi, hanya suara mulut botol yang berdenting khas saat beradu dengan gelas Hoseok, yang menjadi satu-satunya penarik perhatian Seokjin sekarang.

“Jujur, aku juga sama terkejutnya denganmu melihat bagaimana Namjoon yang tiba-tiba
begitu sibuk dengan ‘pekerjaan’ barunya itu. Tapi, melihat bagaimana dia yang dulunya
mati-matian mengejar untuk mendapatkanmu, aku seharusnya tak heran.” Hoseok menuangkan air putih di gelas baru untuk Seokjin. Kemudian meneguk soju yang sebelumnya sudah dia tuang ke dalam gelasnya sendiri.

“Kupikir dia bukan tipe orang yang tahan berjauhan darimu. Mengingat sebesar apa
usahanya mendekatimu dulu,” tambah Hoseok yang kalimatnya agak terputus-putus karena harus menahan rasa pahit soju yang menyerang tenggorokan dan indera perasa secara bersamaan.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang