Namjoon akhirnya berhasil menjadikan dirinya bagian dari klub drama kampus sebagai penulis naskah. Dia bilang, ini pertama kalinya dia punya kesibukan lain selain bermain basket dan tenis bersama teman-temannya.
Seokjin ingat bagaimana naskah Namjoon dipuji secara dramatis oleh para senior klub. Ceritanya klise, tapi semakin dibaca semakin mereka penasaran kenapa dua pemeran utama yang menjadi pasangan ini bisa berpacaran. Padahal delapan puluh persen isi dialog mereka adalah perdebatan tak berkesudahan.
Seokjin ingat juga bagaimana senior klub itu mengatakan kalau tulisan Namjoon itu aneh, tapi hubungan dua pemeran utamanya membuat perdebatan mereka terasa lucu dan menggemaskan secara bersamaan.
Pokoknya seperti itulah kalimat pujian nan dramatis dari para senior. Seokjin sampai sekarang tak mengerti apakah mereka memuji atau mempertanyakan tujuan Namjoon menulis cerita ini.
Semenjak diterimanya Namjoon di klub itu, Namjoon jadi harus mengurangi waktunya bersama Seokjin. Contohnya, jika setelah kelas berakhir dia akan mengikuti Seokjin kemanapun dia ingin pergi, kini Seokjin yang harus pasrah ditinggal Namjoon. Anak itu harus langsung pergi ke gedung teater untuk berdiskusi dan juga menyiapkan pertunjukan dari tulisannya itu.
Sungguh. Seokjin masih tak percaya tulisan Namjoon akan diterima dengan mudah tanpa ada banyak pertimbangan sama sekali. Seokjin jadi ingin membaca naskahnya dari awal lagi, mutlak penasaran dimana letak keseruan tulisannya itu.
Semenjak sering ditinggal Namjoon yang terseret dengan kesibukan barunya, Seokjin juga jadi sering membandingkan keadaannya dulu dengan sekarang.
Dulu Namjoon yang bertanya akan pergi kemana dan apa yang akan Seokjin lakukan setelah kelas berakhir. Namun, kini Seokjin yang bertanya apakah Namjoon akan pergi ke gedung teater atau tidak.
“Katanya menu kantin hari ini donkatsu,” ucap Namjoon menoleh sekilas ke Seokjin yang duduk di sebelahnya, sembari memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
Seokjin agaknya terkejut mendengar kalimat Namjoon yang hari ini berbeda dengan hari sebelumnya. “Kau tidak ke teater hari ini?” tanya Seokjin berharap, tapi tidak membuat dirinya terlihat jelas sedang berharap.
“Ke teater.” Seokjin sontak kecewa dan cemberut. “Tapi, setelah aku menemanimu makan.”
“Kau sibuk sekali.” Gumaman Seokjin ternyata didengar Namjoon. Dia hanya tersenyum tipis.
Ramainya kantin yang penuh dengan mahasiswa membuat mereka berdua terperangah sekaligus ragu apakah bisa dapat meja atau tidak. Tidak heran kenapa kantin sangat ramai, mengingat jam makan siang baru saja mulai dan sangat bertepatan dengan selesainya kelas mereka juga.
Mereka sebenarnya bisa saja meninggalkan kantin dan pergi mencari tempat makan
yang dekat area kampus. Tapi, Seokjin tak semudah itu menyerah pada sepiring
donkatsu.Pokoknya aku harus makan donkatsu! Apapun caranya!
Seokjin baru ingin menelepon Hoseok, menanyakan keberadaannya di mana, tiba-tiba dia mendengar suara wanita berseru dengan riang setelah menepuk bahu Namjoon.
“Makan siang, sunbae?” tanyanya ramah sembari mengembang senyumnya lebar-lebar.
“Iya. Kau juga?” Namjoon bertanya balik, berbasa-basi dengan wajahnya yang tak kalah cerah.
Ketika mata sang junior bertemu dengan mata Seokjin, mereka pun dengan cepat saling menyapa dengan kepala menunduk sopan. “Kim Seokjin sunbae kah?”
Pertanyaan sang junior yang tiba-tiba berusaha menebak nama seniornya itu membuat Seokjin membelalak kaget. Seokjin melirik sekilas ke ekspresi Namjoon yang terlihat sedikit panik dibalik wajahnya yang santai, sembari menjawab pertanyaan sang junior. “I-iya. Aku Kim Seokjin. Namamu?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Alphabet
FanfictionSeokjin punya teman sekelas yang aneh namanya Kim Namjoon. Mereka sama sekali tak punya kesamaan kecuali jenis kelamin. Seokjin akan sebutkan perbedaannya dari A sampai Z tentang Namjoon. alpakakoala, 2022