-M-

929 137 2
                                    

Teman.

Hubungan Namjoon dan Seokjin awalnya tidak dimulai dari berteman.

Pertama kalinya Namjoon melihat Seokjin adalah saat freshman party jurusannya. Satu restoran ayam goreng dipesan untuk pesta semalaman. Semua orang berpesta dan berbincang satu sama lain, mencari teman sepemikiran yang bisa diajak berjalan bersama selama empat tahun ke depan. Salah satunya adalah Namjoon.

Pria itu sejak awal sudah menonjol dengan gaya berpakaiannya yang tak biasa. Datang dengan menggunakan pakaian berpotongan serba pendek, seolah pamer badan bagus ke orang-orang. Aneh kalau tak ada yang tertarik dengan kedatangannya. Semua orang penasaran dan mulai mendekati Namjoon dengan berbagai cara. Ada yang langsung mendekatinya secara terang-terangan, ada yang diam-diam memperhatikan. Pun dari sekian banyak orang itu, lucunya, Seokjin tidak termasuk kedua-duanya.

Seokjin sejak awal sudah menonjol. Banyak sekali orang yang mengelilingnya di meja makan. Mereka semua ingin bicara dengan Seokjin dan menjadi temannya. Seokjin yang sangat ramah menanggapi perkataan orang lain, dia yang terus tertawa dan ikut melempar lelucon bersama para senior, dan dia yang tak pernah menolak gelas dari mereka. Dia baik hati, namun sangat ceroboh.

Namjoon awalnya tak peduli dan terus mengabaikannya. Sekali dua kali melihat Seokjin, Namjoon masih abai. Namun, keributan dari meja Seokjin yang terus menerus tanpa berhenti menerima gelas dari senior, membuat Namjoon juga terus menerus tanpa sadar melirik ke sana. Alisnya mengkerut, bibirnya mendesis. Kesal, lebih tepatnya.

Entah sudah gelas ke berapa sampai akhirnya Seokjin pamit keluar sebentar untuk menghirup udara segar. Namjoon pun ikut keluar tak lama kemudian. Di luar dia menemukan Seokjin berjongkok sambil bersandar pada dinding bangunan sebelah restoran. Dua jemarinya menjepit sebatang rokok yang sama sekali tak dinyalakan.

Namjoon tak paham kenapa kakinya malah bergerak mendekat. Penyesalan sudah pasti datang di akhir, dan Namjoon merasakannya saat tangannya menyodorkan pemantik.

“Pakai ini.”

Suara Namjoon membuat Seokjin mengangkat kepalanya. Wajahnya yang merah itu entah hasil dari alkohol atau cuaca dingin malam ini. Matanya sayu saat terkekeh dan menggeleng lemah.

“Kau kenapa terus mengikutiku?”

Namjoon sontak mengernyit. “Siapa? Aku?”

“Kita baru pertama kali bertemu, tapi kau selalu melihatku. Dan sekarang kau
mengikutiku. Ada apa? Aku ada hutang padamu?”

Namjoon yakin wajah Seokjin yang merah dan ucapannya yang melantur adalah akibat
dari alkohol yang tak pernah berhenti dia terima. Lihat saja kepalanya yang bergerak
pelan ke kanan dan ke kiri. Jika seperti ini, tak ada gunanya menanggapi orang mabuk.
Dia akan terus bicara apapun yang dia yakini saja.

“Nyalakan rokokmu dengan ini,” ucap Namjoon menyodorkan pemantiknya lagi.

“Aku tidak merokok,” Seokjin meraung protes. “Tadi ada senior yang memberikanku ini dan pergi begitu saja meninggalkanku.”

Namjoon ingat saat keluar tadi dia sempat berpapasan dengan senior tahun ketiga yang tak menyapanya sama sekali, tapi secara misterius tersenyum miring entah untuk apa. Seperti telah berhasil mengacaukan juniornya sendiri dengan sebuah jebakan.

Namjoon pun merampas batang rokok itu dari tangan Seokjin dan mendekatkan benda
itu ke hidung. Dia sama sekali tak mencium bau apa-apa yang seharusnya memiliki
harum tembakau khas rokok. Seokjin yang kesal karena rokoknya dirampas, berusaha
untuk merebutnya kembali. Tapi tangan Namjoon lebih cepat menjauhkan tangannya
dari jangkauan Seokjin.

Namjoon pun mematahkan ‘rokok’ di tangannya dan menginjaknya sampai tak
berbentuk di atas tanah. Seokjin yang melihat pemberian seniornya diinjak-injak seperti itu langsung menggeram kesal.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang