Pengalaman menulis Namjoon itu bisa dikatakan nol besar. Dia mengaku lebih senang bergerak kesana kemari daripada duduk berjam-jam di depan laptop. Tak heran Namjoon lebih banyak mengeluh saat mengerjakan naskahnya.
“Aku capek,” keluh Namjoon—entah sudah yang keberapa kali di hari ini—sembari membaringkan kepalanya di paha Seokjin.
“Sudah sampai mana? Boleh kubaca?” tanya Seokjin sembari mengintip ke layar laptop Namjoon yang masih menampilkan MS Word.
“Baca saja. Aku mau tidur dulu. Bangunkan aku 10 menit lagi, ya.” Namjoon mengganti posisi kepalanya jadi menghadap ke perut Seokjin, menyamankan posisi kepalanya sembari memeluk pinggang pacarnya itu seolah-olah bantal guling.
Sementara itu, Seokjin menggeser laptop Namjoon ke hadapannya. Sekilas tak banyak yang Namjoon tambah ke dalam tulisannya. Tapi, jika dilihat lebih seksama ada banyak kalimat yang dia ubah di sana-sini. Jika biasanya Namjoon akan mengubah bagian dialog atau narasi yang Seokjin komentari, kali ini Namjoon melakukannya sendiri. Dan ceritanya jadi lebih seru dibanding yang sebelumnya.
Melihat hasil kerja Namjoon yang setiap hari terus berkembang ini membuat Seokjin tersenyum mendengus saat membandingkan sudah berapa banyak keluhan yang keluar dari mulutnya. Dari yang selalu bertanya apakah keputusannya ini benar atau tidak, sampai bilang ingin berhenti saja karena terlampau buntu dan sudah tak tahu mau menulis apa lagi. Diam-diam Seokjin tertawa di dalam hati.
Benar, ‘kan? Aku selalu yakin kau bisa melakukannya, Joon.
Jemari Seokjin bermain-main pelan di atas helaian rambut Namjoon yang sudah terlelap di atas pahanya. Rasanya tenang sekali melihat wajah Namjoon yang tertidur lelap. Tapi, ketenangan ini membuat Seokjin cepat bosan. Dia jadi menimbang apakah harus membangunkan Namjoon sekarang atau nanti.
Tapi, nanti Namjoon marah.
Kegamangan ini membuat Seokjin menghela napas pelan sembari meletakkan siku kanannya di atas sofa, menjadikan telapak tangannya sebagai penumpu pelipis. Pikirannya mulai berjalan jauh ke dalam ruang kenangan di dalam kepala ketika jemarinya kembali bermain-main dengan rambut Namjoon.
Keheningan ini kembali mengingatkan Seokjin akan segala keanehan Namjoon di masa lalu. Dari Namjoon yang tiba-tiba kedinginan dan meminjam jaket Seokjin saat di kelas, Namjoon yang membeli minuman manis tapi tak pernah meminumnya, Namjoon yangtiba-tiba jadi penurut ketika memilih destinasi perjalanan mereka, dan Namjoon lainnya yang tak pernah berhenti membuat Seokjin terkejut.
Jika dipikir-pikir lagi, keanehan Namjoon ini sebenarnya karena Seokjin juga. Anggap
Seokjin kepedean dan berpikir kalau Namjoon melakukan hal-hal diluar kebiasaan adalah karena ingin menarik perhatian Seokjin.Namjoon yang tak pernah memakai pakaian panjang bahkan saat musim dingin,
menolak jaket Hoseok tapi memilih meminjam punya Seokjin. Kemudian Namjoon yang beberapa kali membeli minuman manis tapi berakhir memberikan seluruhnya untuk Seokjin. Terlalu membuang-buang uang melihat bagaimana Namjoon membeli semua itu tapi tak pernah diminum sama sekali.Pun jauh sebelum itu, Namjoon sampai harus membuat kesepakatan dengan Seokjin
soal kebiasaannya yang suka berpesta sampai pagi bersama teman-teman. Seokjin yakin sekali kebiasaan mabuknya yang membuat si Namjoon, pembenci keramaian pesta, harus rela datang hanya karena Seokjin mengajaknya.Kalau saat itu mereka sudah berpacaran, Seokjin pasti akan mati kesenangan melihat
betapa romantisnya Namjoon.Ah, iya. Ada satu hal yang lupa Seokjin tanyakan. Dia sudah lama ingin bertanya, tapi lupa terus saking banyaknya hal yang terjadi di saat dan setelah liburan. Namjoon juga sama sekali tidak membahasnya di dalam naskah. Sepertinya tidak terlalu penting sampai terlewatkan begitu saja.
![](https://img.wattpad.com/cover/298593457-288-k396224.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Alphabet
FanfictionSeokjin punya teman sekelas yang aneh namanya Kim Namjoon. Mereka sama sekali tak punya kesamaan kecuali jenis kelamin. Seokjin akan sebutkan perbedaannya dari A sampai Z tentang Namjoon. alpakakoala, 2022