-J-

1K 156 3
                                    

Seokjin dan Namjoon akhirnya sampai di stasiun Daegu. Mereka berdua disambut Miguk yang langsung berlari, memeluk erat Seokjin, dan melompat sampai Seokjin harus menahan badannya dengan cara digendong. Namjoon yang berdiri di samping Seokjin sampai tersenyum lebar, lucu melihat kedekatan Seokjin dengan sepupunya itu.

“Hyung ini temanmu?” tanya Miguk saat melihat Namjoon yang sejak tadi hanya menatap mereka dengan senyum canggung.

“Iya. Dia yang kuceritakan padamu waktu itu. Sapa dia, Guk-ah” jawab Seokjin sambil menarik sikut Namjoon untuk mendekat. Namjoon sebenarnya penasaran ingin bertanya perihal jawaban Seokjin, cerita apa yang dia ceritakan pada sepupunya ini, tapi temannya itu terlampau semangat memperkenalkannya pada si sepupu.

Namjoon terkejut saat mendengar Miguk dengan lantang menyapa sambil membungkukkan badan dalam-dalam. “Perkenalkan, aku Kim Miguk. Boleh aku memanggilmu Namjoon hyung dengan sebutan hyung?”

“O-oke, silahkan. Namamu Miguk? Seokjin tadi membicarakanmu di bus.” Namjoon yang masih kaget pun tanpa sadar mengangguk dan memaksakan senyumnya yang terlihat lebih canggung dari sebelumnya.

“Oke! Kalau begitu, Seokjin hyung, Namjoon hyung, haruskah kita pergi sekarang? Nenek menyuruhku untuk langsung membawa kalian pulang begitu sampai di sini,” kata Miguk lalu mengangkat tas tangan Seokjin.

“Oh ya? Nenek memangnya di rumah?” tanya Seokjin mengerjap.

“Tidak,” Miguk menggeleng. “Nenek menyuruhku segera membawa kalian pulang agar aku bisa segera kembali ke kedai dan membantu beliau. Ada sekelompok turis yang datang hari ini, jadi sekarang kedai sedang sibuk sekali, hyung,” jelas Miguk sambil berjalan menuju mobil keluarganya yang terparkir tak jauh dari stasiun.

Seokjin yang mengekor di belakang, pun mengernyitkan dahi. “Yeon memangnya kemana?”

“Di kedai juga, hyung. Yeon membawa temannya juga untuk bantu-bantu di kedai,” jawab Miguk sembari menutup pintu bagasi setelah meletakkan tas Seokjin ke dalamnya. “Kau tahu? Temannya itu cekatan sekali. Kurasa nenek akan merekrutnya sebagai paruh waktu nanti.”

“Seramai itu? Aku ikut bantu juga, deh.”

Namjoon pun ikut mengajukan diri untuk membantu dengan menganggukkan kepalanya. Keluarga Seokjin pasti butuh banyak tenaga lebih untuk mengatur seluruhkedai yang tak biasanya sangat ramai itu. Namun, kekhawatiran mereka berdua malah dibalas dengan gelengan.

“Karena tahu hyung akan bereaksi seperti ini, nenek melarang kalian untuk datang hari ini. Jadi, hyung berdua di rumah saja dan beristirahat.” Miguk tersenyum lebar pada Namjoon dan Seokjin yang duduk di kursi tengah mobil. Lalu dia menyalakan mesin mobil dan meninggalkan area stasiun menuju rumah nenek Seokjin.

Kalau sudah diberi mandat seperti itu, Seokjin hanya bisa menurut. Seokjin juga tak
mau berakhir dipukuli neneknya karena menentang perintahnya itu. Sang nenek dan
keras kepalanya itu tidak ada yang bisa membantah sama sekali.

“Aku akan menjemput hyung kalau kedai sudah tak terlalu ramai,” kata Miguk begitu
mereka sampai di depan rumah nenek Seokjin. Mereka yang berada di dalam mobil pun segera turun dengan Miguk yang mengambilkan tas pakaian Seokjin dari dalam bagasi.

Miguk langsung pamit pergi dengan mobilnya, meninggalkan sang pemilik rumah dengan tamunya.

“Aku jadi khawatir dengan nenekmu, Jin,” kata Namjoon di belakang Seokjin yang
sedang membuka pintu rumah.

“Mau bagaimana lagi? Kalau beliau sudah melarang meski dia tahu dirinya kerepotan,
tidak ada alasan untuk orang lain menentangnya. Beliau bisa marah dan membuat keadaan semakin kacau kalau kita tetap pergi ke sana, Joon. Bisa dibilang… nenekku itu sangat keras kepala. Beliau juga tak mau terlihat lemah dan selalu berusaha
mengerjakan semuanya sendiri.” Seokjin melanjutkan ucapannya sembari masuk ke
dalam rumah.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang