Jari Hoseok sama sekali tak cukup untuk menghitung sudah berapa kali Seokjin beradu argumen dengan Namjoon hari ini. Sikap mereka yang seperti ini berhasil membuat tukang kurir yang datang untuk mengangkat barang-barang, tetangga sebelah apartemen yang tak sengaja lewat di depan pintu dan hendak menyapa mereka, dan juga Yoongi yang ikut membantu, merasa khawatir melihat mereka berdua. Hoseok sama sekali tak masalah, mengingat waktu yang sudah dia habiskan menjadi penonton mereka. Tapi, bukankah aneh kalau dia yang khawatir para tetangga akan menganggap mereka adalah pasangan toxic yang tak pernah akur?
“Apa mereka baik-baik saja?” tanya seorang ibu muda yang berhenti di depan pintu apartemen yang terbuka, agak terkejut ketika mendengar suara Namjoon dan Seokjin yang sedang ‘bertengkar’ dengan suara agak tinggi.
Hoseok menanggapi dengan tawa canggungnya. “Mereka baik. Hehe. Tolong abaikan mereka jika nanti anda melihat mereka sedang bicara di luar. Mereka tidak bertengkar, hanya…” Hoseok mengangkat bahu. “… berusaha mengakrabkan diri satu sama lain. Begitulah.”
Setelah mengucapkan selamat tinggal dengan ramah dan senyum cerah, Hoseok pun menghela napas panjang dengan bahunya yang turun, lalu masuk ke dalam rumah untuk melihat hal apa lagi yang sedang diributkan si pemilik rumah.
Di dalam Hoseok bertemu Yoongi yang duduk di kursi makan, menolehkan kepalanya yang mendongak, tak mengatakan apa-apa dan kembali menoleh ke arah dua manusia di depan mereka. Memberi tanda pada Hoseok dengan helaan napasnya bahwa tontonan komedi harian mereka sudah dimulai lagi. Hoseok pun berdiri di samping Yoongi dengan sebelah tangan merangkul bahu.
Iya. Pertengkaran Seokjin dan Namjoon itu lebih mirip cerita komedi murahan. Tidak lucu sama sekali, tapi akan jadi lucu jika dipikirkan lagi.
“Apa kubilang tadi? Seharusnya kita lebih banyak membeli seprai daripada bantal, Joon.” Ini Seokjin yang keluar dari kamar dengan kardus berisi plastik yang awalnya entah untuk membungkus apa.
“Tapi, aku pernah baca kalau rumah penuh bantal itu akan terlihat lebih nyaman daripada sedikit.” Lalu Namjoon ikut keluar dengan ponsel di tangan.
“Bantal sofa, Joon. Bukan bantal tidur. Lagipula empat bantal tidur sudah cukup. Tidak perlu sampai punya enam buah. Apa menurutmu punya banyak bantal lebih baik daripada lebih banyak seprai?” Seokjin berkacak pinggang setelah menjatuhkan kardus di sisi sebelah kakinya.
Namjoon terdiam, tampak berpikir sejenak sambil menjepit dagunya dengan ibu jari dan telunjuk. “Kau benar. Kita seharusnya punya banyak seprai. Kalau begitu, aku akan memesan beberapa lagi sekarang,” jawab Namjoon dengan ekspresi seriusnya.
“Iya. Pesan beberapa lagi. Setelah itu pesan makan siang untuk kita berempat.” Seokjin kembali mengambil kardus tadi lalu memindahkannya ke sudut ruangan dekat pintu masuk dan berbelok ke dapur.
Namjoon mengangguk-angguk di depan ponselnya, patuh dengan ucapan Seokjin. Dia pun mengangkat kepalanya ke arah Hoseok dan Yoongi. “Kalian ingin makan apa? Jajangmyeon dan tangsuyuk?” tanyanya.
“Sudah berapa lama kalian berdebat hanya karena seprai dan bantal?” tanya Yoongi terkesan tapi tanpa ekspresi seperti biasa.
“…lima belas menit.”
“Apa itu penting?” Yoongi bertanya lagi.
“Kalian seperti pasangan baru menikah, ya.” Hoseok buru-buru mengalihkan topik dengan kalimatnya dan tawa canggung yang dipaksakan. “Pasti menyenangkan bisa mendekorasi rumah kecil kalian bersama-sama. Aku jadi ingin juga.”
Hoseok sontak menyesal dan pura-pura tak melihat Yoongi yang kini menatapnya tajam, menentang keinginan Hoseok lewat matanya.
“Tentu saja penting. Kami berdua tak mungkin pakai seprai yang sama setiap minggu. Lebih baik punya banyak untuk jaga-jaga. Oh ya, kalian ingin makan apa? Jjampong atau jajangmyeon?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Alphabet
FanficSeokjin punya teman sekelas yang aneh namanya Kim Namjoon. Mereka sama sekali tak punya kesamaan kecuali jenis kelamin. Seokjin akan sebutkan perbedaannya dari A sampai Z tentang Namjoon. alpakakoala, 2022