-O-

908 136 4
                                    

Entah apa yang terjadi saat liburan, dua manusia yang sejak awal kuliah selalu memusingkan Hoseok, kini tak saling sapa dan bicara. Sebuah pemandangan langka melihat mereka hanya saling memperhatikan dalam diam tapi tak saling tatap. Mereka masih saling memberikan makanan dan minuman yang dibeli dari mesin penjual tanpa bertanya apakah mau atau tidak. Pun mereka hanya saling mengeluarkan dan mengambil buku dari dalam tas tanpa bicara satu sama lain sebelum diambil oleh salah satunya. Seolah tahu kalau mereka membutuhkan catatan yang ada di dalamnya.

Iya. Aneh memang. Tapi Namjoon dan Seokjin telah melakukan itu selama dua hari penuh.

Sejak awal, keanehan mereka memang tidak pernah ada habisnya di mata teman-teman. Tapi, mereka bisa memakluminya karena itulah cara Namjoon dan Seokjin berteman. Toh, mereka juga tidak berakhir saling adu jotos meski perdebatan selalu diwarnai dengan mata saling melotot.

Tapi, yang ini sama sekali tidak bisa dimaklumi.

Sejak liburan berakhir dua hari yang lalu, secara mengejutkan kelas tidak berisik dengan celoteh mereka yang beradu pendapat. Mereka berdua hanya duduk bersebelahan. Tak bicara, pun tak menoleh sama sekali. Yang sibuk di antara mereka hanyalah tangan yang saling menggeser dan mengambil sesuatu. Entah Namjoon yang mengambil, atau Seokjin yang menggeser. Hoseok, dan teman-teman, yakin kalau itu cara baru mereka dalam ‘berkomunikasi’.

Saat berjalan menuju kelas berikutnya mereka juga tidak bicara apa-apa. Seperti raga mereka saja yang di sana, tapi tidak dengan nyawa dan pikirannya.

Hoseok yakin ada yang terjadi pada mereka saat liburan kemarin. Dia yakin sekali.

Bukannya mau menyombong. Tapi, rasanya Hoseok tahu apa yang terjadi pada mereka berdua. Kalau bukan Namjoon yang menyatakan perasaannya saat liburan, bisa jadi Seokjin yang mengaku kalau dia sedang pacaran dengan seseorang.

“Aku ingin cerita,” ujar Hoseok yang mengambil tempat duduk di sebelah Namjoon sembari menggeser Americano dingin di depan meja temannya.

“Dan ini sogokan agar aku mendengarkanmu.”

Namjoon mengangkat Americano itu dan santai menyisip isinya dengan ekspresi tak tahu malunya. Hoseok tentu tak peduli dan hanya tersenyum mendengus sambil menumpu sebelah pipinya dengan telapak tangan.

“Aku dan Yoongi sudah pacaran.”

Namjoon serta merta menyembur kopinya ke wajah Hoseok yang dengan sigap
membuat tameng dengan kedua lengannya. Tak jauh berbeda dengan Seokjin yang
langsung menoleh dengan mata membulat lebar. Total terkejut sampai mulutnya
menganga lebar. Namjoon sampai harus menutup rahangnya sebelum kembali
memusatkan perhatiannya lagi pada Hoseok.

“Ceritakan.”

Senyum Hoseok sontak mengembang sampai ke telinga. Ternyata mudah sekali menarik perhatian dua orang yang sama sekali tak pernah perhatian dengan kehidupan orang lain.

Ya, wajar, sih.

Yang mereka pedulikan selama ini ‘kan hanya satu sama lain. Tidak ada lagi. Hanya
berdua.

“Semuanya terjadi saat liburan,” mulai Hoseok. “Kami menghabiskan banyak hari
selama hari libur itu. Entah kami yang pergi ke bioskop dan berjalan-jalan di sekitar
kota. Entah kami yang hanya bermalas-malasan seharian di rental buku sembari mencoba makanan di tempat itu satu persatu. Pun kami yang sampai memutuskan pergi ke Gwangju selama beberapa hari.”

“Kemudian di hari apa kau menembaknya, Seok?” tanya Seokjin yang tiba-tiba
mencondongkan kepalanya ke bahu Namjoon.

Hoseok yang melihat tingkah Seokjin yang tiba-tiba berdehem dan memundurkan
kepalanya sedikit dari bahu Namjoon, dan Namjoon yang membatu kaku ketika Seokjin
memajukan kepalanya, membuat Hoseok curiga.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang