-S-

873 131 15
                                    

Mengenal Namjoon dan berakhir mengencaninya sebenarnya tak sama sekali membawa cerita baru.

Namjoon yang Seokjin kenal memiliki banyak sekali keanehan, akan terus terlihat aneh di mata Seokjin. Keanehannya itu sampai membuat Seokjin tertawa mendengus dan geleng-geleng memaklumi kelakukannya.

Contohnya, seperti ketika Namjoon mendedikasikan dirinya untuk menjadi penulis drama selanjutnya.

Pun topik drama yang sedang Namjoon garap adalah kisah percintaan mereka yang punya nilai nol besar dalam aspek romantisme.

“Sudah kubilang naskahmu itu hanya akan berisi perdebatan kita yang tak akan ada habisnya. Pun sekarang kita masih berdebat lagi untuk hal yang tak penting.” Seokjin sebenarnya lelah sampai pasrah mengingatkan Namjoon soal keinginannya yang perlu dirubah.

Bukan. Bukan keinginannya yang menjadi penulis yang harus dirubah. Tapi, keinginannya untuk menceritakan kisah mereka ke dalam naskah drama yang perlu dipikirkan kembali.

Namjoon yang sedang fokus mengetik di depan laptop sampai berhenti dan menoleh. Pun menaikkan kacamatanya ke atas kepala.

“Sayang. Coba dengarkan aku. Mungkin menurutmu hubungan kita memang tidak menarik dan terkesan toxic karena terlalu sering bertengkar. Bukan, berdebat lebih tepatnya. Tapi, apa perdebatan kita pernah membuat kita berjauhan? Lihat kita sekarang. Hasil perdebatan kita membawa ke hubungan yang lebih serius dari sebelumnya.”

“Tidak. Kau salah. Terkadang aku ingin membuangmu ke laut Daegu atau sungai Han sekalian agar tak ada lagi yang menggangguku.”

Namjoon tahu Seokjin sedang bercanda, tapi ekspresinya terlampau serius untuk dianggap sebagai candaan.

“Leluconmu bagus sekali,” puji Namjoon sembari memaksakan tawa. “Pokoknya, cerita ini sudah kugambarkan dengan baik bagaimana harus menyampaikannya. Cerita ini tidak akan banyak gerakan, selain kau yang memukulku dan aku yang berusaha bertahan.”

Tahu akan dipukul, Namjoon langsung membuat perisai tangan di depan wajahnya ketika Seokjin memelototinya. Pun tahu akan kena pukul, Namjoon malah tak pernahberhenti meledeki Seokjin dan selalu punya cara di kepalanya. Mengagumkan melihat kekeras kepalanya yang entah dimana garis akhirnya.

“Kembalilah menulis.” Seokjin berakhir hanya menghela napas dan kembali menoleh ke buku di depan mata.

Namjoon pun tersenyum, terlampau senang karena dia lagi-lagi ‘menang’ atas
perdebatan mereka yang berakhir tanpa adanya rasa sakit di atas kulit. Namun, bukan berarti Namjoon akan berhenti sampai di situ. Dia akan melakukan sesuatu lagi yang bisa membuat Seokjin kesal seperti biasa sambil berusaha membalas dendam.

Contohnya, Namjoon yang tiba-tiba mengecup pipi Seokjin dengan cepat setelah lima detik tidak saling bicara. Setelah itu Namjoon langsung bangkit dari kursinya dan berlari secepat mungkin menghindari amukan Seokjin.

“KIM NAMJOON SIALAN!!! KEMARI KAU!!!”

Mereka harusnya tidak membuat kegaduhan di dalam perpustakaan atau mereka akan
berakhir diusir petugas yang kini memelototi mereka dari balik kacamata.

“Kalian bisakah cari tempat lain untuk berpacaran selain di perpustakaan?”

Bukan. Ini bukan petugas perpus yang memprotesi mereka tentang kegaduhan yang entah sudah berapa kali mereka buat di dalam ruangan yang tenang dan sakral itu. Ini adalah kalimat Hoseok yang protes karena entah kenapa selalu kebetulan bisa
menyaksikan kebodohan mereka yang menggema di seluruh ruang perpustakaan.

“Serius. Aku yakin sebentar lagi Dongjun hyung akan memasang pengumuman soal
larangan kalian datang ke sana, plus dengan gambar wajahnya.”

Hoseok sudah seperti orang tua yang selalu memarahi mereka berdua. Bahkan sebelum
dan setelah mereka berpacaran. Hoseok akan selalu maju paling depan mempertanyakan batas hubungan mereka yang terkadang terlampau mencurigakan
untuk jadi konsumsi umum.

AlphabetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang