15 | Trust

1.9K 308 40
                                    


15 | Trust


HINATA memasuki kamar setelah Naruto membuka kenop pintu dan mempersilahkannya masuk. Wanita bersurai indigo itu langsung melempar tas ke ranjang dan duduk di tepinya, ia memegang kepala karena merasa pening dan tidak habis pikir jika pembicaraan di meja makan malah seperti pembicaraan antara cucu dengan Kakek dan Neneknya. Naruto melihat bagaimana ekspresi istrinya yang terlihat masih shock, apalagi ketika wanita itu mengatakan jika Nenek Aru adalah Nyonya Ciara sendiri. Naruto tidak tahu jika Nyonya Ciara memiliki siasat aneh seperti itu untuk menguji kesopanan menantu Namikaze. Cara yang sama sekali tidak pernah terpikirkan. Persis seperti tingkah aneh Ibunya, Kushina.

"Baru satu hari, tapi aku sudah tidak betah." Tutur Hinata, Naruto terkekeh dan melonggarkan dasi dan melepaskannya.

"Kau terlihat cukup akrab dengan Nenek Cia, mengapa tidak betah?" Naruto melepas rompi kemejanya, begitupula mulai melepaskan jam di tangannya. Ia menyugar surai pirangnya lalu mulai duduk di sebelah istrinya yang tampak memasang wajah lelah.

"Memang jadi akrab, tapi aku malu mengingat jika Nenek Aru———maksudku Nyonya Ciara sampai menyentuh kakiku dan memijatnya! Astaga! Mengapa banyak sekali skenario tidak masuk akal di sekitar kita?! Aku benar-benar merasa tidak sopan! Kau paham kan maksudku?"

Naruto tersenyum lalu menepuk pelan kepala Hinata dan mengangguk. "Nenek Cia memang sedikit unik, dia memiliki cara tersendiri dalam menilai tamunya. Aku sudah bilang kan dia itu selektif? Pembicaraan di meja makan tadi juga cukup menyenangkan. Bahkan dia kagum padamu," Naruto menenangkan dengan kata-katanya.

Hinata mengerucutkan bibirnya. Nyonya Ciara memang terlihat nyaman berbicara dengannya, kata-katanya juga sangat bersahabat. Meski matanya tidak lepas dari penilaian, Nyonya Ciara bahkan mengomentari pakaian sederhananya. Wanita sepuh itu berkata penampilan Hinata tidak nyentrik dan berlebihan seperti designer pada umumnya yang suka sekali bereksperimen dengan tubuhnya sendiri sebagai contoh mode atau ciri khas yang dimiliki setiap designer.

Sejujurnya, Hinata memang tidak suka pakaian nyentrik atau sesuatu yang mencolok meski ia seorang designer. Sejak kuliah, Hinata lebih suka memerhatikan sesuatu yang sederhana namun tampak mewah dan mahal. Tidak perlu banyak aksen yang berlebihan untuk menilai suatu barang terlihat mewah dan berkelas. Cukup sentuhan manis dan elegan, pakaian akan menjadi sangat bernilai untuk pemiliknya.

"Kukira mereka akan sangat menyeramkan, maksudku, aku juga membaca artikel tentang mereka di internet. Nyonya Ciara dan Tuan Gustav begitu defensif pada lawan bicara, aku melihatnya di berbagai wawancara mereka dengan stasiun tv. Di tambah, aku memiliki profil designer yang belum terlalu memumpuni, hanya beberapa designerku yang mampu naik ke media, sisahnya skandalku yang menolak menikah dan sikap burukku———"

Naruto mengehentikan Hinata berbicara dengan menyentuh bibirnya dengan telunjuk. "Kau mulai cerewet lagi. Kau itu memang secerewet ini kah?" Wajah Naruto mendekat hingga hanya berjarak beberapa jengkal dengan wajah Hinata. Mata biru lelaki itu yang berjarak sangat dekat membuat Hinata sulit menelan ludahnya.

Hinata kontan mendorong dada Naruto yang seolah memangkas jarang diantara mereka.

"Singkirkan tanganmu!"

Naruto terbahak, pipi Hinata sedikit merona dan itu tampak jelas terlihat dari kulitnya yang seputih kertas.

"Saat bertemu denganmu, kau itu bahkan lebih menyeramkan dari Nyonya Ciara dan Tuan Gustav tahu. Kata-katamu pedas, ringan tangan, suka menginjak kakiku sembarangan dan lebih parahnya lagi kau itu merepotkan. Kupikir kau setidaknya lebih simple dari perempuan lain, ternyata kau rumit juga ya." Tutur Naruto jujur.

SUPERNOVA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang