16 | Troubled Night
BERKUMPUL dengan teman, hampir selalu bukan opsi yang Hinata pilih ketika pergi ke suatu tempat yang jauh. Ia bukan wanita yang gemar bercengkrama, kesehariannya semasa muda hanya menggeluti yang ia suka saja. Namun, karena di Milan ia bersama dengan Naruto. Yang artinya bersama lelaki itu bisa saja hanya membuat darahnya naik dan tingkah lelaki itu yang selalu berpusat pada I-padnya membuat Hinata merasa diabaikan hampir sepanjang waktu. Tinggal beberapa hari di Milan saja terasa seperti satu tahun menetap, asap kaldu ramen di Jepang sudah sangat ia rindukan.
Bayangan Hinata mengenai Milan sedikit agak melenceng, ia malah membayangkan kota yang indah seperti Switzerland. Tapi bukan berarti Milan tidak indah, kota ini cukup unik dengan jalur kendaraan yang sempit, tidak adanya jalur alternatif penyebarangan pejalan kaki, hanya ada zebra cross dan mungkin tidak ada juga jalan pemisah antara pengguna sepeda dan kendaraan beroda empat. Jalan di Milan seperti tidak dibiarkan berkembang begitu pesat dan menariknya, Milan masih memiliki unit transportasi Trem. Yaitu kereta yang melaju di tengah kota, berbaur dengan pejalan kaki.
Terlihat sebagai kota yang sibuk, namun tidak sembrono. Hampir seluruh pengendara melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan karena akses jalan yang sempit. Katanya, akses jalan dibuat sempit untuk menghindari angka kecelakaan akibat penggunaan jalan raya. Ya Hinata juga tahu, di negaranya sendiri akses jalan di buat begitu beragam. Ada akses bawah tanah, khusus pejalan kaki, khusus sepeda dan khusus roda empat dan semacamnya. Hal itu membuat sebagian pengendara merendahkan kewaspadaan mereka dan melakukan perjalanan dengan kecepatan diatas rata-rata karena pemilihan akses khusus seperti itu. Hinata bukan pengamat jalan, namun sepertinya luasnya akses kendaraan khusus menurunkan tingkat kewaspadaan berkendara.
Hinata memilih distrik Navigli sebagai tempat pertemuannya dengan Ino, ia menaiki taksi untuk menuju ke tempat dimana pusat keramaian terjadi. Ia tak memilih siapapun untuk mengawasi, pergi sendirian seperti ini mengingatkannya saat menjadi mahasiswi di Perancis, dimana paginya ia berjalan-jalan melewati jalanan dengan sepeda, mampir di toko roti yang ia bungkus dengan plastik kertas, menikmati kopi di kafe diantara jalanan luar sekaligus membaca buku. Akhir pekan ia juga akan memasak hanya untuk piknik menikmati danau dan angsa di atasnya.
Jepang juga tak kalah tenang, tapi Perancis selalu memiliki hal yang membekas di ingatannya. Dimana sepasang kekasih akan tak segan mencium bibir satu sama lain, entah saat sedang makan es krim, membaca koran, mereka akan mengakhiri temu dengan kecup bibir. Pemandangan yang sampai saat ini tak pernah Hinata alami meski tinggal selama tiga koma lima tahun di Perancis.
Saat sampai di distrik Navigli, Hinata berjalan-jalan melihat sekitar, banyak rak pakaian vintage dan toko barang-barang antik, melihat-lihat kabel telepon retro, deretan furnitur art deco yang serampangan.
Hinata memilih memasuki kafe yang cerobong asapnya mengepul, ketika pintu kafe di dorong terdengar bunyi lonceng. Pelayan yang berdiri di meja kasir langsung tersenyum lebar ke arahnya, serupa menyambut teman lama.
"Boleh aku menunggu teman dulu baru memesan?" Hinata bertanya sangsi, sang pelayan memberikan jempolnya dan berlalu pergi ke pantry. Hinata mengecek ponsel dan memberitahu temannya bahwa ia berada di cafe di dekat distrik Navigli, dimana berhadapan langsung dengan kanal yang indah. Dari tempatnya duduk, Hinata dapat melihat air jernih di kanal dan para pemburu barang retro.
Hinata serupa terjebak pula di kota penyihir.
"Hinata!" Hinata melihat Ino melambaikan tangannya, wanita itu tampak simple dengan hanya mengenakan blazer dan boyfriend jeans. Hinata ikut melambai, namun matanya agak menyipit heran ketika menemukan wanita yang ikut menyapanya sedikit membungkuk. Wanita bersurai pirang pucat dengan poni tengahnya itu tersenyum, wanita yang terlihat ramah itu mengenakan midi dress dengan stocking hitam juga sepatu loafers, terlihat seperti remaja British dan jangan lupakan tas selempang kulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPERNOVA [END]
RomanceMenurut Naruto, Hinata tidak lebih dari wanita menyebalkan yang selalu merepotkan perihal estetika. Menurut Hinata, Naruto tidak lebih dari lelaki work holic yang kinerja hidupnya mirip seperti robot. Pertentangan ke duanya seperti ledakan di angkas...