30 | Cracked
"HINATA kemana?" Naruto bertanya pada pelayan ketika tak menemukan batang hidung isterinya di rumah, tadi pagi juga wanita itu berangkat lebih dulu tanpa sempat Naruto lihat, meski ia sudah larut untuk sampai rumah dan menanyakan keberadaan istrinya itu. Seharusnya Hinata ada di kamar, tetapi pintu itu terbuka sedikit sehingga Naruto membukanya dan tak menemukan keberadaan wanita itu.
"Nyonya muda tak mengatakan apapun Tuan." Jawab pelayan, Naruto mengangguk paham dan tak memusingkan hal itu sejenak karena mungkin saja Hinata memang berada di luar untuk kesibukannya yang padat. Sangat biasa mendapati wanita itu sesekali menghilang, meski Naruto akan berakhir mencari kabarnya dengan bertanya pada Moegi atau Shikamaru yang biasanya masih mengawasi. Untuk kali ini, ada baiknya ia tak melihat Hinata, Naruto tak ingin ada pembahasan perihal perpisahan lagi.
Naruto memilih masuk ke kamarnya dan istirahat. Lelaki berambut pirang itu kemudian bangun ke esokkan paginya dengan sarapan sendirian, Hinata tidak ada di meja makan. Begitu seterusnya hingga tiga hari terlewat, Naruto mulai bertanya pada Moegi kemana Hinata pergi. Sebab tak biasanya wanita itu tidak pulang, seharusnya ia setidaknya mendapatkan sejumput kabar. Bayangan Toneri tiba-tiba muncul di benaknya, lelaki itu tak terdengar lagi kabarnya, meski itu karena dirinya melepaskan pengawasan setelah pagelaran selesai.
Mungkin lelaki berambut perak itu sudah terbang lagi ke Paris tanpa ia ketahui.
Naruto memilih menelepon Moegi.
"Istriku ada di kantor?" Naruto tak mengawali salam, langsung menyerobot penasaran.
"Ada Naruto-sama."
Naruto bernapas lega. "Syukurlah, keadaanya baik-baik saja?"
"Baik-baik saja, Naruto-sama."
Naruto tersenyum lembut. "Sedang apa istriku?"
"Makan burger Naruto-sama."
Naruto tergelak kecil. Hinata sepertinya memang menggilai rasa roti lapis daging itu, sampai menjadikannya sebagai makan siang. Lain kali Naruto akan merekomendasikan tempat makan dengan pilihan burger terenak.
"Dia tak mengkhawatirkan berat badannya? Bilang padanya, dia bisa semakin gendut dengan makanan tidak sehat itu. Larang sesekali." Naruto tersenyum memandang sarapan di piringnya, ketika membicarakan perubahan mood wanita itu yang sangat jomplang, Naruto jadi merindukannya. Andai saja, interaksi ringan di ruang tv waktu itu bisa ia lewati setiap hari. Mungkin akan sangat menyenangkan hari-harinya.
Moegi terdiam beberapa saat di sebrang dan itu terasa aneh menurut Naruto. Asisten istrinya itu biasanya sangat berisik dan begitu heboh untuk menjelaskan sesuatu yang bahkan Naruto tidak tanyakan.
"Moegi?"
"Baik Naruto-sama, aku izin menutup teleponnya. Hinata-san memanggilku." Naruto mengangguk mendengar izin dari Moegi dan bergumam mengiyakan, sambungan kemudian terputus dan menyisahkan keheningan. Naruto memandang jenuh ponselnya yang sepi, Hinata tak pernah sekalipun menanyakan dirinya atau basa-basi. Apakah akan terus seperti ini kondisi pernikahannya? Naruto terkadang merenung sesekali, merasa ingin sekali perubahan yang berarti terjadi diantara ia dan Hinata. Tetapi ia terlalu berharap besar pada permainan yang ia buat sendiri.
***
"Mom, seriously?"
" Yes of course, it's an easy, dear."
Shion tergelak mendengar bagaimana Ibunya berperan besar dalam rencana yang tengah ia susun untuk menghancurkan kehidupan seorang Hyuuga Hinata. Ibunya juga sama muaknya dengan Hinata karena hampir semua majalah yang bertebaran di toko adalah tentang keberhasilan seorang designer itu. Ibunya yang berperan menelepon nomor pribadi Hinata dan mengarahkan lokasi yang di tempati Naruto dan Shion untuk membicarakan bisnis yang tengah mereka geluti bersama. Sungguh, Shion tidak berekspektasi akan bantuan yang Ibunya lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUPERNOVA [END]
RomansaMenurut Naruto, Hinata tidak lebih dari wanita menyebalkan yang selalu merepotkan perihal estetika. Menurut Hinata, Naruto tidak lebih dari lelaki work holic yang kinerja hidupnya mirip seperti robot. Pertentangan ke duanya seperti ledakan di angkas...