18 | Pengusik

1.9K 289 65
                                    

18 | Pengusik

SEBELUM dirinya pergi menuju kantor untuk menjalani aktivitasnya, Hinata menelepon pihak kebersihan untuk membersihkan apartementnya yang agak berdebu. Menurut jadwal yang telah dipersiapkan Moegi, hari ini adalah jadwalnya untuk bertemu model emas yang akan menjadi mitra kerja samanya. Hinata memandang pantulan penampilannya di cermin, ia masih bernampilan elegan dan simpel seperti biasanya. Namun, ia memberikan sentuhan berbeda pada warna lipstik di bibirnya, ia ingin terlihat lebih lembut. Biasanya untuk make-up ke kantor, ia lebih suka memoleskan make-up western yang lebih terkesan tajam dan tegas.

Namun, bertemu the king of winter akan menjadi alasan Hinata mengubah gaya make-upnya sementara. Ia harus menyesuaikan karakter tamunya baik dari segi first impression ataupun gaya pakaiannya, memberikan kesan yang baik adalah tujuannya. Hinata tersenyum ke arah cermin.

"I got you, Toneri-san." Tutur Hinata yakin. Setelah menelepon pihak kebersihan, Hinata keluar dari apartementnya. Ia melangkah menuju lift, ponselnya berdering di tas selempangnya. Hinata merogoh dan terpampang Ibu mertuanya menelepon.

Hinata menghela napas. Tiba-tiba mood pagi ini menjadi berantakan, sebab ketika melihat Ibu mertuanya menelepon, pikirannya seketika jatuh pada sosok Naruto. Hinata bahkan enggan menyebutnya sebagai suami lagi.

Hinata menekan tombol hijau, berusaha menyahut dengan nada suaranya yang menyenangkan.

"Menantuku! Kau sudah pulang?"

"Hallo, Mami. Yaaa, aku sudah pulang. Mami ada apa menelepon?" Hinata menggigit bibirnya gelisah, terdengar bunyi jika Ibu mertuanya tengah memerintah beberapa pelayan untuk menyiapkan makanan.

Hinata menekan tombol lift untuk ke lantai basement, dimana mobilnya ada di sana.

"Kau dimana Nak? Mami kerumah, kata pelayan kau belum pulang. Mami sudah telepon Ibumu, katanya kau juga tidak di sana?"

Tubuh Hinata membeku seketika. "Ano.. Ano.. aku, di apartementku Mami.. rencananya aku ingin mengambil barang-barangku yang tertinggal.." Hinata menepuk pelan jidatnya, betapa sebalnya ia pada Naruto hingga melupakan fakta bahwa lelaki itu memiliki Ibu yang begitu tidak tertebak dan bertindak begitu mendominasi di kehidupan pernikahannya. Jika saja ia dan Naruto betul-betul menikah atas dasar cinta, memiliki Ibu mertua seperti Kushina adalah anugrah. Tetapi, masalahnya kehidupan pernikahan mereka adalah palsu. Maka memiliki Kushina adalah kecelakaan besar.

"Oooh begitu. Naruto juga di sana?" Kushina bertanya lagi, Hinata memejamkan sekejap matanya.

"Tidak Mami, Naruto masih di Milan."

"Mengurus bisnis lagi?"

"Ya ... Katanya masih banyak yang harus di urus." Tutur Hinata, liftnya sudah terbuka menampilkan basementnya. Hinata merogoh kunci mobilnya di tas, seraya telepon yang masih tersambung.

"Haesh anak itu! Jadi kau pulang sendirian? Naruto benar-benar tidak punya etika! Menyuruh istrinya pulang duluan!" Kushina mencak-mencak, Hinata menekan tombol di kunci hingga mobilnya berkedip menunjukan posisinya berada.

"Tak apa Mami, aku juga banyak pekerjaan. Satu bulan atau dua bulan ke depan, aku launching fashionku, jadi kami sama-sama sibuk." Hinata memasuki mobilnya dan duduk di kemudi, ia menghela napas pelan.

SUPERNOVA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang