Ini soal waktu, lama-lama akan terbiasa.
Astra mendelik tajam menatap sahabatnya yang sangat berisik.
“Berisik lo virtual!” ujar Astra menatap Lyra yang sedang vidio call dengan pacarnya.
Lyra menatap Astra sinis lalu tersenyum mengejek “sirik aja lo, yang gak dikasih kepastian!”
Astra mendengus “sialan lo!” ucap Astra lalu berdiri meninggalkan kantin dan Lyra yang sedang asik bercanda dengan pacarnya.
Astra berjalan di koridor, sambil memegang roti dan susu kotak di tangannya.
Kemana lagi jika tidak menemui Bima. Astra masih saja tidak kapok.
“Semangat Ra! Selagi Bima masih sendiri lo masih ada peluang!” ucap Astra menyemangati dirinya sendiri.
Astra melanjutkan langkahnya, berjalan dengan senyum yang tak luntur dari bibirnya.
“Gak mau mundur?” ucap seseorang yang berada di belakang Astra.
Astra menoleh kebelakang menatap siapa yang berbicara seperti itu dengannya.
Astra menatap sinis ke arah siswi yang ia kenal sebagai sepupu Galaksi.
“Gue cuma bantu nyadarin lo,” ucap Zila menatap Astra dengan senyum tipisnya.
“Gak usah gila urusan, urus diri lo sendiri!” ucap Astra lalu hendak pergi.
“Astra lovania, sadar jangan mengejar orang yang sulit untuk lo gapai.” ucap Zila lalu meninggalkan Astra yang terdiam dengan ucapan Zila.
Lagi lagi Astra tersenyum pahit, miris sekali dirinya yang terus saja mengharapkan seseorang yang jelas-jelas ia sudah tahu bahwa orang itu tidak menyukainya.
Astra duduk di anak tangga, ia meraup wajahnya “nyesek banget...” lirih Astra
“Menyerah?” ucap Astra kepada dirinya sendiri.
Apa dia harus menyerah dengan semua harapannya selama dua tahun ini? Rasanya sangat sulit.
Astra berdiri ia melangkah ke arah tempat sampah namun langkahnya terhenti saat suara yang sangat ia kenali memanggilnya.
“Astra!”
Astra berbalik menatap siapa yang memanggilnya.