Dua Belas

8.7K 1K 34
                                    

Vanessa Hudgens as Anita. Pic to the side.

"Aku baru ingat ada janji dengan temanku, lebih baik aku pulang saja." kata Harry pada ayahku.

"Oh, baiklah kalau begitu. Hati-hati dijalan ya," kata ayahku.

Baru saja Harry hendak berbalik badan, tiba-tiba Anita menyergah, "Tunggu."

"Sial." kudengar Harry bersumpah dengan pelan.

"Yah, aku akan mengantar Harry kedepan. Aku akan kembali sebentar lagi." kataku seraya cepat-cepat menggandeng tangan Harry dan memberikan tatapan mematikan untuk Anita. Begitu kami berdua sudah berada diluar jangkauan pendengaran Anita dan ayahku, Harry mendesah lega dan kami berdua terus berjalan sampai keluar pagar.

"Dia tahu." kata Harry dengan wajah khawatir.

"Iya, sekarang bagaimana?" tanyaku dengan nada sama khawatirnya.

"Aku tidak bisa tinggal dirumahku, jaraknya terlalu dekat dengan rumahmu dan Anita pasti bisa merasakan kehadiranku. Aku harus kembali ke makam."

"Berapa lama biasanya pengusiran arwah berlangsung?"

"Mana aku tahu." Harry menggidikkan bahunya. Dengan frustasi aku memijat-mijat batang hidungku, memikirkan cara supaya Anita tidak memantrai arwah Harry.

"Baiklah. Kau kembali ke makammu sekarang. Setelah Anita pulang, kau bisa langsung kemari kan?" tanyaku pada Harry.

"Tidak. Harus menunggu beberapa hari karena biasanya cenayang memantrai pintu-pintu dan jendela rumah, menghalang roh-roh halus untuk masuk. Setelah beberapa hari baru mantra tersebut akan pudar."

"Oke, bagaimana kalau selama beberapa hari ini aku menemuimu dimakam? Atau dimanapun, terserah kau."

"Lebih baik dirumah kabinku saja, sore ini jika sempat kau ke makam dan setelah itu kita akan kerumah kabinku bersama."

"Baiklah." jawabku setuju. Harry memelukku dengan erat dan aku memeluknya balik, tidak satupun dari kami melonggarkan rangkulan kami selama beberapa saat, seakan tidak ingin melepaskan satu sama lain. Akhirnya aku menatap Harry lekat-lekat dan menciumnya sekali lagi sebelum kembali kedalam rumah.

Didalam rumah bau-bauan rempah dan bunga aneh memenuhi ruangan. Aku mengernyitkan hidung begitu melihat kelopak bunga disebar dilantai ruang tamu dan diujung ruangan Anita berdiri dengan mulut komat-kamit dan mata terpejam ditemani ayahku. Aku hanya bisa berharap supaya Anita tidak membongkar rahasia Harry kepada ayahku.

Ayah hanya menatapku sambil menirukan berkomat-kamit seperti Anita, aku mengerti beliau bermaksud meledek jadi aku berusaha untuk menahan tawa. Setelah beberapa saat akhirnya Anita membuka pejaman matanya dan menatapku.

"Bagaimana? Sudah selesai?" tanya ayahku dengan antusias. Anita melemparkan pandangan keayahku dan tersenyum mengiyakan. "Rumahmu akan bebas dari roh-roh halus selama beberapa hari, setelah itu kujamin mereka tidak akan melakukan hal-hal aneh lagi kalaupun mereka berani kembali kemari." ujarnya.

"Baiklah kalau begitu. Terimakasih banyak ya," kata ayahku sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada Anita, wanita tersebut berterimakasih dan memasukkan uang pemberian ayahku kedalam tas bohonya.

"Siapa namamu? Ah, iya Karlie," kata Anita, "bisa aku berbicara sebentar denganmu?" lanjutnya.

Ayahku memberi kami berdua tampang bingung dan aku mengangguk padanya. Aku berbalik badan dan berjalan kedapur, Anita mengikuti dibelakangku. Karena kebiasaan,  tiap kali ada tamu yang datang aku selalu menyuguhkan mereka minuman, jadi aku mengambil dua cangkir dari lemari dapur dan mengisinya dengan teh hangat yang masih terletak diatas kompor, pertanda ayah baru saja membuatnya. Aku menggeser satu cangkir ke Anita yang kini duduk dikursi meja makan, aku menarik kursi diseberangnya dan duduk menatap cangkir teh hangatku.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang