Epilog

8.7K 986 208
                                    

Tujuh bulan kemudian

Setelah lulus SMA aku langsung berangkat ke New York dan melanjutkan kuliah disana. Karena selain universitas di Oregon jika dibandingkan dengan NYU kalah jauh, juga aku butuh berada disuatu tempat yang tidak mengingatkanku akan Harry. Jujur, dua bulan pertama setelah pemakaman Harry aku benar-benar kacau. Aku jarang sekali makan, tidak pernah keluar rumah dan jarang masuk sekolah. Lux hampir tiap hari menjenguk kerumahku, membawakan makanan dan tugas-tugas sekolah yang tertinggal olehku. Sampai suatu hari aku merasa aku telah mengecewakan Harry, aku tersadar bahwa aku tidak menepati janjiku padanya.

Hari ini hari kedua aku berada di Oregon lagi untuk libur natal. Dan sekarang musim dingin.

"Karlie,"

Aku menoleh melihat Harry menghampiriku didapur.

"Hei," kataku.

"Apa kau melihat ibuku?" tanyanya.

"Tidak, mungkin ia sedang berada diruang tengah bersama ayahku." jawabku. Harry adalah anak dari ibu tiriku, ayahku menikah lagi tiga bulan yang lalu dengan seorang wanita bernama Sarah. Dan Sarah memiliki anak laki-laki berumur delapan tahun yang bernama Harry. Kebetulan bukan.

Aku meraih jaketku dikursi meja makan dan memakainya lalu mencari kunci mobilku.

"Kau mau kemana?" tanya Harry.

"Pergi ke suatu tempat," jawabku.

"Tapi langitnya sekarang tampak gelap karena akan hujan, warnanya abu-abu sama sepeti matamu." kata Harry. Aku terdiam mendengar pernyataannya. Tiba-tiba aku teringat kalimat Harry dibalkon waktu itu.

"Aku baru sadar betapa abu-abunya matamu, seperti warna langit saat akan hujan."

"Karlie?" panggil Harry membuyarkan lamunanku.

"Uh, iya aku mendengarmu. Aku tidak akan pergi lama, jika ayah tanya bilang saja aku pergi ke makam." kataku dan Harry mengangguk.

Ini pertama kalinya aku mengunjungi makam Harry setelah pemakamannya. Aku berjanji akan mendatangi makamnya saat musim dingin, dan kali ini aku menepatinya. Turun dari mobil, kupasang topi jaketku untuk menghalangi butir-butir salju menghinggapi rambutku. Dengan perlahan aku berjalan kemakamnya yang kini ditutupi salju. Aku berjongkok dan menggunakan satu tangan untuk menyingkirkan tumpukan salju diatas batu nisannya dan nah, terlihat jelas;

Harry Edward Styles

February 1st 1997-February 2nd 2015

"Hai, apa kabar?" kataku.

"Aku menepati janjiku, lihat? Aku mengunjungimu saat musim dingin. Well, aku tidak menepati janjiku yang pertama. Aku tidak baik-baik saja sepanjang tujuh bulan ini, Harry dan aku minta maaf karena sudah mengingkari janji. Namun sekarang aku sudah mulai terbiasa menjalani hari tanpa ada kau yang menggangguku," kataku sambil tertawa.

"Aku merindukanmu, sangat merindukanmu. Dan tiap malam aku selalu mencari bintang yang bersinar paling terang dilangit karena aku tahu itu adalah kau."

"Hari ini adalah hari ulang tahunku, dan aku memakai kado darimu, lihat? Aku selalu memakainya kemanapun aku pergi, karena ini satu-satunya hal yang menyatukanku denganmu. Dan aku bahkan membuat tato jangkar yang sama persis dengan milikmu! Ukurannya sedikit lebih kecil namun mereka identik, ayahku sempat marah ketika mengetahui tato ini namun setelah aku menjelaskan alasan mengapa aku membuatnya, beliau mengerti."

"Jika kau bertanya, aku belum menemukan seseorang yang kucintai atau bahkan kutaksir. Hatiku hanya untukmu, jahat sekali kau pergi membawa hatiku dan tidak kembali. Dan oh ya, aku masih sering minum teh." gurauku.

"Aku tidak bisa membayangkan diriku mencintai orang lain selain dirimu, Harry. Bahkan saat kau tidak adapun, aku masih sering menangis karena berpikiran betapa menyedihkannya kisah cintaku," kataku gemetaran seraya meneteskan air mata.

"Kuharap kau bahagia disana, ini yang kau mau 'kan? Aku senang kau sudah tidak tersiksa lagi terjebak didunia. Walaupun itu berarti aku yang tersakiti," aku mengusap air mataku dengan ujung lengan jaket.

"Well, aku akan pulang sekarang. Besok pagi aku harus kembali ke New York. Sampai jumpa Harry, aku mencintaimu." kucium batu nisannya lalu bangkit berdiri dan meninggalkan pemakaman.

Diperjalanan pulang aku menelepon handphone Harry, aku masih menyimpan handphonenya sampai sekarang namun kutinggal diapartemenku di New York. Setelah suara beep aku tersambung ke kotak suaranya.

"Hai ini Harry, aku sedang sibuk sekarang, tolong tinggalkan pesan."

Aku memutar pesan suaranya berkali-kali seperti yang biasanya kulakukan dan juga, tiap malam aku tidur sambil memeluk kaos hitam milik ayahku yang dipinjam Harry waktu itu.

Aroma tubuhnya masih tercium samar-sama disana namun hanya itu satu-satunya hal yang mengingatkanku akan aroma tubuh Harry.

****
Aku menggeret koperku didalam kabin pesawat, menunggu orang didepanku memasukkan kopernya ke bagasi diatas tempat duduk namun tidak sengaja ia menjatuhkan sesuatu dari tasnya. Spontan aku membungkuk dan mengambil dompet yang ia jatuhkan.

"Permisi kau menjatuhkan ini-- Harry?" kataku membelalak. Lelaki didepanku ini seratus persen persis sama dengan Harry, mulai dari rambutnya, matanya dan semua bagian wajahnya kecuali ia sedikit lebih pendek dari Harry namun tetap lebih tinggi dariku.

"Terimakasih, dan uh.. aku bukan Harry. Namaku Edward," ia tersenyum dan mengulurkan tangan, aku perlahan menjabatnya sambil masih menganga lebar.

"Namamu siapa?"

"Uh, namaku Karlie." jawabku gemetaran.

"Kau duduk dimana?" tanyanya. Aku menunjuk deretan kursi disebelah kananku.

"Tampaknya kita akan duduk bersebelahan sepanjang pernerbangan ini," Edward tersenyum menunjukkan lesung pipitnya.

Siapa yg nangis baca chapter terakhir? Me!

Vote & comment guys ini terakhir omg ily all i do

ALL THE FUCKING LOVE.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang