Enam Belas

6.7K 913 32
                                    

"Masuklah," kataku pada Gemma. Hari ini sebelum sepulang sekolah aku mengirim pesan padanya mengatakan bahwa aku perlu berbicara sesuatu makanya ia datang kerumahku. Harry dan aku sudah sepakat untuk meminta bantuan Gemma dalam hal ini, dan kami sepakat pula bahwa Harry tidak akan menampakkan wujudnya pada Gemma sementara ini karena ia mau melihat reaksi kakak perempuannya terlebih dahulu.

"Jadi apa yang mau kau bicarakan?" tanya Gemma ketika kami berdua sudah duduk manis dimeja makan dan segelas es teh manis ditangan masing-masing.

"Ini tentang Harry," kataku. Gemma mengangguk memintaku melanjutkan.

"Oke, ini mungkin akan terdengar gila dan aneh bagimu tapi aku mau kau mendengarkanku dulu."

"Oke, ada apa?" tanyanya. Aku menghela nafas panjang dan melirik Harry yang tengah duduk bersandar dikonter dapur.

"Harry meninggal karena dibunuh, bukan karena kecelakaan."

Gemma yang menatapku biasa pada awalnya kini membelalak tidak percaya.

"Tunggu, apa katamu? Aku tidak salah dengar kan, kau bilang ia dibunuh?"

Aku mengangguk.

"Bagaimana bisa? Dan ya, ini terdengar gila. Tapi aku mau mendengarkan penjelasanmu,"

Aku melirik Harry lagi yang kini mengangguk menyemangatiku.

"Jadi, dihari kedua aku pindah kerumah ini Harry muncul dikamarku. Awalnya aku mengira aku hanya berhalusinasi saja, kau tahu, tapi ternyata tidak. Jujur diawal memang aku takut saat pertama kali tahu bahwa Harry sudah meninggal namun ia berjanji tidak akan menyakitiku, ia hanya butuh bantuanku. Ia butuh aku untuk menemukan pembunuhnya agar dia bisa menyeberang ke akhirat. Adikmu sekarang masih terjebak didunia dan ia tidak akan bisa menyeberang sebelum urusannya didunia selesai. Begitu singkat ceritanya." jelasku.

Gemma menatapku aneh dan kemudian ia tertawa-- bukan tertawa mengejek tetapi lebih terkesan seperti tertawa tidak percaya.

"Jadi kau bisa melihat hantu adikku? Kau memang punya indera keenam atau?" tanyanya.

"Tidak, aku tidak punya indera keenam dan aku bukan cenayang. Bahkan ayahku bisa melihat Harry, kaupun juga bisa."

"Aku? Tunggu, maksudmu?" tanyanya makin bingung.

"Harry bisa menjadi kasat mata jika ia mau, dan begitu pula sebaliknya."

Gemma mengangguk. Aku memberikannya waktu sejenak untuk berpikir karena kalau aku jadi dia, pasti akan sangat sulit untuk mencerna informasi semacam ini.

"Bagaimana aku bisa mempercayaimu?" tanyanya setelah beberapa saat. Ini pertanyaan yang kutakuti akan dilontarkannya. Aku menoleh pada Harry, Gemma mengikuti arah pandanganku kesamping ruangan.

"Bilang padanya, kalau ia punya luka dibagian pinggulnya yang sampai sekarang tidak bisa hilang dan ia mendapatkan luka itu saat kami masih tinggal di Cheshire. Kami berdua tengah memanjat pohon dan ia tidak sengaja terpeleset disalah satu anak dahan dan jatuh. Bilang juga padanya, aku pernah memberikannya kado gelang berinisialkan namanya untuk ulang tahunnya yang ke 19." kata Harry. Aku mengangguk dan menoleh kembali pada Gemma.

"Kau punya luka dipinggulmu yang kau dapatkan karena jatuh dari pohon saat masih tinggal diCheshire. Kau juga punya gelang berinisialkan namamu yang diberikan Harry pada ulang tahunmu yang ke-19." kataku. Gemma menaikkan satu tangan untuk menutupi mulutnya dan kedua matanya berkaca-kaca.

"Kau tahu darimana?" tanyanya sambil meneteskan air mata.

"Harry memberitahuku." jawabku singkat.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang