Empat Belas

6.7K 1K 38
                                    

Let me get this straight ya, semua topik yang ga umum yang aku sebutin disini, contoh kaya : reinkarnasi, limbo, oblivion, homeostasis, dll itu semuanya bener. Jadi aku ga ngarang wkwk, topik2 kaya gt emang biasanya aku google dulu penjelasannya baru aku tulis disini soalnya aku jg gamau salah ngasih info. Happy reading.

Aku terbangun diranjang rumah sakit dengan selang-selang medis dilenganku dan juga alat bantu bernafas menutupi separuh wajahku. Dengan pelan aku membuka mata, mengantisipasi cahaya lampu yang pasti menyilaukan mata namun yang ada lampu diruangan ini justru menyala redup dan tirai jendela pun ditutup untuk menghalangi sinar masuk. Kutebak sekarang sudah malam hari. Aku mengerang ketika berusaha untuk duduk, tubuhku terasa sakit semua dan kepalaku berdenyut pusing.

Tak ada seorangpun diruangan ini, aku merebahkan kembali tubuhku dan memencet tombol untuk memanggil perawat. Selang beberapa menit seorang perawat langsung datang kekamarku dan ia memeriksa monitor diatas meja dengan cepat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyanya. Aku kesusahan untuk bicara dengan alat bantu nafas tersebut dan perawat tadi membantuku melepaskannya.

"Buruk." jawabku. Si perawat tadi tertawa dan membenahi selimutku sebelum menawarkan segelas air.

"Kau lapar?" tanyanya lagi ketika aku menolak untuk minum. Aku menggeleng.

"Siapa yang membawaku kesini?" tanyaku dengan suara parau.

"Seseorang menelepon ambulans dan pihak rumah sakit langsung menghubungi ayahmu begitu kau tiba disini."

"Dimana ayahku sekarang?"

"Beliau pulang karena kami bilang kau harus menginap selama kurang lebih tiga hari disini. Ayahmu akan kemari besok pagi," jawabnya sambil tersenyum lembut. Mataku turun kebagian nama dadanya yang bertuliskan Ramirez. Suster Ramirez.

"Sekarang pukul berapa?" suaraku semakin parau dan hampir tidak terdengar, dengan inisiatif suster Ramirez membantuku duduk dan meneguk segelas air.

"Sebelas kurang, kau istirahat saja dan jangan pikirkan rasa sakitnya, obatnya mungkin belum bereaksi." katanya sembari membantuku untuk berbaring lagi.

Setelah memastikan aku merasa nyaman, suster Ramirez pergi dan aku memaki diriku sendiri dalam hati karena tidak sempat untuk bertanya padanya dimana handphoneku sekarang. Karena itu satu-satunya cara agar membuatku tidak bosan sendirian dikamar ini.

Atau mungkin bukan satu-satunya cara.

Aku memanggil nama Harry sekali dalam hati dan benar saja tiba-tiba ia muncul didepan ranjang rumah sakitku dan langsung berjalan kesisiku dengan panik.

"Karlie? Kau kenapa bisa ada disini? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan khawatir. Aku berusaha melepaskan alat bantu nafasku sekali lagi sebelum menjawab.

"Aku ditabrak mobil sore ini sepulang sekolah--" aku terbatuk sebentar dan melanjutkan, "aku tidak tahu siapa dan tiba-tiba saja aku terbangun disini."

"Pantas saja, aku menunggumu dirumah kabin namun kau tak kunjung datang, aku sempat kesekolah dan ternyata disana sudah sepi, aku juga niatnya ingin kerumahmu tapi tidak bisa karena cenayang sialan itu." Harry kini duduk dikursi yang disediakan disebelah ranjang.

"Susterku bilang aku perlu menginap beberapa hari disini, aku benci rumah sakit." ujarku.

"Karlie, apa kau baik-baik saja? Maksudku, aku tahu kau tidak baik-baik saja buktinya kau terbaring didepanku begini tapi--"

"Harry, hey, jangan panik. Aku baik-baik saja," selaku sambil tertawa.

"Maafkan aku, aku benar-benar khawatir." tatapannya melembut.

"Kira-kira siapa yang menabrakmu? Kau melihat model mobilnya atau nomor polisinya?" tanya Harry setelah beberapa saat. Aku mencoba mengingat-ingat apakah aku melihat kedua hal yang disebutkan Harry namun nihil. Aku tidak melihatnya dengan jelas.

"Tidak, yang kuingat hanyalah mobil sedan berwarna hitam. Tiba-tiba aku sudah terpental begitu saja,"

"Pengemudinya membawamu kemari atau?"

"Tidak, itu tadi tabrak lari. Seseorang menelepon ambulans, aku tidak tahu siapa, dan pihak rumah sakit menghubungi ayahku namun ia sudah kembali kerumah sekarang."

Harry diam tidak mengeluarkan sepatah kata. Sedangkan aku menatap langit-langit dan berusaha bernafas normal tanpa alat bantu.

"Karlie," panggilnya. Aku berusaha menahan rasa sakit dileherku akibat menoleh. Harry seakan menarik nafas panjang sambil melihatku.

"Kau tidak perlu membantuku lagi," ujarnya.

Apa?

"Apa kau bilang?" tanyaku. Kali saja telingaku cedera akibat kecelakaan tadi dan membuat pendengaranku terganggu.

"Aku serius, kau tidak usah membantuku lagi, lupakan saja semuanya. Aku minta maaf karena telah merepotkanmu dan karena aku juga kau jadi seperti ini, terbaring dirumah sakit. Maafkan aku." salah satu tangannya menunjuk ketubuhku yang terbaring lemah diranjang rumah sakit. Tidak, ia tidak mungkin serius. Kalau aku tidak membantunya bagaimana mungkin ia akan menyeberang? Ia tidak mungkin bisa menemukan pembunuhnya sendiri.

"Harry, apa yang kau bicarakan? Aku tidak akan berhenti membantumu, dan soal aku tertabrak dan masuk rumah sakit tidak ada hubungannya samasekali denganmu." kini aku berusaha bangun dengan menopang kedua sikuku.

"Tentu saja ada hubungannya, tidak mungkin ada orang iseng yang tiba-tiba berniat mencelakaimu. Kemungkinan besar orang itu adalah pembunuhku. Aku tidak memintamu untuk berhenti membantuku, aku menyuruhmu untuk berhenti membantuku. Kau tidak bisa menolak." kata-katanya terkesan tegas tetapi ia mengucapkannya dengan nada lembut.

"Kalaupun memang benar begitu, aku tidak akan mau berhenti. Memangnya kenapa? Apa aku melakukan sesuatu yang salah? Katakan saja," mohonku dengan suara parau. Harry menunduk menyembunyikan wajahnya dibalik kedua tangan.

"Harry.." desakku. Aku ingin penjelasan kenapa ia tiba-tiba memintaku untuk melupakan semuanya.

"Aku tidak mau kau celaka lagi, ini semua terlalu beresiko untukmu. Aku takut kau akan terluka dan aku tidak bisa mencegahnya, aku takut jika aku menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu aku akan jatuh cinta padamu-- tidak, maksudku aku sudah jatuh cinta padamu. Aku tidak mau jatuh lebih dalam karena dunia kita berbeda, aku tidak bisa bersamamu seterusnya dan begitu juga sebaliknya. Aku tidak mau merasakan sakit karena kehilanganmu setelah aku kehilangan segalanya dari hidupku, aku tidak mau membahayakanmu Karlie."

Aku yakin sekali sekarang pipiku tengah mengucur deras dengan air mata. Aku harap aku bisa turun dari ranjang sialan ini dan memeluk Harry namun aku justru menggenggam erat tangannya. Ia telah mengatakan apa yang kurasakan selama ini. Sejak kali pertama kami berciuman didanau aku sudah tahu bahwa aku jatuh cinta padanya namun aku terus mengelak, menyangkal dan membohongi diriku sendiri.

"Aku juga jatuh cinta padamu, dan aku akan memastikan kau tidak akan merasakan sakit karena kehilanganku jika nanti sudah tiba waktunya untukmu menyeberang. Karena aku tidak akan hilang Harry, aku tidak akan melupakanmu kalaupun aku tidak bisa melihatmu lagi setelah semua ini selesai." kataku.

Harry berkedip dan setetes air mata menetes dari matanya, ia tersenyum lembut dan mengusap air mataku.

"Aku mencintaimu," katanya.

"Aku mencintaimu,"

Sengaja dibikin pendek karena lagi males bikin chapter panjang hehe but anyway vote ya dan share cerita ini juga kalo menurut kalian bagus come on spread the word ;)

Jadi nama shipnya Karry atau Harlie? Comment ya bagusnya yang mana tp jujur aku lebih suka Harlie. Eh apa Karry deng?

Half the love x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang