Sembilan Belas

6.3K 882 71
                                    

Pic of Lux with less makeup on multimedia

Sepulang sekolah aku menunggu didepan pintu lokerku sampai Lux keluar dari kelasnya. Tak lama kemudian ia berjalan keluar dari kelas sambil menarik topi jaketnya untuk menutupi kepala dan menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Lux!" kataku sambil menarik lengannya.

"Apa?" suaranya lirih dan ia masih menghindari tatapanku.

"Aku perlu bicara denganmu,"

"Maaf, Karlie, aku harus pulang." ia berusaha melepaskan genggaman tanganku dilengannya namun gagal karena aku makin menguatkan cengkeramanku.

"Aku janji hanya sebentar saja," paksaku. Lux akhirnya setuju dan aku menggiringnya sampai ke parkiran sekolah.

Aku sengaja tidak mengajaknya berbicara dimobil walaupun memang lebih aman dan kemungkinannya kecil jika ada yang menguping, namun Harry pasti masih berada didalam mobilku sekarang.

"Aku mendengarmu dan Nicky ditoilet tadi," kataku. Lux memalingkan wajahnya yang kini terlihat pucat dan membuatku hampir tak mengenalinya, hari ini ia tidak merias wajahnya seperti biasa dan ia terlihat jauh beda, jauh lebih cantik menurutku.

"Kau dengar pembicaraan kami?" tanyanya terkejut. Aku mengangguk.

"Tolong, tolong jangan bilang siapa-siapa. Aku bisa hancur kalau sampai ada orang lain yang tahu, tolong aku mohon padamu." ia memohon sambil memegangi kedua lenganku.

"Lux, aku perlu tahu siapa yang kau bunuh."

"Tidak, aku tidak bisa memberitahumu. Tolong jangan paksa aku memberitahumu." ujarnya sambil menangis.

"Lux,"

"Karlie, aku akan memberitahumu jika aku sudah siap. Tapi untuk saat ini tolong jangan ungkit-ungkit tentang ini lagi didepan umum, aku tidak mau orang lain tahu." isaknya. Aku mendesah merasa iba pada perempuan dihadapanku ini.

"Baiklah, aku akan menunggu sampai kau siap memberitahuku. Jika tidak.. um, jika tidak aku akan memberitahu teman-teman yang lain." ancamku.

"Terimakasih Karlie, aku harus pulang sekarang. Tolong jangan bilang siapapun." ia memelukku dan buru-buru beranjak pergi meninggalkanku sendirian.

Aku menyusul dibelakangnya dan menuju ke parkiran mobilku.

"Kau telat sepuluh menit, seharusnya kau sudah keluar dari tadi. Kau membuatku menunggu selama enam jam sepuluh menit dan aku sakit hati." kata Harry begitu aku memasuki mobil. Aku tertawa melihat sikapnya hari ini dan hanya menggelengkan kepalaku saja.

"Aku berbicara dengan Lux tadi, pacarmu itu membuatku frustasi."

Harry menoleh padaku dengan bibirnya menekan menjadi satu garis dan alisnya bertaut tidak suka.

"Mantan. Kau pacarku sekarang," katanya.

Sumpah aku hampir menabrak tong sampah disebelah kiriku ketika ia mengatakan hal tersebut.

"Kau menganggap aku pacarmu?" tanyaku malu-malu. Taruhan berapa pasti wajahku berubah menjadi merah padam sekarang.

"Ya, kau tidak suka? Kau tidak mau berpacaran dengan hantu?" tanyanya dengan nada gelisah.

"Aku suka," jawabku cepat-cepat. Ekpresi khawatir diwajahnya kini ditempati dengan senyuman lebar yang menunjukkan kedua lesung pipitnya. Aku tersenyum sama lebarnya dan menginjak rem saat lampu lalulintas berganti merah.

Begitu sampai dirumah, aku dan Harry langsung duduk dimeja makan sambil memeriksa file daftar panggilannya dilaptop.

"Max's Bar and Lounge menelepon untuk menanyakan berapa jumlah alkohol yang kubutuhkan untuk pesta ulang tahunku. Aku memesan semuanya disana." kata Harry.

"Ayahku menelepon tanggal berapa?" tanyanya.

"Um, 31 Januari." sahutku.

"Hari apa itu?" Harry berjalan ke kalender yang digantung dekat kulkas. "Hari Sabtu, kalau tidak salah beliau menelepon memintaku mengantar dokumen penting ke kantornya. Setelah itu aku menjemput Lux karena ia minta diantar jalan-jalan ke mall." lanjutnya.

Rasa cemburu menjalari diriku ketika membayangkan Harry dan Lux bergandengan mesra layaknya pasangan-pasangan lainnya. Kenapa bukan aku saja yang menjadi pacarnya ketika ia masih hidup? Kenapa aku baru mengenalnya sekarang? Ini tidak adil. Seakan-akan Tuhan tahu aku selama ini belum pernah jatuh cinta dan sudah berstatus single selama seumur hidupku, sekalinya jatuh cinta aku dibuat jatuh cinta pada seseorang yang sudah mati. MAUNYA APA?!

"Oke, lalu ditanggal 1 Februari kau menerima banyak panggilan tidak terjawab dari Liam dan Zayn. Kau masih ingat kenapa mereka meneleponmu?" tanyaku.

"Hmm, mereka menelepon karena pagi itu kami ada latihan sepak bola tetapi aku telat bangun makanya mereka mencoba meneleponku berkali-kali agar tidak datang terlambat."

"Dan kau datang tepat waktu?"

"Yup,"

"Jadi tidak ada yang janggal disini, aku akan memerika file lainnya." gumamku. Harry mengangguk masih berdiri didekat kulkas, ia memandang ke jendela yang mengarah kehalaman belakang rumahku.

Aku membuka file pesan, banyak pesan tidak terbaca dari Gemma dan kedua orangtua Harry. Mataku terperanjat pada suatu kalimat yang dikirim Harry pada seseorang.

"Harry.. apa ini?" tanyaku terkejut.

Vote+comment+follow bcs I love you people also I want to say a massive thankyou for getting this story in nearly 3K reads I can't thank you guys enough.

Half the love x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang