Empat Puluh

6.5K 813 35
                                    

Aku menangis ngeri mendengarkan cerita Zayn tentang malam itu. Gemma disisi lain menangis histeris sambil menjalarkan tangan kerambutnya. Aku benar-benar tidak menyangka Zayn.. memang ia tidak sengaja melakukannya tapi setidaknya ia sudah memiliki niat untuk mencelakakan Harry diawal. Zayn kini menunduk menangis didepan opsir Garrett dan Detektif Wilden, lalu diruangan tempatku dan Gemma duduk tiba-tiba saja sepasang lelaki dan wanita masuk dengan ekspresi panik. Orangtua Harry.

"Kau Karlie 'kan?" tanya ibu Harry.

"Uh, iya." jawabku seraya menghapus air mata. Gemma memeluk ayahnya erat diujung ruangan.

"Bisa kau jelaskan ada apa? Gemma menelepon mengatakan ia ada dikantor polisi. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya ibunya lagi dengan panik.

Aku mengangkat satu tangan dan menunjuk Zayn diruangan sebelah.

"Zayn?" katanya dengan bingung.

"Zayn yang bertanggung jawab atas kematian Harry." kataku pelan. Wanita didepanku ini langsung membungkam mulutnya dan matanya berair, ia refleks terduduk dikursi depanku.

"Ya Tuh--, bagaimana bisa?"

Aku menjelaskan semuanya dari awal kepada orangtua Gemma dan Harry. Mereka berdua menangis dan tampak tidak percaya awalnya, namun setelah Detektif Wilden menunjukkan bukti-bukti dan mendengarkan rekaman pengakuan Zayn akhirnya mereka berdua percaya.

"Kau benar-benar kurang ajar!" teriak ibu Harry pada Zayn. Zayn hanya menggumam, "Maafkan aku," lalu ia mengikuti opsir Garrett keruangan lain.

"Jasad Harry akan dimakamkan ulang empat hari lagi. Dan Karlie, kau benar saat berkata Harry meninggal pada tanggal dua Februari dan bukannya tanggal satu. Maka dari itu pihak makam akan mengganti tulisan tanggal dibatu nisannya." kata Detektif Wilden dan aku mengangguk.

"Karlie, kami tidak tahu harus berterimakasih bagaimana, tanpa kau kami tidak akan tahu semua ini." kata ayah Gemma seraya memelukku lalu disusul dengan ibunya.

"Sama-sama, aku juga senang bisa membantu." jawabku sambil memeluk mereka balik. Orangtua Harry masih tetap tinggal diruangan Detektif Wilden untuk menandatangani beberapa surat sedangkan aku dan Gemma sudah berada diparkiran.

"Apa Harry sudah menyeberang?" tanya Gemma tiba-tiba. Aku terdiam mendengarnya lalu melemparkan pandangan untuk mencari Harry. Dan itu dia, disana dibawah pohon besar memerhatikan kami berdua.

"Belum," jawabku sambil tersenyum.

"Aku tahu ini terdengar gila," kata Gemma, "tetapi aku mau melihatnya sekali saja. Untuk terakhir kalinya,"

Aku terkejut mendengar permintaan Gemma, "Kau yakin?"

Aku tidak mau Gemma nanti malah ketakutan melihat hantu adiknya jadi aku harus memastikan Gemma benar-benar yakin.

"Kumohon, aku sangat merindukannya." pintanya. Aku menghela nafas lalu mengisyaratkan Harry untuk mendekat.

"Gemma ingin melihatmu," kataku pada Harry. Bagi Gemma, ia hanya melihatku berbicara dengan angin karena ia tidak bisa melihat Harry.

"Gemma? Apa menurutmu dia siap? Aku tidak mau ia ketakutan melihatku," kata Harry dengan sedih.

"Ia sangat merindukanmu,"

Harry mengangguk lalu berjalan ketempat sepi diujung parkiran, aku dan Gemma mengikuti dibelakang.

"Kau siap?" tanyaku seraya menggenggam tangan Gemma dengan kuat.

"Uh.. ya. Ya, aku siap."

Aku memerhatikan Harry membuat wujudnya kasat mata dan dalam beberapa detik wujudnya sudah nyata, berdiri dihadapanku dan Gemma. Gemma melemas namun cengkeramannya dilenganku menguat.

"Harry.. itu kau?" bisiknya.

"Hai, Gemma." kata Harry sambil tersenyum.

Gemma mulai menangis lagi, kutebak kali ini air mata bahagia. Gemma mengulurkan satu tangan kedepan, "Bisakah aku menyentuhnya?" ia bertanya padaku.

"Bisa,"

Gemma mencoba menyentuh lengan Harry dan tidak tembus, ia menatap adiknya dengan tidak percaya. Harry tak membuang waktu lagi dan langsung memeluk kakaknya dengan erat.

"Gem, aku merindukanmu." kata Harry.

"Percayalah, aku lebih merindukanmu." tangis Gemma. Aku sendiri meneteskan air mata terharu melihat mereka berdua, diam-diam berharap aku bukan anak tunggal.

"Awalnya aku tidak percaya saat Karlie menceritakan tentangmu, tapi--" Gemma kehabisan kata-kata.

"Tapi Karlie benar," sahut Harry. Gemma dan Harry tersenyum padaku lalu mengajakku ikut berpelukan bersama. (A/n teletubbies)

****

Aku dan Harry duduk diruang tengah rumahku sepulang dari kantor polisi. Ayahku sempat menyapa kami lalu kembali keruang kerjanya, entah bagaimana aku akan menjelaskan padanya nanti kalau Harry bukanlah manusia.

"Terimakasih banyak kau sudah membantuku," ujar Harry sambil menyelipkan rambut dibelakang telingaku. Aku hanya tersenyum.

"Kenapa kau belum menyeberang? Bukan maksudnya aku memintamu untuk cepat-cepat menyeberang, tetapi urusanmu disini sudah selesai 'kan?" tanyaku penasaran.

"Aku akan menyeberang saat pemakamanku nanti,"

"Empat hari lagi?"

"Empat hari lagi bersamamu."

"Tidak jadi lima belas?" tanyaku sedih.

"Tidak jadi lima belas," Harry menggelengkan kepalanya sambil tertawa. Ia meraih pinggulku dan mendudukanku dipangkuannya.

"Aku tidak bisa meninggalkanmu, tapi aku harus." katanya pelan. Kedua kening kami menempel, "Aku tahu," jawabku sama pelannya. Harry meraih tanganku dan mengaitkannya dibelakang lehernya.

"Kau masih ingat janjimu padaku kemarin?" tanyanya.

"Masih, bahwa aku akan baik-baik saja setelah kau pergi."

"Kau harus menepati janjimu."

Aku mengangguk.

"Kau juga punya janji yang lain, ingat?"

"Aku berjanji untuk mendatangi makammu saat musim dingin. Aku ingat dan aku akan menepatinya juga,"

"Bagus." Harry tersenyum. Dengan lembut aku mencium bibirnya, menikmati setiap detik kedua bibir kami bersentuhan karena setelah empat hari ini aku tidak akan merasakan ciumannya lagi. Harry berdiri dari sofa lalu mengangkat kedua pahaku dan melingkarkannya dipinggangnya. Ia dengan mudah menaiki tangga sambil menggendongku, bibir kami masih melumat satu sama lain sampai kekamarku.

Harry menutup pintu kamarku dengan kakinya lalu menidurkanku diranjang. Ia menahan tubuhnya diatasku dengan kedua siku disisi kepalaku. Bibirnya berpindah keleherku dan menghisap kulitnya, membiarkan memar merah muncul dipermukaan. "Kau milikku," gumamnya sambil mencium hidungku. Aku tersenyum dan menciumnya lagi, menggigit bibir bawahnya dengan lembut (a/n dosa nulis ini. Ma pa maafin aku ya lmao) dan mendapat desahan rendah dari mulutnya sebagai imbalan. Harry tiba-tiba menempelkan kedua pinggang kami semakin dekat, aku bisa merasakan tonjolan dari balik celananya.

"Aku tidak bisa berhubungan seks denganmu, kau tahu itu. Jadi hanya sebatas ini yang bisa kulakukan," bisiknya lalu menekan pinggangnya dengan pinggangku, kali ini membuatku mengerang rendah.

"Sial, kau tidak tahu seberapa besar keinginanku untuk menidurimu." katanya sambil mencium leherku. Aku juga merasakannya Harry, batinku. Ia menengadah dan mencium kedua pipiku.

"Aku mencintaimu," katanya. Aku tidak menjawab dan langsung menciumnya lagi dengan kasar.

Did u know aku laper pas nulis ini lol why did i say that

Ok satu chapter lagi abis itu epilog. Epilognya diupload malem ini atau besok? Aku ikut maunya kalian aja wkwk

Half the love x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang