Tiga Puluh Dua

5.5K 872 35
                                    

"Lalu apa ada petunjuk lain dari hasil otopsi ini?" tanya Gemma.

"Ada, tetapi kami masih harus mencari kaca yang cocok dengan serpihan kaca yang ada ditengkorak Harry." jawab Detektif Wilden.

"Dan juga, seperti yang dikatakan Dr. Eva tadi, jika ada hantaman pasti ada perlawanan. Bila orangtuamu setuju untuk melanjutkan penyelidikannya dulu pasti kami sudah bisa menangkap pelakunya sekarang, karena jika jasad Harry diotopsi sesegera mungkin maka kami bisa menemukan sidik jari pelaku atau luka lain ditubuhnya yang menunjukkan bahwa ia memang sempat melawan." timpalnya lagi.

Aku dan Gemma tidak bisa berkata apa-apa karena memang Detektif Wilden benar. Jika saja orangtua Harry tidak menutup kasusnya dua bulan yang lalu maka siapa saja pelakunya pasti sudah tertangkap sekarang. Namun kami tidak bisa memutar balik waktu dan melakukan segalanya sebagaimana mestinya. Setelah berterimakasih pada Detektif Wilden dan Dr. Eva kami berdua meninggalkan ruangan.

"Aku bersumpah jika mereka tidak menemukan pembunuhnya dalam dua minggu ini--" geram Gemma disampingku.

"Kalau mereka tidak bisa, kita bisa. Kita harus bisa," kataku menenangkannya. Gemma menghela nafas sambil memijat batang hidungnya menandakan ia sendiri stres akan semua ini.

"Aku harus kembali ke kantor sekarang, kalau ada perkembangan lagi kita akan saling mengabari oke?" tanyanya.

"Oke,"

Gemma memelukku dan langsung pergi meninggalkan kantor polisi. Aku sendiri yang baru hendak masuk mobil dikagetkan dengan suara dering handphoneku.

"Selamat bersenang-senang dipesta dansa besok :)"

Pesan ini dikirim oleh orang yang sama seperti yang belakangan ini menerorku. Firasat buruk pun menemukan jalan masuknya kedalam otakku-- membuatku bertanya-tanya apa yang bisa saja terjadi dipesta dansa besok.

****

"Aku tidak ingat apa-apa malam itu, ingatanku berhenti hanya sampai Liam dan Niall mengantarku pulang." kata Harry ketika aku menanyakan apa ia ingat sempat berkelahi dengan seseorang malam itu.

"Apa kau tidak bisa berusaha mengingat-ingat?"

Harry menggelengkan kepalanya, "Percayalah, aku sudah berusaha sekeras mungkin."

Aku mengangguk dan menangkupkan wajahnya dengan kedua tanganku.

"Kau akan menyeberang, aku berjanji padamu." bisikku. Harry mengangguk sambil tersenyum lemah. Kucium keningnya lama-lama sebelum berjalan keluar kamar.

"Kau mau kemana?" tanyanya.

"Membuat teh,"

"Tapi kan tehmu tidak ada?" ia memberikan tatapan bingung padaku. Aku memutar bola mata dan bersender dikusen pintu.

"Harry.. ada suatu tempat bernama supermarket dimana kau bisa membeli sekotak teh yang baru." kataku sarkastik.

"Oh," ia mengangguk.

Aku kembali kekamar dengan secangkir teh hangat, kuletakkan cangkir tersebut diatas meja rias dan berjalan ke balkon dimana Harry sedang berdiri diam.

"Kenapa malam ini dingin sekali?" tanya Harry.

"Aku tidak tahu, padahal sudah dekat musim panas." jawabku sambil menggosok-gosok kedua lengan.

"Omong-omong soal dingin, kenapa nama belakangmu Winters? Seperti musim dingin hanya saja ditambahi s."

"Ayahku dulu lahir dimusim dingin jadi beliau diberi nama Mark Winters, dan kebetulan aku juga lahir dimusim dingin." jawabku.

"Apa musim dingin musim favoritmu dari keempat musim yang ada?" (A/n trus karlie jawab, "favoritku musim duren" wkwkwk)

"Hmm, bisa dibilang begitu. Kebanyakan orang lebih suka musim panas tetapi aku lebih suka musim dingin."

Harry mengangguk, jarinya diketuk-ketukkan dipagar balkon dengan pelan. "Kau harus datang ke makamku saat musim dingin, menurutku pemakaman terlihat bagus saat musim dingin karena ditutupi salju putih yang kontras dengan batu-batu nisan yang berwarna gelap."

Seketika ekspresiku menjadi sedih ketika ia menyebutkan makamnya, namun sebisa mungkin aku tersenyum. "Aku janji akan datang ke makammu saat musim dingin,"

Harry tersenyum menunjukkan kedua lesung pipitnya yang dalam, kedua lesung pipit yang kukagumi sejak pertama kali ia menunjukkan dirinya dihadapanku.

"Aku baru sadar betapa abu-abunya matamu," bisiknya sangat pelan, "seperti warna langit saat akan hujan." tambahnya.

"Aku tahu, tidak indah samasekali." gurauku.

"Matamu indah, tidak abu-abu terang pada umumnya."

"Aku lebih suka matamu," pujiku balik.

"Mau tukar?" candanya dan kami berdua tertawa-- suara tawa Harry akan menjadi satu-satunya suara yang kurindukan saat ia pergi nanti. Mungkin aku harus diam-diam merekamnya saat tertawa untuk dijadikan kenang-kenangan? Aku tertawa mendengar batinku sendiri.

Aku mengalihkan topik dan menarik tangan kirinya, "Aku suka tatomu yang ini." kataku sambil menunjuk tato jangkar dipergelangannya.

"Aku juga suka yang itu," ia tersenyum padaku.

"Apa ada artinya?"

"Well, aku pernah membaca di internet bahwa arti dari tato jangkar adalah perlindungan, harapan, dan pengorbanan. Menurutku arti dan wujudnya keren jadi aku memutuskan untuk menatonya," jelasnya. Jariku masih meraba tato tersebut, memerhatikan detil-detil tinta permanen yang melukisnya.

"Apa kau mau membuat tato suatu hari nanti?" tanya Harry mengalihkan perhatianku dari tatonya.

"Uh? Aku tidak tahu, apa sakit?"

"Tidak ada yang sakit jika kau sudah mati," gumamnya. Hatiku mencelos mendengarnya namun tiba-tiba Harry mengoreksi jawabannya. "Maksudku, pertama kali memang terasa sakit tetapi kedua dan ketiga kalinya kau pasti akan terbiasa dengan tusukan jarumnya."

"Tato pertamamu apa?" tanyaku.

"Bintang yang ada dilenganku, kau ingat?"

"Oh, iya aku ingat."

Saat udara diluar semakin dingin Harry memutuskan agar kami kembali kedalam, ia menutup pintu balkon dan aku meneguk teh hangatku.

"Kau tidak tidur?" tanyanya.

"Sebentar lagi," jawabku lalu meneguk habis teh hangatnya dan mematikan lampu kamar sebelum masuk kebawah selimut.

"Kau akan pergi?" tanyaku. Pertanyaanku terkesan seperti apakah Harry akan pergi dan tidak kembali lagi namun ia tahu apa yang kumaksud.

"Kau mau aku menemanimu tidur?" tanyanya. Aku mengangguk, Harry menyusul dibawah selimut dan menarikku kedalam dekapannya.

"Selamat tidur," bisiknya, "Aku mencintaimu," tambahnya lalu mencium keningku.

"Ulangi lagi," bisikku. Aku mau mendengarnya mengatakan hal itu berulang kali agar aku tidak lupa bagaimana dua kata itu terdengar keluar dari mulutnya.

"Aku mencintaimu," ulangnya.

Aku tersenyum dan mencium bibirnya, "Aku lebih mencintaimu."

Vote & comment please thankyou

Promnya besok. Kira2 ada apa ya jeng jeng...

Harlie is so cute i want to cry lmao

Half de luv x.

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang