Sembilan

8.7K 1.2K 111
                                    

Karlie!

Gemma mengetuk pintu rumahku tepat pukul dua siang, kami berdua menaiki mobilnya menuju mall ditengah kota. Yang kami lakukan sama saja seperti yang dilakukan perempuan pada umumnya, mengobrol, berbelanja dan berfoto bersama. Entah kenapa rasanya kami berdua seperti teman lama yang sangat akrab padahal kami baru berkenalan tidak sampai seminggu yang lalu. Setelah berbelanja banyak barang, Gemma mengajakku ke kedai kopi dimall tersebut. Ia memesankan kami berdua menu yang sama dan beralih untuk duduk dibagian luar kedai.

"Kau tahu, Harry pasti akan menyukaimu jika kalian saling mengenal semasa hidupnya." ujar Gemma tiba-tiba. Aku yang sedang meneguk kopi dinginku pun tersedak dan terbatuk-batuk, Gemma dengan lembut menepuk bahuku sambil meminta maaf.

"Tidak apa-apa," sergahku masih sambil berusaha menghentikan batukku. Dengan cepat aku mengalihkan topik pembicaraan, membahas dress yang baru dibeli Gemma disalah satu toko dalam mall tadi. Seketika matanya berkilau sekilas sambil menjelaskan padaku betapa cantiknya dress tersebut sehingga ia tidak tahan untuk segera mencobanya sesampainya dirumah. Gemma terus mengoceh tentang pekerjaannya, keadaan dirumah semenjak Harry tiada, tentang laki-laki yang sedang didekatinya saat ini dan lain-lain, aku mengangguk sesekali pertanda aku masih menyimak ocehannya padahal sebenarnya aku terlarut dalam lamunanku akan dua mata hijau yang menatap balik ke milikku. Hanya saja kedua mata tersebut adalah milik Gemma, bukan milik Harry. Diam-diam aku berpikir, bagaimana jadinya kalau yang sedari tadi jalan-jalan dan mengobrol bersamaku adalah Harry bukannya Gemma? Bagaimana rasanya mengobrol dan tertawa lepas bersama Harry sebagai teman dekatnya? Bagaimana rasanya jika kami duduk berdua dikedai kopi ini, dan aku mendengarkan dia mengoceh tentang tugas sekolah, tentang pesta yang akan diadakannya diakhir pekan dan semacamnya. Tapi yang berada didepanku ini bukan Harry, melainkan Gemma. Dengan mendengus pelan aku mengakhiri lamunanku, namun seseorang dibelakang Gemma menangkap perhatianku. Liam. Ia mengenakan kaos putih polos dengan ditumpuk kemeja kotak-kotak hitam merah, ia tersenyum padaku dan dengan terpaksa aku membalasnya. Tampaknya Gemma melihatku tersenyum jadi ia cepat-cepat menoleh kebelakang, seketika wajah Liam pun menjadi pucat dan ia menundukkan kepalanya sambil berlalu pergi.

"Kenapa dia?" tanyaku heran. Hal yang sama juga terjadi pada wajah Gemma, wajahnya menjadi pucat dan seperti ada perasaan tidak enak yang terukir dikulit putih mulusnya. Namun aku memutuskan untuk tidak menanyakan apapun, ingat, aku tidak boleh terburu-buru menanyakan suatu hal.

"Jadi Harry meninggal karena kecelakaan?" tanyaku.

Oke, itu tadi terburu-buru. Mau bagaimana lagi, mulutku memang seperti wanita jalang.

Anehnya Gemma tidak meringis ataupun melemparkan pandangan terkejut ketika kalimat tersebut kulontarkan, ia malah mengangguk dan meneguk minumannya sebelum menjelaskan.

"Iya, mobilnya jatuh ke jurang."

Dafuq, batinku.

"Malam itu dia mabuk dalam perjalanan pulang jadi entah bagaimana ia salah mengambil jalur dan malah melaju ke daerah perbukitan didekat rumah kabin kami. Disitu ia lepas kendali dan mobilnya terjun kejurang, memang ada beberapa jalur yang tidak ada pagar pembatasnya jadi kalau tidak berhati-hati ya bisa celaka." lanjutnya.

"Dia sendirian atau..?"

"Iya, sendirian. Itu semua terjadi dimalam ulang tahunnya, aku tidak habis pikir." Gemma menggelengkan kepalanya.

"Lalu, apa tidak ada saksi mata? Teman-temannya?" tanyaku berusaha untuk tidak terkesan panik.

"Tidak ada, yang terakhir berinteraksi dengan Harry sebelum kejadian adalah Zayn. Dan Zayn bilang ia tidak tahu apa-apa, ia bahkan tidak tahu kalau Harry pulang secepat itu. Sekitar pukul sebelas malam mungkin,"

Gone H.S [DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang