thursday - dua

550 86 3
                                    

Habis kelas Kay langsung cabut dari kampus mau ke sekolahnya Kelvin, soalnya hari ini Kelvin masih belum bisa pake motornya kan.

Sampai di depan sekolah Kelvin, semua murid udah pada bubaran tuh tapi kok Kay nggak ngeliat adanya tanda-tanda keberadaan Kelvin. Anaknya juga ditelfon nggak angkat.

Kay udah telfonin berkali-kali masih juga nggak diangkat. Dan sebelum Kay mau turun dari mobil, dia ngeliat Kelvin yang keluar gerbang bareng sama bapak-bapak pake jas.

Kay kaget. Buru-buru dia langsung keluar mobil samperin Kelvin.

"Papa?"

Kelvin yang noleh. "Papa, itu Kay," kata Kelvin.

Bapak-bapak yang dari tadi ngerangkul Kelvin langsung mendekat ke arah Kay. "Kyra," sapa bapak itu.

"Papa."

"Papa kangen, tapi kita pelukannya jangan di sini ya?"

Kay mengangguk. Pandangannya buram. Kay mau nangis.

Kelvin yang sadar kakaknya sekarang mau nangis buru-buru ngerangkul Kay terus jalan ke arah tempat mobil Kay diparkir.

Sampai di dalam mobil, Kay langsung nangis sambil meluk papanya.

Ini tuh posisinya papa di kursi pengemudi, terus Kay duduk di kursi sampingnya. Kelvin yang duduk di kursi penumpang cuma bisa ikutan terharu liatin Kay yang akhirnya nangis setelah dari kejadian hari Sabtu.

"Papa nggak apa-apa?" tanya Kay di sela-sela pelukan.

"Papa nggak apa-apa. Kamu nggak apa-apa?"

"Aku ngga apa-apa sih," sahut Kelvin. Nyaut aja daripada gabut liatin kakak sama papanya pelukan dia nggak diajak.

Papa ketawa. Kay juga jadi ikutan ketawa padahal air matanya masih keluar.

Papa tuh kerja di pertambangan, makanya jarang pulang. Kalo pun pulang, nggak ke rumah Kay tapi ke rumah nenek yang ada di Bogor. Makanya begitu liat papa jemput Kelvin di sekolah, Kay langsung meledak mau nangis.

"Papa harusnya marah," kata Kay sambil melepas pelukannya.

"Papa harusnya marah karena Mama ninggalin Papa."

Respon papa cuma senyum, terus ganti-gantian liatin anaknya yang tiba-tiba udah gede.

"Tau nggak, kenapa Papa akhirnya pisah sama Mama?"

Kelvin papanya baru prolog aja dia udah nangis banget sekarang, nggak peduli lah ini masih di parkiran sekolah.

"Di dunia ini, yang nggak bisa dikontrol adalah perasaan kita sendiri," ujar papa memandang lurus ke depan. "Papa nggak bisa nuntut Mama untuk terus bareng sama Papa kalo Mama aja udah nggak cinta Papa. Mama nggak bisa kontrol perasaannya, Papa nggak apa-apa."

Dan sebelum papa lanjutin omongannya lagi, Kay langsung memeluk papa.

"Pa, tanpa Mama pun, Papa cukup."

Cukup.

Karena dari dulu pun begitu.

Kay udah cukup besar untuk ngerti kalo sejak dahulu, meski pasangan dari Papa adalah Mama, papa dan mamanya nggak pernah punya cukup waktu untuk jadi pasangan.

Papa yang bekerja jauh dari rumah, dan mama yang nggak pernah menyambut papa setiap kali papa pulang.

Papa yang menunggu mama pulang, tapi mama nggak pernah pulang.

"Kay anak Papa."

"Kay anak Mama."

Kay sadar bahwa nggak semua orang tua adalah pasangan. Papa dan mama adalah orang tua Kay, tapi mereka bukan pasangan.

Friday Hugs | jeno x karinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang