Dior mengembuskan napas kasar, lalu mengusap wajahnya dengan kasar juga.
Semarah-marahnya dia pada Sada atau Jio, pasti berakhir dengan penyesalan.
Dia sibakkan selimut tebalnya, beranjak dari tempat tidur, melangkah keluar dari kamar. Kamar Sada yang ada di sebelah kamarnya kosong, Dior melangkah cepat menuruni tangga."Sada mana, Bi?"
Ini sore hari, asisten rumah tangganya sebentar lagi pulang dan sebelum itu pasti menyiapkan makan malam terlebih dulu.
"Keluar barusan, Den."
Dior langsung melanjutkan langkah lebih cepat, berharap Sada belum pergi.
"DA!"
Tepat sekali, Sada baru saja akan menaiki motor, dia menoleh.
"Gue ikut." Dior berucap sembari berjalan cepat menghampiri.
"Ke mana?" Dengan ekspresi datarnya Sada bertanya.
"Cari Jio, kan?"
Sada melihat penampilan Dior yang hanya memakai kaos dan celana pendek juga sandal jepit. Sada mengedikan bahu. "Kagak, gue mau nyebat," sahutnya dengan kening mengernyit.
"Da!" Tatapan Dior menajam.
Sada terkekeh. "Canda, yaelah. Pake mobil ajalah kalo lo ikut."
"Gak usah, pake motor aja biar lebih cepet," kata Dior.
Sada menghentikan gerakkannya yang akan turun dari motor, terdiam sebentar. "Yaudah." Dibukanya jaket bomber yang dia kenakan. "Nih, pake." Melemparkannya pada Dior.
Dior tersenyum tipis, memakai jaket itu.
Sadar diri, terpaan angin yang dingin bisa membuat asmanya kambuh. Saat hendak menaiki motor, sebuah mobil hitam mengkilat memasuki pagar rumah yang otomatis terbuka saat kendaraan akan masuk. Sada dan Dior terfokus pada laju pelan mobil itu yang kemudian berhenti di depan mereka. Lebih tepatnya di pelataran rumah.Jio keluar dengan Fredrick. Sada dan Dior tentu hapal mobil siapa itu, tapi yang membuat mereka melongo. Kenapa Jio bisa bersama dengan papanya?
"Masuk."
Tanpa sapaan atau senyuman, Papa hanya melirik dan menyuruh mereka untuk mengikuti langkahnya memasuki rumah. Jio melirik kedua saudaranya, meringis, menggerakan tangan seolah memotong leher. "Mati".
Dior melotot. "Lo ngapain?" Dengan gerakan mulut tanpa suara dia bertanya.
Jio mengatupkan tangannya dengan ekspresi makin meringis."Lo." Dior menunjuk Jio. "Yang." Membuka mulut tanpa suara. "Mati." Lalu memeragakan kata Mati seperti yang tadi Jio lakukan, memotor leher.
Sada yang dari tadi hanya menonton aksi pantomim kedua adiknya, memperlebar langkah menarik baju bagian belakang leher keduanya, sampai Dior dan Jio terseret mengikuti langkah Sada. Setelah sampai di dalam rumah baru Sada melepaskan. Dior dan Jio kompak melotot ke arahnya, tapi Sada tak peduli.
"Mama kalian mana?" tanya Fredrick.
"Ke Bali, Pa." Dior yang menyahut.
Fredrick mengangguk-angguk. Dia melangkah menuju meja bar, membuka lemari pendingin ukuran mini yang ada di pojok meja, lalu mengambil sebotol minuman beralkohol dari sana. Punya Manda dan Fredrick. Mereka berpisah, tapi masih punya beberapa minuman beralkohol milik berdua. Papanya membuka lemari bawah, mengambil gelas berukuran sedang lalu memberikan beberapa potong es batu ke dalamnya.
"Sada mau?" tawarnya pada si sulung.
Tentu saja Sada si pecinta alkohol mengangguk dengan senyuman lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERSAGA (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang Ersaga Dior dan dua Saudara Er nya.