Kesalahpahaman sudah diluruskan. Sada tak marah lagi pada adiknya. Salah Jio juga yang tak berani buka suara saat Sada marah. Katanya takut, tapi kan jadinya salah paham. Mereka membawa Jio pulang sebelum malam. Jio saat di rumah sakit tidak kenapa-napa. Eh, malamnya di rumah, dia malah demam cukup tinggi. Terus merintih dengan suara menggigil, mengganggu tidur dua kakaknya. Sada sudah memberikan obat penurun demam, dan Dior si perawat dadakan yang amatir, mencoba untuk membantu mengompres jidat Jio yang panas. Dia bawa air hangat dalam wadah kecil, beserta handuk kecil yang dia temukan di dalam kitchen set dapur.
"Peres dulu, Yor! Astagaaa, jidat adek gue." Sada kaget saat melihat Dior meletakan begitu saja handuk kecil yang sudah dia celupkan ke dalam air, ke atas kening Jio. Sada kira bakalan diperes dulu.
"Panas, Da," ucap Dior.
"Ya, lu kepanasan, anjir!" Sada hendak memukul adik pertamanya itu. Gemas.
Sada sentuh sedikit air dalam wadah. Panas gila. Dior mengelak pukulan Sada,
malah tertawa."Maaf-maaf. Ji, maaf, Ji," katanya sembari mengambil kembali handuk kecil yang membuat jidat Jio basah kuyup, lalu Dior membawa lagi wadah berisi air yang kenapasan itu ke bawah. Jio yang sedang tidur sampai mengernyit.
Dior kembali ke dapur menambahkan air dingin pada wadah. Dia balik cengengesan. Sada kesel banget.
"Goblok banget sih, Yor," ucap Sada.
Dior tertawa pelan. "Untung dia tidur," katanya.
"Kasian, anjir, tidur juga kerasa." Sada masih mengelap jidat Jio dengan tisu.
Dior terkekeh, mengulang kembali acara mengompresnya dengan baik dan benar.
"Pake inhaler sana, Yor. Gue gak mau nambah pasien," titah Sada. Mendengar tarikan napas Dior yang mulai terdengar beda.
Dior menurut. Turun dari tangga. Mengambil inhalernya di ranjang bawah.
Menghirupnya."Tidur aja, Yor. Biar gue yang tungguin Jio."
"Hn? Seriusan?" Dior melongok ke atas. Dia memang lelah.
"Iya, sana. Jangan sampe lo ikutan sakit," kata Sada.
"Ya, lo juga, Da. Jangan sampe ikutan sakit."
"Gak akan, gue kan strong," ucap Sada.
Percaya sih. Sada emang jarang banget sakit. Paling kalo habis mabok doang. Hangover.
"Yaudah, gue tidur, ya. Kalo butuh bantuan bangunin aja."
"Hm."
Sada terdengar menggumam. Dior berguling ke tempatnya biasa tidur, sisi dekat dinding.
--
Suara alarm berbunyi. Sampai tiga kali,
baru Dior bangun. Duduk, mengucek mata, kemudian turun dari ranjang. Naik ke tangga ranjang atas. Sada tertidur di sana. Di jidat Jio masih ada handuk kompres, masih terasa basah dan sedikit hangat. Pasti Sada yang mengganti air dan terus mengompres Jio. Membuat Dior tersenyum. Kakaknya itu agak berubah. Saat diraba kening adiknya, masih terasa hangat. Dior turun dari tangga, bersiap mandi.Setelah sarapan. Tanpa membangunkan Sada, Dior berangkat kerja sendiri. Biarkan Sada absen untuk menemani Jio.
Kasihan juga dia sudah berjaga semalaman.Dior berangkat bawa motor Jio. Melajukan motor itu di jalanan, dengan agak canggung. Terakhir mengendarai motor sekitar satu tahun yang lalu, saat masih jadi anggota sebuah geng motor, sebelum akhirnya menyadari tubuhnya tak lagi bersahabat dengan angin, cuaca, dan debu jalanan.
-
"Biar gue, Yor. Lo display barang aja."
Setelah beberapa lama mengenal. Teman-teman kerjanya mulai paham kondisi Dior. Mereka sering dengan sukarela menggantikan tugas berat yang diberikan supervisor untuk Dior. Saat napas Dior mulai terdengar aneh pun, mereka selalu menyuruh untuk istirahat dulu ke loker atau toilet. Suasana kerja rasanya lebih ringan. Canda tawa di loker saat jam istirahat atau pulang, membuat penat hilang. Satu dari beberapa hal yang Dior kagum dari teman-temannya di sini, mereka pandai saling menghibur diri, menjadikan tekanan jadi candaan.
"Ikut ngopi-ngopi gak, Yor?
"Nggak, langsung balik gue."
"Lain kali ikut dong, Yor."
Dior mengangguk. Lalu berpisah dengan temannya di parkiran. Sada bilang,
makanan untuk makan malam sudah ada, jadi Dior langsung pulang saja.-
Dior mengembuskan napas panjang saat membuka helm fullface Jio. Pengap. Dia turun, mencabut kunci. Masuk ke dalam rumah.
"Gimana Jio?" Dior langsung naik ke lantai atas. Membuka jaket jeans yang melapisi hoodie. Sada lagi duduk di sofa, mainin handphone.
"Udah baikkan." Sada menurunkan handphone. "Gimana kerjaan?" tanyanya.
"Ya, gitu aja."
"Lo gak pa-pa?"
Dior mengedikan bahu. "Udah mulai adaptasi. Okey," sahutnya, diakhiri senyuman. Menyisakan seragam supermarket yang masih melekat di tubuh. Dior menghempaskan tubuh di sofa. Mengambil snack yang sudah dibuka di atas meja.
"Ada ayam bakar di microwave, tinggal lo angetin lagi aja," kata Sada.
"Kayaknya gue lagi pengen makan mie."
Sada melirik. "Ih, bener banget kayaknya enak makan mie. Bikin, Yor. Dua biji."
Dior menyandarkan punggung sambil mengunyah cemilan. "Tar, abis gue mandi," sahutnya.
"DAA!!!!! Gue gak bisa bawa ke atas. Panas. Lo ke bawah aja!!!"
Sada gercep. Menuruni tangga dengan cepat. Wangi kuah mie sampai tercium ke lantai atas. Dior bikin mie pake dua telor mata sapi yang bulatnya sempurna. Dia satukan dua mie sekaligus dalam mangkuk besar. Dan ada suwiran ayam bakarnya juga sebagai toping.
"Jago juga lo," puji Sada.
Dior mengedikan bahu. Dia memberikan sendok dan garpu pada Sada. Lalu mencicipi kuah mie yang gurih dan nikmat itu.
"Jio udah makan?" tanya Dior, disela tiupannya pada mie yang mengepulkan asap panas.
"Udah, gue suapin tadi, jadi manja banget adek lo," sahut Sada, sama, Sada juga lagi niup-niup mie di sendok.
"Tumben banget lo baek."
"Gue emang kakak idaman."
"Gue gak ngidam-ngidamin banget lo jadi kakak "
"Emang lo brengsek."
--
KAMU SEDANG MEMBACA
ERSAGA (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang Ersaga Dior dan dua Saudara Er nya.