PART 15

3K 424 15
                                    

Senyum Sada pada pelanggan supermarket yang sedang memilih daging, lagi lebar-lebarnya. Seneng banget dia melakoni pekerjaan ini. Ngomong-ngomong soal pelanggan, sampai ada beberapa ibu-ibu yang rutin banget setiap hari beli daging, cuma karena seneng ketemu Sada, ibu itu mengungkap jujur sendiri alasannya. Ya, kapan lagi, ada kang daging macam mas-mas model go internasional gini.

"Lama banget ke toilet. Berak lo keras?"

Sada melirik samping, temannya baru saja kembali dari izinnya ke toilet, sekitar 15 menit yang lalu.

"Gue bantuin dulu anak baru yang--. Eh, Da, yang selalu lirik-lirikan sama lo itu,
adek lo, kan?"

Sada mengangguk. Kerja di sini ada dua shifting, tapi Sada dan Dior mendapat hak istimewa untuk tidak mengikutinya.
Mereka hanya punya jam kerja pagi.
Teman mereka yang minggu kemarin, sekarang shift ke-dua. Teman yang sekarang, baru mereka kenal kemarin.

"Punya asma dia?"

Sada kembali mengangguk. Keduanya mengobrol sembari sibuk melayani pelanggan.

"Gue tadi bantuin dia, Da. Sesek napas deket toilet, terus kita bawa ke loker."

"Lo handle dulu, Ki." Sada membuka apronnya.

"Mau ke mana?"

Sada langsung melangkah. "Nemuin adek gue," katanya. Temannya baru mau buka mulut, kalau adiknya mungkin sudah dibawa ke klinik, tapi Sada keburu gak ada, melangkah terburu-buru.

-

Di loker sudah tidak ada siapa-siapa.
Sada mengembuskan napas gusar dengan tangan berkacak pinggang. Mungkin Dior sudah dibawa ke rumah sakit. Jam pulang sebentar lagi. Sada berpikir. Ah, sebaiknya dia selesaikan dulu jam kerja. Setelah pulang, baru menemui Dior. Ya, begitu. Sada kemudian keluar dari area staff only.

-

"Gue dirumah, Da."

Sada mengembuskan napas lega.

"Sama siapa? Jio ada?"

Sada duduk di warung kopi, menghubungi Dior, sebelum memesan taksi online. Sada kira Dior akan ada di rumah sakit, tapi syukurnya ternyata ada di rumah.

"Gak ada, belom balik dia."

"Gue balik sekarang. Lo mau titip apaan?"

"Gak ada."

"Mau makan malem apa?"

"Apa aja."

"Yaudah, gue matiin, gue balik sekarang."

Lalu telepon dimatikan. Oleh Dior. Jempol Sada kalah cepat.

-

Sada buru-buru melangkah masuk ke dalam rumah. Menyimpan kantong yang dia bawa di meja makan, lalu menaiki tangga. Yang Sada khawatirkan, Dior sedang terbaring tak berdaya dengan napas berat dan wajah pucat. Di ujung tangga, napas Sada melega, melanjutkan langkah dengan lebih santai. Dior menoleh. Dia Sedang duduk bersila di sofa dengan bantal sofa dipangkuan, tengah menonton acara tv, terlihat baik-baik saja, hanya wajahnya yang memang masih terlihat pucat.

"Lo bikin gue panik, tau gak," kata Sada.
Jujur tadi dia benar-benar panik. Setelah beberapa kali lihat Dior kumat, Sada jadi sedikit parno.

"Serius lo panik?" Dior tersenyum remeh, menatap seolah tak percaya.

"Ya, menurut lo!" Sada mendelik. "Gimana kejadiannya?" Dia duduk di sofa dan bertanya.

Dior menatap televisi. Tadi itu memalukan sekali. Harusnya Dior bisa tahan sampai masuk ke dalam bilik toilet. Tapi tak tertahan. Baru sampai depan pintu, udara sudah serasa hilang.
Beberapa kali Dior semprotkan inhaler dengan panik, tapi tak berguna. Menyedihkan sekali tadi. Mengap-mengap, meraup udara, dan dikerubuni karyawan lain.

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang