PART 23

3.3K 434 27
                                    

Sada diperbolehkan masuk ke ruang ICU setelah beberapa lama hanya menunggu.
Tapi hanya untuk satu orang. Jio membiarkan Sada yang masuk. Lagian, dia tidak ingin melihat Dior dalam keadaan tak baik.

-

Sada terus memikirkan bagaimana Dior tumbang. Dior ada di depannya saat mulai berlari, Sada sempat memastikan, tapi karena panik, akhirnya dia lupa.
Sampai di bangsal ICU. Sepertinya Dior tidak tertidur. Bagaimana dia mau tertidur, cara bernapasnya saja terdengar tak nyaman, walaupun sudah dibantu masker oksigen dengan kantong reservoir yang menyalurkan oksigen konsentrasi tinggi, tapi tetap saja, napas Dior terdengar tidak baik. Dia dalam posisi setengah duduk agar saluran udara menuju paru-parunya terbuka lebih lebar.

Mungkin merasakan seseorang yang mendekat, Dior sedikit membuka mata. Saat menemukan Sada, pandangan tertuju padanya. Sada melangkahkan kaki agar lebih dekat. Seumur hidupnya, ini yang pertama kali dia melihat Dior seperti ini. Tangan Sada perlahan terulur, untuk menggenggam tangan Dior yang terasa sangat dingin. Mata Dior hanya terbuka segaris. Hanya menatap lurus, tanpa berekspresi lain. Tarikan dan embusan napasnya terlihat cepat. Keningnya mengkerut dan berkedut. Sepertinya menyakitkan.

--

Saat Sada masuk lagi ke dalam ICU di sore harinya. Dior sudah tidak lagi memakai masker oksigen. High flow nasal canulla, yang kini membantunya menaikkan saturasi oksigen yang masih jauh dari target normal. Tapi Dior sudah terlihat lebih baik dari tadi pagi. Meski caranya bernapas masih sama. Mata Dior terbuka begitu Sada melangkah ke sampingnya. Dior bisa tersenyum samar sekarang, hanya belum bisa bicara, karena setiap detiknya masih sibuk menarik udara agar bisa masuk melewati saluran pernapasannya yang sedang menyempit. Tapi yang membuat Sada merasa lega, kening Dior tak lagi mengkerut dalam. Itu menandakan tak sesakit kemarin.

-

Sejak ke rumah sakit. Sada dan Jio belum pulang, mereka belum berganti pakaian dari hari kemarin. Menunggu Dior baikkan. Untungnya hanya satu hari dia di ICU. Esok paginya, Dior dipindah ke ruang rawat karena keadaan sudah membaik. Setidaknya saturasi oksigennya naik, meski masih tampak tak berdaya, nasal canulla masih tersemat di hidungnya.

Dior tersenyum melihat Jio, dari kemarin dia tidak melihat adiknya itu.

"Bang Sada pulang dulu bawa baju ganti," Jio bersuara.

Dior baru sadar, adiknya masih memakai jaket biru dengan kaus kuning, sama seperti malam kemarin.

"Maaf ya, Bang. Malam itu gue gak inget kalo lo gak bisa lari," kata Jio. Kepalanya menunduk. Merasa bersalah. Karena kejadian malam kemarin itu berakar darinya.

"Angkat kepala lo, Ji. Gue juga lupa. Lagian, gue udah gak pa-pa kok, lupain aja," kata Dior.

Jio mengangkat kepala. Menatap kakaknya dengan sorot mata menyesal.
Apanya yang tidak apa-apa, bahkan satu hari dengan perawatan intensif, tak membuat napasnya sekarang menjadi lancar, masih terlihat melelahkan saat menarik dan mengembuskannya.

"Udah makan, Ji?" tanya Dior. Bibirnya tersenyum. Berusaha memperlihatkan kalau dia benar-benar baik-baik saja sekarang, terlepas dari napasnya yang memang belum kembali normal. Jio menggeleng.

"Sada gak beli?"

"Nanti balik sini, bang Sada sekalian beli makan," sahut Jio pelan.

"Sekarang aja sana."

Dior sempat melirik jam dinding. Sudah lewat dari jam sarapan. Jika di rumah, Jio pasti sudah guling-guling, mengeluh kelaparan.

Jio kembali menggeleng. "Nunggu bang Sada aja," katanya. Bayik besar itu masih terlihat merasa sangat bersalah.

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang