PART 11

3.4K 486 26
                                    

"Yok."

Sada menepuk bahu Dior yang duduk di bangku warung kopi pinggir jalan. Taksi online yang dia pesan sudah sampai. Mereka masuk ke dalam mobil. Dior menarik napas. Lalu mengambil inhaler di saku celana, mengocok-ngocok dahulu sebelum melepaskan semprotan obat itu ke dalam mulut, kemudian menghirupnya dalam.

"Capek?" tanya Sada.

"Mm, lumayan."

"Kalo gak kuat berenti aja, Yor. Gak pa-pa, gue aja yang kerja."

Dior menoleh. "Kayaknya lo menikmati banget dah, Da. Tadi pagi aja belum apa-apa, lo udah ngeluh, sekarang keknya lo seneng banget," katanya, diiringi kekehan.

Sada menaikkan kedua ujung bibirnya tinggi. "Jiwa pshyco gue bergejolak pas motong daging."

"Dih, serem banget lo." Dior jadi memandang ngeri.

Sada tertawa. "Canda. Seneng aja gue, ternyata gak seburuk yang dipikirin," ucapnya kemudian. Yang tadi cuma becanda doang, asli.

Dior menghela napas, mengalihkan pandang ke jendela. "Kok jadi gue yang kayaknya gak akan betah, ditunjuk-tunjuk mulu sama Pak Bambang. Males banget, emangnya gue kacung."

"Lah, emang iya, lo lagi jadi kacung bayaran," kata Sada sembari tertawa. Menertawakan nasib mereka sekarang. "Tapi gue serius lho, Yor. Lo kalo gak kuat berenti aja. Lo pikir selama kerja gue gak liatin, tersiksa banget kayaknya lo."

Dior diam, memandang lurus pemandangan luar. Dia yang kemarin yakin, masa harus kalah dihari pertama.
Kepalanya menggeleng. "Gue lanjut. Mungkin tadi cuma karena hari pertama, jadi kerasa banget capeknya. Kita harus buktiin ke Papa, kita bisa, Da."

"Mm." Sada mengangguk, mengacungkan kepalan tangan. Dior mengangkat kepalan tangannya juga, mengadukan dengan Sada. Biar Fredrick tahu. Siapa mereka.

-

Mobil sudah ada depan rumah, berarti Jio sudah pulang. Ini pukul 15.30. Sada membuka pintu rumah.

"JIOO!!!" teriaknya memanggil. Di perjalanan tadi mereka minta taksi online untuk mampir di drive thru, membeli makan malam. Sada menyimpan dua kantong berisi friedchicken dan burger di meja, sembari mendudukkan diri. Dia lepas sepatu dan menyimpannya begitu saja.

"Apa gunanya ada rak sepatu." Dior menyimpan punyanya kemudian mengambil punya Sada. Selelah-lelah tubuhnya, dia tetap berprilaku rapi.

"Mau ke mana?" tanya Sada,

Dior melangkahkan kaki naik ke anak tangga. "Mandi dulu, ganti baju. Lo gak ganti?"

"Nanti aja, ah. Males naek gue."

Yaudah, Dior melanjutkan langkah menuju kamar. Membuka jaket dan bajunya, lalu mengambil handuk.

"Ji, turun sana. Sada beli makan tuh," ucap Dior. Jio ada diranjangnya. Tidur mungkin. Dior melangkah masuk ke kamar mandi.

15 menit dia mandi. Keluar dengan rambut basah, dan setengah telanjang.
Melirik ranjang atas, Jio masih ada di sana. Gak siang, gak sore, gak malem.
Kebo, ya kebo.

"Ji, lo gak laper apa? Tidur kok kayak orang mati," ucap Dior sembari memakai celana dan baju. Mengeringkan rambutnya dengan handuk, lalu menyimpan kembali handuk itu ke tempatnya.

"Ji." Dior melangkah naik ke ranjang atas.
Menggoyangkan kaki panjang Jio. "Bangun, makan," titahnya.

Jio yang menghadapkan tubuh ke arah dinding, bergerak, menarik kaki yang dipegang Dior. "Perut gue sakit." suara lirihnya  terdengar.

Kening Dior mengkerut. "Sakit napa? Lo makan apa?"

"Gak tau, ah, Yor. Orang sakit ditanya-tanya." Jio mendengus.

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang