PART 13

4K 468 48
                                        

Mau tak mau Jio pulang juga. Pamitan dengan berat hati sama tante Rima, om Jaka, dan Arfa. Baru seruangan satu hari, udah kayak seumur hidup aja, dia tinggal sama mereka. Wajah cemberutnya tak hilang-hilang. Diajak ngomong tak juga menyahut. Sada dan Dior berpandangan.
Dengan tatapan mereka yang mengisyaratkan, 'yaudah diem aja'.

Sampai rumah, Jio langsung turun tak bicara sedikit pun, melangkah masuk tanpa menunggu kedua saudaranya.

"Salah lu, Da. Gue gak ikutan," kata Dior. Menyalahkan kakaknya, atas aksi ngambek Jio yang ternyata beneran. Sada melirik, tatapannya tak ridho, disalahkan.

"Apaan?! Lu juga ikut andil."

"Gak biasanya tuh anak ngambek gitu," Dior memandang ke arah pintu rumah. Ini mereka berdua belum keluar dari mobil, mau ghibah dulu di bawah temaram lampu kabin.

"Apa gue kasih aja ke tante Rima sama om Jaka, ya? Kan anaknya baru satu tuh," kata Sada, nadanya lurus gitu aja.

Dior menoleh. "Sekata-kata lo, adek gue tuh!" Walaupun tadi saat di rumah sakit, Dior kesannya jahat, tapi tetap saja, sayanglah sama Jio. Maen kasih aja.

"Ya, sama, adek gue juga." Sada menghela napas, berucap pelan sembari menyandarkan punggung pada sandaran jok mobil, lalu menatap lurus ke depan.

"Jio itu butuh keluarga, Yor," Sada kembali bersuara dengan nada datar yang terdengar serius. Tampangnya juga jadi terlihat begitu serius.

Dior menoleh, keningnya mengernyit.

"Kita keluarganya bukan, Da? Aneh banget lo." Dior Melengos.

Sada diam. Berpikir, bagaimana cara memperjelasnya.

"Ya, iya, kita keluarganya, tapi kita tuh keluarga prik, gak, sih, Yor? Manda sama Fredrick. Ngapain sih mereka--" Sada menepuk tangannya. "Gitu. Gak pake pengamanan kalo pada kenyataannya kita gak diharepin-harepin banget."

Dior jadi terdiam. Menggigit kulit bagian dalam bibirnya. Omongan Sada, walaupun gak jelas, tapi berhasil mukul akal pikirannya. Beberapa lama, Dior masih diam. Sada juga diam. Sudah berlalu waktu Dior mengasihani diri, masa sekarang harus mengasihani lagi?
Dior kemudian mengbuang napas keras ... haahhhh!!!

"Besok-besok gue ngajuin diri jadi abang Rafathar aja lah. Kenapa Tuhan gak ciptain gue jadi bagian dari sel spermanya raffi aja, si?! Napa harus Fredrick," racaunya.

Sada menggelengkan kepala. "Gue juga maunya jadi bagian dari keluarga gen halilintar aja. Mak-bapaknya walaupun jauh, tapi tetep solid."

Mendengar itu, Dior langsung menoleh,

"Lo nonton mereka?"

Rasa sedih di hati tiba-tiba menghilang,
berganti dengan rasa siap untuk mencemooh. Sada yang baru sadar dengan ucapannya barusan, langsung melotot.

"Nggak! Iklan lewat, dikit-dikit doang," kilahnya.

Ujung bibir Dior mulai terangkat, memandang Sada lurus.

"Kepencet doang, Sat, ah! Gak usah, ya, lo pasang muka mau membully gue kayak gitu!" Ekspresi Sada berlebihan banget.
Kayak kepergok apaan.

Dior menyemburkan tawa. "Lo selalu hina gue, kalo gue nonton keluarga Rans. Tahunya-- Uhukk ... uhukkk ... "

Dior terbatuk di sela terbahaknya.

"Mm, makan tuh makan. Bengek-bengek dah lo, azab ngetawain abang sendiri, tuh. Dah, ah. Terima kenyataan aja kalo nyatanya kita bagian dari diri Fredrick. Dan, besok ... kita urus tuh si sel sperma Fredrick yang kurang nyewek, makanya jadi ambekan gitu. Sekarang keluar mobil dulu. Masuk rumah terus molor. Ngantuk banget gue, mana besok masih nguli."

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang