"Yor, kita udah sampe di rumah," ucap Sada. Menunduk sekilas, menggigit bibirnya. Menahan sesak yang mulai bergemuruh lagi. Dia ingin Dior bangun dan celingukan seperti biasa saat Sada membangunkannya ketika mobil sudah sampai tujuan. Tapi itu hanya harapan. Sada harus menerima kenyataan. Sada meraih tubuh Dior, membopongnya, melangkah menuju pintu yang dibukakan Jio.
"Den, pada pulang?"
Sada membaringkan tubuh Dior di sofa dengan hati-hati.
"Den Dior, kenapa?" Bibi mendekat. Walau Sada dan Jio tidak menyahut, tapi sepertinya bibi tahu karena dengan sekali lihat pun tubuh yang terbaring itu, kentara sekali sudah ditinggalkan pemiliknya.
"Den ...." Bibi berjongkok, menarik Sada ke dalam pelukannya dengan lembut.
"Yang sabar, ya," ucap Bibi. Mengusap belakang kepala si sulung yang bertekuk lutut di sisi sofa setelah membaringkan adiknya. Sada kembali terisak dalam pelukan itu.
"Den Jio, sini, Nak."
Jio yang terus menunduk. Menghampiri.
Ikut menenggelamkan wajah di pundak kiri wanita paruh baya yang sudah cukup lama bekerja di rumahnya. Bibi mengusap-usap lembut punggung kedua bujang majikannya. Bibi pun ikut menangis menatap satu bujang lagi yang tak disangka pulang hanya raganya saja.
Entah apa yang terjadi, tapi sekarang bukan saatnya untuk bertanya. Bibi tahu sedang sesakit apa hati dua pemuda di pelukannya. Sedikit banyak Bibi tahu tentang mereka. Apa yang akan nyonya besar dan tuan besarnya rasa, saat tahu salah satu putranya pergi di saat mereka tidak pernah ada di sisinya.-
Tok ... tok ... tok.
Ada yang mengetuk pintu depan. Bibi yang beranjak untuk membukakan pintu. Sada dan Jio seakan kembali dalam ruang kosong penolakan. Mereka hanya terdiam di sisi sofa. Dalam hati, tak ingin membawa Dior pergi jauh dari pandangan mereka.
"Den, Dokter Lana. Dokter komplek yang suka bantu Den Dior."
Bibi membawa masuk seseorang dan memperkenalkannya. Sada mendongak. Tidak disangka dia akan bertemu juga dengan dokter yang semalam namanya sempat disebut Dior sebagai salah satu orang yang akan dia temui setelah pulang ke rumah. Dokter itu menganggukkan kepala. Sada tersenyum sangat tipis.
-
Ternyata Dokter Lana sebaik yang diceritakan Dior, Dior tidak melebih-lebihkan cerita tentangnya. Nyatanya Sada tak sanggup mengurus semuanya seorang sendiri. Penolakan dalam dirinya selalu meminta untuk membiarkan Dior tetap bersamanya. Tidak membawa Dior ke mana-mana. Dan Dokter Lana datang di waktu yang tepat. Dia membantu menghubungi rumah duka. Meminta pada Sada untuk menyerahkan semua padanya.
Sada hanya bilang, dia mau Dior dikembalikan pada Tuhan secara layak dan dengan semestinya. Dokter Lana mengangguk mengerti, memeluk Sada dan Jio seolah mereka sudah mengenal lama kemudian dengan baik hati mulai mengurus pemakaman untuk Dior.
Semuanya berjalan lancar berkat bantuan Dokter Lana. Peti Dior sudah ditutup. Siap dibawa ke ruang krematorium setelah do'a-do'a dipanjatkan. Sada membawa bingkai foto Dior dengan pandangan kosong, sementara Jio di sampingnya sejak awal hanya menunduk dalam.
Dari arah pintu masuk, kemudian tampak beberapa orang yang melangkah dengan ribut. Pandangan Sada tak berubah. Dengan kosong menatap mereka. Fredrick dan Manda baru tiba padahal Sada memberitahu mereka dari beberapa jam yang lalu. Tadinya Sada tidak akan memberitahu. Bibi yang membuat akhirnya dia mengirim pesan kepada kedua orang tuanya memberitahukan tentang Dior.
Tapi apa ... mereka bahkan baru tiba sekarang. Ke mana saja? Masih sesibuk itu, kah? Manda sudah bercucur air mata dan Fredrick matanya tampak merah seperti habis menangis. Dengan langkah terburu-buru menghampiri. Manda yang ditemani Brendy di belakangnya, langsung melangkah menuju peti yang siap dibawa oleh petugas. Petugas-petugas itu menjauh dari peti, membiarkan Manda mendekat. Fredrick meminta pada petugas untuk peti dibuka kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERSAGA (Selesai)
General Fiction**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Tentang Ersaga Dior dan dua Saudara Er nya.