PART 5

3.8K 462 25
                                    

Manda pulang entah kapan, entah jam berapa, mungkin tadi malam atau tadi pagi, yang pasti saat Sada pulang ke rumah siang hari dan Jio-Dior baru bangun di siang hari, sudah ada mamanya di ruang keluarga, dan yang membuat mata mereka melebar, ada Papa juga.

"Gak mungkin kan rujuk?" Jio berbisik pada Dior, mereka menuruni tangga beriringan, melihat ke arah ruang keluarga dari anak tangga.

"Amit-amit. Lo mau ada piring terbang lagi?" respon Dior.

Jio menggeleng. "Amit-amit juga," sahutnya.

Sada, Jio, dan Dior duduk bersisian di satu sofa, sementara Mama dan Papa duduk di sofa terpisah. Membuat Jio mengembuskan napas lega, gak mungkin rujuk, duduknya aja masih jauhan.

"Sada ... Dior ... Jio."

Begitu nama mereka disebut, badan ketiganya langsung menegak, soalnya dari nada panggilannya, bikin gak enak hati. Perasaan baru lusa kemarin Fredrick datang ngajak minum-minuman mahal, sekarang auranya udah beda aja.

"Mungkin selama ini Papa udah terlalu manjain kalian dengan uang."

Yaa ... hanya dengan uang. Mau diperhitungkan juga, kah? Manjain fisik kan nggak pernah sama sekali.

"Sada, kamu semaleman habisin uang berjuta-juta setiap harinya. Pulang pagi, kadang gak pulang, nginap hotel. Lupa? Kamu yang tertua, punya tanggung jawab atas adik-adik kamu."

Sada hanya diam, karena omongan papanya bukan untuk disahut, akan percuma. Walaupun jika disahut, papanya mungkin akan kalah telak, jika Sada beberkan siapa yang lebih harus bertanggung jawab atas adik-adiknya dan termasuk atas dia.

"Dior."

Dior yang duduk di tengah mendongak perlahan menatap papanya.

"Beberapa bulan terakhir kamu emang berubah karena kesehatan kamu, tapi kalo kamu baik-baik aja kayaknya sekarang kamu masih jadi bagian dari geng motor. Kerjaan kamu foya-foya, berantem gak jelas, bantai sini, bantai sana, keluar-masuk penjara. Kuliah kamu kemaren juga terselamatkan karena uang. Kamu juga lupa? Tanggung jawab kamu sebagai kakak adalah menjadi contoh yang baik buat adiknya."

Dior hampir saja menggulirkan bola mata. Sosok ayah sebagai tatanan teratas yang harus mencontohkan hal-hal baik pada anak-anaknya pun, dia tidak pernah mendapatkannya.

"Dan Jio .... " Fredrick menghela napas panjang, melirik putra bungsunya dari Manda itu. "Kamu anak kecil nakal."

"Paa ... aku udah 20 tahun, udah dapet KTP dari tiga tahun lalu. Bukan anak kecil lagi."

Hanya si bocah tengik Jio yang berani menyahut sembari menggulirkan bola mata.

"Ya, di mata Papa kamu tetep anak kecil, Ji, dan kamu nakal, sama aja kayak Sada malah lebih parah."

Fredrick kemudian mengembuskan napas kasar, mengusap wajah. "Kamu ... karma Papa yang paling sempurna. Semua kelakuan buruk Papa ada di kamu," ucap Fredrick. Dalam wajahnya terlihat seperti ada penyesalan dengan masa lalu.

Jio malah tersenyum lebar. "Jadi, harusnya Papa gak boleh marah. Kita kan karma Papa," sahutnya dengan ringan sekali tanpa rasa takut.

Sada dan Dior jadi refleks melirik dengan ujung mata, menahan bibir yang tak tahan ingin tersenyum. Sayang sekali mereka sama Jio.

Fredrick terdiam. Dibegitukan oleh Jio saja dia kalah. Apalagi jika Sada dan Dior ikut berbicara.

"Yaa, semua emang salah Papa juga, tapi Papa gak mau kalian terus gini, makanya Papa mau kasih kalian hukuman. Bukan hukuman, lebih ke pembelajaran. Biar kalian bisa belajar menghargai uang, belajar tanggung jawab sama diri sendiri, sama saudara kalian. Ya, mungkin dengan ini kalian bisa lebih deket satu sama lain."

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang