PART 3

4.3K 495 51
                                    

Dior lagi asik ngunyah kerupuk. Langsung masang wajah julid saat melihat Sada menuruni tangga dengan jeans hitam, kaos putih, dan jaket bomber hitam. Siap pergi. Dari acara hangovernya tadi pagi, orang itu baru terlihat turun sekarang.

"Lu emang mau bikin gue mati bengek ya, Da?! Asal lo tahu aja, tadi pagi lo tidur di toilet, gue sama Jio angkat lo ke atas, habis itu gue sesek, tahu gak?!" Dior mendengus sembari melengos kesal.

Sada malah nyengir lebar. "Sorry, Yor. Hari ini gue nginep di hotel dah," katanya.

"Yaudah sono, awas lu balik!" Dior melirik tambah kesal, berucap dengan sewot sambil menggerakan kepala ke arah jalan menuju pintu keluar. Belum juga emosinya reda, suara hentakan sepatu yang beradu dengan anak tangga menyita perhatiannya. Satu lagi ini. Si batman.

"Mau ke mana lu, Ji?" tanya Sada.

Walaupun sama-sama suka keluar malam, tapi mereka tidak pernah ada di tempat yang sama. Sekalipun sama-sama club, tempatnya pasti beda.

"Dugem dong, ama ini ... mau ngerasain yang rasa nanas, hehe."

Jio mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jaketnya sembari mengekeh nakal.

"Dah, ah. Maen dulu gue, butuh udara malam yang segar."

Anak itu lalu melanjutkan langkah dengan riang melewati kedua abangnya.

"Awas lu tembus, Goblok! Lonte hamil mampus lu, nikahin tuh wanita sejaman!" Dior nyerocos dengan suara yang terdengar nyaring.

"Obat sekarang canggih, Bos! JANGAN BIARKAN ANAK TAK BERDOSA TERLAHIR KE DUNIA FANA!!!!"

Tubuh Jio sudah menghilang di balik dinding hanya suara nyaringnya saja yang terdengar. Sada melirik Dior, dia mengedikan bahu.

"Adek lo," katanya. "Bye, Yor." Lalu dia melangkah menyusul Jio.

"PERGI AJA LO SEMUA SANA!!!! BALIK-BALIK HANGOVER, GUE RACUNIN SATU-SATU!!!" Dior berteriak penuh emosi. Dia gigit kerupuknya yang tersisa setengah lingkaran dengan brutal.

"Dengki banget gue sama Rafathar!"

Lagi-lagi pada akhirnya nama anak sultan itu yang dibawa-bawa. Mamanya juga tak ada kabar sejak tadi pagi terakhir Dior video call. Emang gak ada jiwa-jiwa Nagitanya banget yang selalu mengayomi anak-anaknya. Manda boro-boro mengayomi. Bisa ditebak sekarang lagi party tuh mak-mak gak tahu umur. Lupa di dalem tubuhnya pernah nampung janin tiga bocah yang sekarang terlantar.

--

Hhhhhh ... hhhhh.. uhukk ... uhukkk ... hhhhh ...

Asma Dior kadang kambuh tanpa alasan di malam hari. Matanya terbuka begitu saja dengan jalur napas yang seakan terhimpit. Dior terus terbatuk, mungkin kini saluran napasnya sedang membengkak dan menyempit menutupi jalan udara menuju paru-parunya.

Sepertinya tak ada orang sakit yang semandiri Dior. Bodo amat ini jam berapa. Dia ambil handphone untuk menghubungi dokter yang buka praktek di komplek nya. Mungkin sudah tidur, tapi dokter pria itu sudah biasa ditelepon tengah malam oleh Dior. Saat inhaler tak bisa lagi membantu, hanya dokter itu yang menjadi harapannya.

Walaupun jaraknya tak jauh, tapi sepertinya dokter komplek selalu memakai mobil jika ke rumah Dior saat panggilan darurat seperti ini, soalnya hanya butuh waktu hitungan menit dokter sudah membuka pintu kamar Dior dengan tergesa.

Sejak pertama kali menolongnya yang kehabisan napas di suatu siang, yang kalo siang hari masih ada asisten rumah tangganya. Aman. Tapi Kalo malam hari bibi pulang karena punya keluarga di rumah. Sejak saat saat itu, Dior langsung memberikan kunci cadangan rumah pada dokter yang Dior paksa untuk selalu ada jika Dior butuh. Dior maksa banget dengan sedikit kejujuran kalau keluarganya pelancong semua, dan tak ada yang bisa menolongnya semisal kambuh tiba-tiba di malam hari. Mau tak mau sekarang dokter pun terikat janjinya sendiri, tanpa merasa dibebani. Sekalipun Dior telepon jam 3 pagi, dokter pasti langsung tancap gas.

ERSAGA (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang