16. Reandra

298 55 0
                                    

"Kelemahan manusia itu adalah mudah menyimpulkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kelemahan manusia itu adalah mudah menyimpulkan."

-Diandra Zivana Atthala-

Ziva menuruni anak tangga rumahnya dengan tergesa-gesa. Ia kesiangan, dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 07:15 menit. Sial, Ziva hanya memiliki waktu sedikit untuk segera sampai ke sekolahnya. Ziva tidak yakin kalau ia akan sampai tepat waktu. Apalagi pakaian Ziva yang masih sangat berantakan. Dasi yang seharusnya ia kenakan pun hanya ia genggam tanpa sempat memakainya.

"Ayah ... Ayah di mana? Ayok kita berangkat. Ziva kesiangan," teriak Ziva menatap ke sekeliling rumahnya.

"Ziva, kamu berangkat sekolah sama Abang aja. Ayah sama Bunda udah berangkat duluan." Evan yang tengah memakan roti panggangnya pun beranjak berdiri menghampiri adiknya.

"Enggak perlu. Ziva berangkat sendiri. Lagi pula Ziva bisa bawa mobil," balas Ziva, ketus.

"Kalau kamu pakai mobil, kamu pasti nggak akan tepat waktu sampe sekolah. Udah, ya, berangkat sama Abang. Marahnya tunda dulu," ujar Evan membujuk seraya meraih tangan adiknya.

Ethan yang masih menikmati sarapannya pun ikut beranjak setelah ia meminum susunya. Ia menghampiri Ziva dan Evan dengan wajah yang memasang datar layaknya sebuah tembok. Kehadirannya itu membuat Ziva memalingkan wajahnya dengan sedikit berdecih.

"Kamu berangkat sama Bang Evan. Maafin soal sikap Abang kemarin sama kamu," tutur Ethan.

"Percuma minta maaf kalau akhirnya bakal diulangin lagi." Ziva berlalu pergi begitu saja. Ia lebih baik menunggu di depan dibandingkan harus kembali berdebat dengan abangnya.

"Than, gue anterin Ziva dulu," pamit Evan. Namun sama sekali tidak diberikan jawaban oleh Ethan. Laki-laki itu hanya bersikap datar tanpa ekspresi sembari memandangi kepergian kedua adiknya.

Ziva terpaksa harus berangkat bersama Evan. Ia tak memiliki pilihan lain, dan harus memilih menyampingkan egonya sendiri. Di sepanjang perjalanan pun Ziva hanya memilih diam. Hanya ada sebuah embusan angin juga suara bising yang dihasilkan oleh beberapa kendaraan lain.

Berkat laju yang diciptakan oleh Evan, Ziva tak perlu memakan banyak waktu untuk sampai di depan sekolahnya. Gadis itu turun, dan memberikan helmnya kepada Evan. Ziva melirik arloji di tangan sebelah kiri, ternyata masih ada waktu 10 menit lagi bel masuk berbunyi. Syukurlah, Ziva datang tepat waktu.

"Pulang sekolah nggak usah jemput, Ziva bisa naik taxi."

"Ya udah, Abang pergi sekolah dulu," ucap Evan, dan diangguki oleh Ziva. "Belajar yang bener, jangan banyak pacaran, inget!"

Evan menyalakan mesin motornya kembali. Sampai di mana Ziva langsung menahan tangan abangnya agar tidak pergi terlebih dahulu. "Makasih. Abang pakai motornya jangan ngebut-ngebut."

Evan hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Meski senyuman itu tidak dapat dilihat oleh Ziva karena terhalang helm full facenya. Segera, laki-laki itu langsung kembali melanjutkan perjalanannya, dan meninggalkan area sekolah Ziva.

ZIVANDRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang