32. Teka-Teki 2

220 34 8
                                    

Cemburu itu rumit. Dipendam sakit, diutarakan jadi penyakit.

Reandra Azriel Farzan—

Jadilah Riders yang ROYAL! Yang selalu meninggalkan vote dan komentar!

Happy Reading 🤗


Tiga kandidat yang terpilih mengikuti lomba Olimpiade tingkat internasional harus memperbanyak waktu untuk belajar memahami sebuah materi yang sewaktu-waktu akan muncul di lomba tersebut. Mereka mengikuti jam pelajaran khusus di perpustakaan dengan bimbingan dari Buk Hani.

Di saat Luis tengah menerangkan sebuah materi yang diberikan oleh Buk Hani, Ziva justru malah melamun tanpa memperhatikan ke arah Luis. Pikiran gadis itu jauh melalang buana, sampai Buk Hani yang melihatnya pun hanya menggeleng kepalanya pelan.

“Ziva,” panggil Buk Hani. Ziva masih bergeming dengan posisi yang sama, melamun dengan tangan yang ia tumpangkan di dagu.

“Diandra Zivana Atthala!” panggil Buk Hani sekali lagi. Ziva terkesiap, ia menegakkan tubuhnya.

“Iya, Buk.”

“Kenapa kamu melamun di saat Luis sedang menerangkan materi yang Ibu kasih? Kamu tahu, kan, Olimpiade ini sangat penting, bukan Olimpiade sembarangan. Kamu itu harus fokus, Ziva. Kamu ingin sekolah kita menang, kan?” tegur Buk Hani kesal.

“Ma-maafkan saya, Buk. Saya akan lebih fokus lagi,” jawab Ziva dengan menundukkan wajahnya.

“Baiklah, kita lanjut lagi pembelajarannya.”

Ziva menghela napas, ia langsung fokus ke arah Luis yang kini kembali melanjutkan materi yang dia jelaskan. Dharmendra mencuri-curi pandangan ke arah Ziva, laki-laki itu merasa heran, apa yang sebenarnya tengah Ziva pikirkan? Apa perkara teror yang dijelaskan oleh Lavanya dan Aileen kemarin? Atau, Ziva mengira kalau teror itu dilakukan oleh Geng Calaveras? Ah, sepertinya Dharmendra harus meluruskan hal ini.

Dua jam berlalu, materi demi materi sudah mereka pelajari dengan baik. Sampai tak terasa, bel istirahat pertama berdering nyaring di seantero High International School. Ketiga kandidat itu langsung merapikan buku-bukunya, dan keluar dari perpustakaan untuk merehatkan pikiran sejenak.

“Ziv, lo ikut kita, ya. Ada yang mau kita omongin sama lo,” ujar Dharmendra pada Ziva.

“Oke.”

Ketiganya melangkah menyusuri koridor sekolah untuk mencari teman-temannya yang lain, yang ternyata mereka justru tengah berdiri di depan kelas menunggu kedatangannya. Tak perlu susah-susah mencari, justru mereka sendiri yang menanti.

“Lo semua enggak ke kantin?” tanya Ziva kebingungan.

“Ini lho, Ziv. Gue sengaja nyuruh mereka untuk stay di sini, soalnya ada yang mau kita lurusin, dan biar lo nggak salah paham,” jawab Lavanya memberitahu.

Noah menyahut, “Betul itu. Kita semua mau ngelurusin kasus teror yang lo dapetin kemarin.”

Ziva hanya mengangguk. Ia juga sebenarnya bingung mengenai kasus peneror itu. Ia tak mungkin asal menuduh tanpa bukti.

“Sebenernya apa yang ada di pikiran lo mengenai teror itu? Apa lo berpikir kalau teror itu dilakuin sama Geng Calaveras?” Dharmendra mengambil satu langkah mendekat, menatap Ziva begitu lekat. Dan berhasil mengundang perhatian sang kakak.

“Gue nggak tahu, gue nggak bisa mengklaim teror itu dari siapa. Karena gue sendiri nggak punya bukti apa-apa.” Ziva menghela napas, ia menatap Dharmendra kembali. “Gue bingung Dharma. Masalahnya teror itu juga mengenai keluarga gue, orang tua gue. Gue nggak tahu harus ngelakuin apa, gue ngerasa kalau gue nggak becus jagain mereka.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ZIVANDRA (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang