Pukul delapan di Minggu pagi, Dewa tengah sibuk mengacak-acak lemarinya. Beberapa pakaian sudah tergeletak di atas kasur, namun lelaki itu masih saja mengeluarkan pakaian lain dari lemarinya. Sudah banyak pakaian yang dia coba sambil mematutkan diri di depan cermin, namun masih saja belum ada yang cocok menurutnya.
Kemarin dia mengajak Clara untuk berkencan hari ini. Sialnya, hari ini dia malah bingung hendak memakai pakaian apa. Hingga suara pintu yang terbuka lebar membuat Dewa terlonjak kaget. “Bu, ngagetin aja,” ujarnya saat melihat sang ibu berjalan memasuki kamarnya.
Ibu Dewa yang melihat keadaan kamar sang anak melongo tak percaya. “Ini kenapa diberantakin? Ibu capek-capek udah ngerapihin lemari kamu,” omelnya.
“Dewa bingung mau pakai baju apa,” curhat Dewa.
“Kenapa harus bingung? Pakai saja pakaian yang nyaman.”
Dewa terdiam sejenak lantas mengangguk-angguk. Ibunya benar juga, lebih baik dia memakai pakaian yang nyaman saja, yang biasa dia kenakan. Pada akhirnya, dia memilih memakai kaus putih, celana jeans hitam, dan jaket denim.
Setelahnya Dewa berpamitan dengan sang ibu. “Bu, Dewa pergi dulu.”
“Mau ke mana sih?” heran sang ibu, tidak biasanya Dewa pergi di Minggu pagi, apalagi anaknya itu bisa bangun pagi hari ini, padahal biasanya selalu bangun siang di hari libur.
“Mau main sama Clara,” jawab Dewa dengan menyengir lebar.
Menuju garasi lantas menaiki motornya, Dewa mengemudikan motor kesayangannya sambil tersenyum lebar. Tak henti-hentinya lelaki itu berbunga-bunga memikirkan Clara, apalagi saat teringat kalau status mereka telah resmi menjadi sepasang kekasih, bukan pacaran karena dare seperti sebelumnya.
Sampai di rumah Clara, Dewa hendak menyetir motornya masuk ke halaman rumah Clara seperti biasa, namun ternyata pacarnya itu sudah menunggu di depan gerbang rumah. Dewa pun mengentikan laju kendaraannya, kemudian beranjak turun dari atas motor sambil membawa helm untuk Clara.
Dapat Dewa lihat saat ini Clara mengulas senyum sambil berjalan mendekat ke arahnya. Gadis itu tampak cantik, sebenarnya selalu cantik setiap saat di matanya. Namun, saat ini pun terlihat cantik dengan mengenakan celana pendek hitam setengah paha, kaus putih, dan blazer putih dengan aksen hitam. Menyadari kalau pakaian yang dikenakan oleh Clara berwarna senada dengan pakaiannya, Dewa berujar, “Kita kayak couple-an, sama-sama pakai atasan putih, bawahan hitam.”
Clara mengangkat alisnya, kemudian dia mengamati pakaiannya dan pakaian yang dikenakan oleh Dewa. Setelahnya gadis itu mengangguk-angguk. “Sehati,” sahutnya.
Dewa terkekeh singkat. “Lo udah bisa ngomong manis ya.”
“Ketularan lo kayaknya.”
“Iya deh. Entar gue ajarin ngegombal ya? Biar lo bisa gombalin gue,” tutur Dewa sambil memakaikan helm ke kepala Clara.
Clara hanya menjawab dengan dengkusan. Dirinya menggombal? Yang benar saja, bagaimana kalau Dewa berujung salah tingkah? Begitulah pikirnya dengan percaya diri.
Setelah memasang helm ke kepala Clara, Dewa hendak menaiki motornya. Namun, pandangan lelaki itu tertuju pada celana yang dikenakan oleh Clara. Mengamati selama beberapa detik, kemudian lelaki itu mendekat.
Dewa melepas jaket yang tengah dia kenakan lantas mengikatkannya ke pinggang Clara. Tindakannya berhasil membuat Clara mematung.
“Lo … ngapain?” tanya Clara.
“Biar paha lo nggak keliatan pas naik motor, celana lo terlalu pendek,” jawab Dewa.
“Oh,” sahut Clara. Entah mengapa dia merasa agak gugup mengetahui Dewa memperhatikannya sampai sedetail itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Подростковая литература"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...