Suara motor yang tidak asing di telinganya membuat Clara bergegas mengikat tali sepatunya. Setelahnya gadis itu menghampiri kedua orang tuanya. “Ma, Pa, Clara berangkat sekolah dulu,” ujarnya lalu menyalami Mama dan Papa.
“Loh, berangkat sendiri? Nggak Mama antar?” tanya Mama Clara dengan raut bingung. Ini pertama kalinya Clara tidak meminta diantar ke sekolah, padahal sejak masih duduk di bangku taman kanak-kanak sampai sekarang, Clara selalu diantar jemput olehnya atau suaminya.
Clara menggeleng. “Clara mulai sekarang berangkat sama pulang sekolah bareng Dewa, jadi Mama sama Papa nggak perlu—”
“Ya?!” sahut kedua orang tua Clara bersamaan.
Ares yang telah siap dengan seragam sekolahnya berjalan menghampiri Clara. “Cie, yang udah punya pacar, pasti pinginnya bareng terus,” godanya kepada sang kakak.
Clara memberengut, tak menanggapi perkataan Ares. Gadis itu bergegas melangkah keluar rumah. Tiba di halaman rumah, terlihat sosok Dewa yang tadi tengah bermain ponsel kini beralih menatapnya. Dia mematung di tempat saat melihat Dewa tersenyum lebar sambil melambai ke arahnya.
“Ada yang terpesona,” sindir Ares dari arah belakang tubuh Clara.
“Siapa?” sahut Clara dengan raut datarnya.
“Lo. Gue tau Bang Dewa ganteng kok, ngaku aja lo terpesona sama dia.”
“Nggaklah!” sangkal Clara. Tak ingin mendapatkan godaan aneh dari sang adik, dia pun bergegas menghampiri Dewa.
Dewa yang melihat kedatangan Clara langsung mengambil helm, tanpa permisi dia memakaikan helm tersebut ke kepala Clara lantas mengaitkan kaitan helm di bawah dagu. “Yuk, naik,” ajaknya.
Beberapa detik Clara sempat terkejut, namun gadis itu dengan cepat kembali mendatarkan ekspresi wajahnya lantas menaiki motor Dewa.Motor mulai melaju dan membelah di padatnya jalan raya. Sempat terjadi keheningan sebelum Dewa berujar, “Lo udah sarapan?”
“Belum,” sahut Clara dengan mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan agar Dewa lebih jelas mendengar ucapannya. Tangan gadis itu tak berhenti memegang pinggir motor agar tidak jatuh.
“Kalau gitu entar sarapan dulu bareng gue di kantin ya?” tawar Dewa.
“Hm.”
Laju kendaraan berhenti tepat saat lampu lalu lintas berubah merah. Dewa melirik ke belakang. Dia yang menyadari kalau Clara tampak kesusahan dengan berpegangan pada pinggiran motor pun tanpa permisi meraih tangan Clara, lantas melingkarkan ke pinggangnya. “Peluk gue aja biar nggak susah,” tuturnya dengan senyum.
Clara terkesiap kaget, namun gadis itu menurut. Entahlah, dia merasa tidak sanggup untuk menolaknya. Lagi pula tidak ada ruginya juga kalau dia berpegangan dengan memeluk pinggang Dewa.
Ketika lampu lalu lintas berubah hijau, Dewa kembali melajukan motornya dengan senyum semakin mengembang, terutama karena merasakan Clara tidak melepaskan pelukannya.
***
“Lo mau pesan apa?” tanya Dewa seraya meletakkan tas di atas meja kantin.
“Nasi goreng,” jawab Clara dengan seulas senyum tipis. Nasi goreng di kantin adalah menu favoritnya untuk sarapan.
Dewa terkekeh singkat. “Oke, gue pesen dulu.”
Setelah Dewa beranjak pergi, Clara terdiam sambil menatap sekitar. Sebenarnya tangannya sudah gatal sejak tadi ingin membuka tas dan mengeluarkan buku bacaan, namun dia sekuat tenaga menahan diri. Untuk kali ini dia ingin menikmati momen makan di kantin tanpa membaca buku, sepertinya akan menjadi hal baru yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Novela Juvenil"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...