Happy reading!
***
Di Minggu pagi, Clara telah siap dengan pakaian olahraga yang melekat di tubuhnya. Gadis itu lantas mengambil ikat rambut dan mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi. Entah ada angin apa tiba-tiba saja Dewa mengajaknya berolahraga bersama pagi ini. Padahal, Clara tahu kalau Dewa malas olahraga. Apalagi lelaki itu baru saja keluar dari rumah sakit tempo hari. Sebenarnya Clara masih khawatir, tetapi apa boleh buat, kalau Dewa sudah ngotot, pada akhirnya dia akan setuju.
"Clar! Ada Bang Dewa!” teriak Ares dari balik pintu kamar Clara.
Clara bergegas melangkah keluar kamar. Sampai di ruang tamu, dia melihat Dewa berdiri di sana menunggunya.
“Yuk, berangkat,” ajak Dewa sembari melangkah keluar rumah Clara.
Clara mengangguk, menyejajari langkah Dewa. “Tumben lo ngajak gue olahraga.”
“Emang belum pernah, ya?” tanya Dewa sembari mengingat-ingat.
“Belum sama sekali.”
“Kepingin aja sekali-kali olahraga bareng. Biar sehat,” jawab Dewa sambil menyengir lebar.
***
Clara dan Dewa beranjak turun dari atas motor saat tiba di taman kota. Keduanya berjalan bersisian dengan tangan saling bertautan.
“Kita mau olahraga apa? Atau jalan santai aja?” tanya Clara sambil mendongak untuk menatap Dewa.
Dewa terdiam, tampak berpikir. Ketika melihat area sewa sepeda, dia pun menggandeng Clara menuju ke sana. “Kita sepedaan aja yuk,” ajaknya.
Clara mengangguk setuju. “Oke deh.”
Kedua remaja itu menyewa masing-masing satu sepeda lantas menaikinya. Pada awalnya Clara memang malas, namun saat melihat banyak orang-orang yang juga bersepeda dan menyalip sepedanya pun membuat rasa tidak ingin kalahnya muncul. Clara pun mempercepat kayuhannya.
“Clar! Tungguin gue!” teriak Dewa sambil turut mepercepat kayuhannya.
“Ogah!” sahut Clara lantas memeletkan lidahnya.
Tanpa sadar Clara mengulas senyum lebar. Entah mengapa ini terasa menyenangkan. Hidupnya yang dulu monoton sekarang terasa jauh lebih asyik dan penuh warna sejak dia mengenal Dewa. Meskipun tidak semuanya positif, namun Clara menyukai semua hal yang belakangan ini terjadi padanya.
Semilir angin di pagi hari berhembus dan menerpa wajah. Clara menghirup udara dalam-dalam lantas menghembuskannya, terasa begitu menyegarkan saat melewati paru-paru. Gadis itu memandang lurus ke depan, terlihat daun-daun berguguran di taman kota ini, dan matahari pagi terpancar terang di ufuk timur. Sungguh pemandangan yang membuat dada Clara menghangat. Dia tidak pernah menyadari keindahan pagi hari sebelumnya.
“Clar! Udahan dong! Capek!” seru Dewa dari arah belakang, napas lelaki itu mulai terengah.
Clara yang mengingat kalau sang pacar mengidap asma pun menurut, tentu saja Dewa tidak boleh terlalu lelah. Gadis itu lantas menghentikan sepedanya dan beranjak duduk di salah satu bangku panjang.
Dengan napas tak beraturan, Dewa turun dari atas sepeda dan duduk di sebelah Clara. Tanpa permisi lelaki itu menyandarkan kepalanya di pundak Clara. “Capek,” keluhnya dengan bibir mengerucut.
Clara mengulas senyum. Tangan gadis itu terulur lantas menyibak rambut bagian depan Dewa yang mulai panjang, kemudian mengelus rambut lelaki itu dengan pelan. “Kapan lo mau potong rambut? Udah panjang nih."
Dewa mendongak sedikit untuk menatap wajah Clara. “Kapan-kapan aja deh, males.”
“Awas aja, entar digundulin sama Bu Santi,” ujar Clara, menakut-nakuti Dewa dengan membawa-bawa nama guru BK-nya itu.
Di tengah asyiknya berduaan dengan Dewa, tiba-tiba mata Clara menangkap pandang gerombolan belasan laki-laki. Di depan sana ada beberapa anggota Geng Rajawali, dan Clara hanya mengenal empat orang yaitu Atha, Vino, Dani, dan si ketua geng, Ardi.
“Wa, geng otak udang lo tuh,” tutur Clara sembari menunjuk ke arah anak-anak Geng Rajawali.
Dewa menegakkan duduknya. Wajah lelaki itu berubah datar saat melihat teman-teman segengnya datang, terlihat jelas kalau para anggota Geng Rajawali tengah berjalan ke arahnya.
“Oh, kalian,” ujar Dewa seraya melambai singkat ke arah anak-anak Geng Rajawali.
“Lo lagi olahraga, Wa?” tanya Vino.
Clara nyaris tertawa mendengar pertanyaan bodoh yang satu itu. Namun, dia tahu kalau Vino sepertinya hanya mencoba untuk berbasa-basi, membuka pembicaraan dengan Dewa. Sejak dirinya mengatakan kebenaran kalau Dewa tahu segalanya, para anggota Geng Rajawali pun terlihat menghindar dari Dewa, sedangkan Dewa pun tak ada niatan untuk mendekati mereka. Entah anggota Geng Rajawali tidak mau berteman lagi dengan Dewa atau karena mereka merasa bersalah.
“Hm. Sama Clara,” jawab Dewa.
“Kebeneran banget sih ketemu lo di sini. Jadi, kita mau ngomong sesuatu,” tutur Dani. Lelaki itu lantas menyenggol-nyenggol bahu Ardi, sang ketua geng.
Ardi melotot kesal ke arah Dani, namun lelaki itu tidak protes. Dia mendekat ke arah Dewa. Sebelum berujar, dia berdehem lebih dulu. “Gue ngewakilin yang lain mau minta maaf sama lo.”
Dewa terdiam, lelaki itu menanti kelanjutan ucapan Ardi. Sedangkan Clara di sebelahnya mengulas senyum senang sesaat.
“Jujur, kita emang di awal manfaatin lo. Gue nyadar kalau itu salah. Beberapa hari ini gue sama yang lain sempet diskusi dan kita dapet kesimpulan kalau kita nyaman temenan sama lo. Gue sebagai ketua geng mau lo balik lagi, gabung ke geng kita. Mulai sekarang gue nggak akan ngebiarin siapapun saling manfaatin satu sama lain,” tutur Ardi panjang lebar.
Dewa yang sejak tadi bungkam dengan raut serius tiba-tiba saja tertawa singkat. Lelaki itu lantas berdiri dan merangkul pundak Ardi. “Santai aja lah, lo serius banget ngomongnya. Lo pasti udah denger dari Clara kalau gue nggak marah kan? Dan nyatanya gue emang nggak marah sama kalian. Selain itu, siapa juga yang keluar dari Geng Rajawali? Gue nggak keluar kok.”
Vino yang mendengar hal tersebut merasa terharu. Lelaki itu bergerak maju lantas memeluk Dewa. “Sayang banget sama Dewa,” tuturnya terdengar lebay.
“Nggak usah peluk-peluk, Vin!” bentak Dewa seraya menyingkirkan Vino. Lelaki itu lantas mendekat ke arah Clara dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya. “Gue mau peluk pacar gue aja.”
“Dih! Iya yang nggak jomblo!” kesal Vino.
“Lo gabung geng kita aja, Clar, sering bareng gini,” saran Dani sambil menatap ke arah Clara yang kini melepaskan pelukannya dari Dewa.
“Iya tuh, bener! Biar ada anak yang pinter jadi geng ini ngggak bobrok-bobrok amat,” canda Vino dengan tawa.
Atha mengulas senyum dengan mata memandang ke arah Clara, sedangkan anggota geng yang lain tertawa. Lain halnya dengan Ardi, lelaki itu melempar sorot tajam ke arah Vino. Rupanya Ardi masih belum menyukai Clara seratus persen, dia agak kesal karena pernah diceramahi panjang-lebar oleh gadis itu.
“Lo jangan ngeliatin cewek gue kayak gitu,” ujar Dewa, menatap ke arah Atha dengan sorot permusuhan.
Vino yang melihat tanda-tanda akan terjadi perdebatan langsung berujar, “Udah-udah, jangan ribut berebut cewek di sini. Mending berebut gue aja yang ganteng.”
“Dih, najis,” sahut Dani dengan tampang jijik.
Clara yang melihat kelakuan teman-teman Dewa pun dibuat tertawa. Tanpa gadis itu sadari, Atha masih terus menatapnya. Lelaki itu tersenyum, dia merasa senang saat melihat gadis yang dia sukai tampak senang. Sebelumnya dia memang ingin merebut Clara dari Dewa, tetapi setelah melihat betapa Clara bahagia bersama Dewa, dia akan merelakan gadis itu. Atha tidak akan ikut campur, dia tidak akan menjadi perusak hubungan orang lain, tidak akan merusak kebahagiaan orang lain.
***
Thx udah mampir! Babay~
Salam sayang,
Ai
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Teen Fiction"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...