Atha menumpukan kedua tangannya di atas meja, lelaki itu membiarkan mi ayamnya dan belum melahapnya sejak tadi. Saat ini dia masih asyik memperhatikan Clara yang tengah memakan bakso. Melihat cara makan Clara yang lumayan berantakan ditambah lagi gadis itu tidak tampak malu sama sekali malah membuatnya semakin tertarik untuk terus memandangi Clara. Entahlah, mengapa Clara terlihat cantik dan lucu di saat bersamaan? Apakah matanya salah?
Clara menyeruput kuah bakso hingga tandas. Gadis itu lantas meminum jus jeruk di atas meja. “Lo kenapa ngelihatin gue terus?” tanyanya sembari meletakkan gelas ke atas meja.
“Hm?” sahut Atha, kemudian senyum geli terpampang di wajah lelaki itu. “Lo lucu.”
Mata Clara mengerjap. “Gue lucu?” beonya. Saat melihat Atha mengangguk mengiyakan pertanyaannya, dia langsung menggeleng heran. “Lo orang pertama yang bilang kayak gitu.”
“Masa sih?” tanya Atha. Entah mendapat keberanian dari mana, tangan lelaki itu terulur lantas mengacak dengan gemas puncak rambut Clara. “Apa kalau ini juga yang pertama?”
Sontak, Clara mematung di tempat. Mulut gadis itu terbuka, hendak berujar sesuatu. Namun, tiba-tiba seseorang datang dan menyingkirkan tangan Atha dari puncak kepalanya dengan kasar. Terkejut, dia mendongak untuk menatap sang pelaku. “Dewa? Kaget gue.”
Tanpa berucap apa-apa, Dewa meraih lengan Clara lalu menarik gadis itu agar berdiri. Clara yang semakin terkejut pun langsung membola. Sebelum menjauh dari sana, dengan wajah datarnya dia berujar ke arah Atha, “Jangan pegang-pegang cewek gue.”
Satu tangan Dewa terkepal, sedangkan tangan satunya dia gunakan untuk mencengkeram lengan Clara dan menarik gadis itu menjauh dari area kantin. Bohong kalau dia tidak merasa marah melihat interaksi Clara dan Atha tadi, yang jelas api cemburu tengah membakarnya saat ini.
“Lo mau bawa gue ke mana? Atha masih di sana,” ucap Clara. Dia merasa perlu berpamitan dengan Atha. Padahal mereka berdua tengah mengobrol, tetapi tiba-tiba Dewa datang dan langsung menariknya.
Dewa menghentikan langkahnya ketika mereka telah melangkah cukup jauh dari area kantin. Lelaki itu menatap Clara dengan sorot tajam. “Gue udah khawatir banget sama lo, tapi ternyata lo lagi berduaan sama Atha.” Dia sudah khawatir setengah mati sejak masih berada di ruang BK, khawatir Clara merasa down dengan ucapan Bu Santi, tetapi ternyata kekhawatirannya berbuah percuma karena Clara malah tengah asyik berduaan dengan lelaki lain.
Mulut Clara terbuka, kemudian kembali tertutup. Untuk pertama kalinya gadis itu tidak tahu harus menimpali ucapan orang lain seperti apa. Selain itu, nyalinya agak menciut saat melihat Dewa sekarang. Lelaki itu tampak marah padanya, terbukti dengan cengkeraman kuatnya pada lengannya dan kilat amarah di kedua bola matanya. Lelaki murah senyum nan ramah seperti Dewa, baru kali ini Clara melihat sisi lain dari Dewa. Ternyata cukup mengerikan.
“Lo ngapain aja sama Atha?” tanya Dewa dengan menahan amarah.
“Lo marah sama gue? Kenapa?” tanya Clara. Pada akhirnya, rasa penasaran lebih mendominasi daripada rasa takutnya.
“Jawab dulu pertanyaan gue, Clar,” geram Dewa. Dia sebenarnya masih khawatir setengah mati kepada Clara.
“Gue habis makan bareng dan ngobrol sama Atha. Bukannya lo lihat tadi?”
Dewa tak menjawab, lelaki itu masih menatap tajam ke arah Clara.
“Terus, kenapa lo marah?” ulang Clara.
“Gue bukan marah, lebih tepatnya cemburu,” jujur Dewa.
“Ya?” sahut Clara dengan mata membesar.
Dewa menatap lekat ke dalam bola mata Clara. “Gue suka sama lo, wajar kalau gue cemburu lihat lo sama cowok lain, apalagi tadi Atha pegang-pegang kepala lo.” Darahnya kembali mendidih mengingat hal itu. Atha sialan, beraninya mengacak-acak dan menyentuh rambut pacarnya.
Clara tertegun, gadis itu bungkam.
***
Clara melirik Dewa di sebelahnya yang tengah asyik menonton film melalui ponselnya. Setelah menyeretnya menuju kelas, Dewa langsung duduk di bangkunya dan membuka ponselnya, lelaki itu tidak berkata apapun kepadanya.
Sejujurnya, Clara bingung mendengar pengakuan Dewa tentang kecemburuan lelaki itu. Tentu saja karena dia tidak tahu menahu bagaimana rasanya cemburu dan apa yang menyebabkan Dewa cemburu. Masa iya hanya karena melihatnya makan dan mengobrol bersama Atha? Aneh. Bagi Clara hal itu sungguh aneh.
Penasaran, Clara pun membuka ponselnya dan mulai mencari definisi cemburu. Gadis itu membuka salah satu blog dan mulai membaca artikel di sana yang menyatakan bahwa, cemburu adalah emosi yang kamu rasakan terhadap sesuatu atau seseorang yang kamu miliki dan ingin kamu pertahankan.
Dia terdiam, mencerna kalimat yang baru saja dibaca.
“Seseorang yang kamu miliki dan ingin kamu pertahankan?” gumam Clara dengan lirih. Apakah itu artinya Dewa ingin mempertahankan dirinya karena Dewa merasa bahwa dia adalah milik lelaki itu?
Clara geleng-geleng kepala, tidak mungkin. Dia lanjut membaca baris berikutnya yang menyatakan bahwa, cemburu tidak berbeda jauh dengan keposesifan dan ketakutan bahwa sesuatu yang berharga untuk kamu bisa direbut darimu kapan saja.
“Takut bahwa sesuatu yang berharga bisa direbut?” gumam Clara kepada dirinya sendiri. Jadi dirinya berharga bagi Dewa? Apakah benar begitu?
Bibir Clara mencebik, dia tidak percaya. Dia lantas beralih menatap Dewa di sebelahnya. Lelaki itu masih terlihat asyik dengan film yang ditonton. Dia ingin bertanya tentang definisi cemburu yang dia baca di artikel barusan, apakah Dewa merasakan hal itu juga atau tidak?
“Wa,” panggail Clara dengan menghadap Dewa sepenuhnya.
“Hm?” sahut Dewa tanpa menatap Clara. Dia merasa kesal jika melihat gadis itu, karena membuatnya kembali teringat dengan kejadian di kantin.
“Lihat gue sebentar, gue mau ngomong sesuatu.”
Menghela napas, Dewa lantas menjeda film yang dia tonton. “Apa?” tanyanya.
Clara menyodorkan ponselnya ke arah Dewa, menampilkan artikel tentang definisi cemburu yang tadi dia baca. “Lo ngerasain ini semua?”
Kernyitan terlihat di kening Dewa, namun lelaki itu tak menolak. Dia mengambil ponsel Clara lantas mulai membacanya. Tertegun, itulah yang dia rasakan. Hingga tak berselang lama sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seulas senyum. Clara memang aneh, bisa-bisanya menanyakan definisi cemburu kepadanya.
“Ya, gue ngerasain semua itu,” jawab Dewa sambil menyerahkan ponsel Clara.
Mata Clara mengerjap takjub, dia seperti mendapat pengetahuan unik baru. Tanpa gadis itu tahu, Dewa saat ini tengah menahan gemas melihat responnya.
“Gue harus gimana kalau lo cemburu?” tanya Clara setelah terdiam cukup lama.
Pertanyaan tak teduga dari Clara membuat senyum Dewa semakin lebar. Tiba-tiba saja lelaki itu mendapatkan satu ide. “Nggak harus ngapa-ngapain, tapi gue cuma mau minta satu hal.”
“Minta apa?” sahut Clara dengan raut datar dan sorot penasarannya.
“Mulai besok berangkat dan pulang sekolah sama gue.”
“Ya?” heran Clara. “Apa hubungannya sama kecemburuan yang lo rasain?”
“Kenapa? Lo nggak mau? Ya udah,” sahut Dewa, sengaja berpura-pura merajuk.
“Nggak gitu sih,” ujar Clara, dia kini merasa bingung. Pada akhirnya, dia pun mengangguk. “Oke, gue mau berangkat dan pulang sekolah sama lo.”
Respon Clara membuat Dewa yang tadi pura-pura merajuk langsung tersenyum lebar. Tangannya terangkat lantas mengacak puncak kepala Clara dengan gemas. Gerakan tangannya terhenti saat melihat Clara tampak menegang kaget dengan mata membulat.
“Kenapa kaget? Bukannya tadi Atha juga ngelakuin ini ke lo?” tanya Dewa dengan alis terangkat.
Clara mematung dengan mulut terkatup rapat. Entah mengapa rasanya berbeda. Dia hanya terkejut saat Atha melakukannya, namun saat Dewa yang melakukannya, jantungnya berdegup begitu kencang di atas batas normal. Ada apa dengan dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Ficção Adolescente"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...