Jika hari-hari biasanya Clara belum sarapan saat berangkat ke sekolah, namun berbeda dengan hari ini. Gadis itu terburu-buru sarapan lebih dulu, bahkan banyak meminum air putih karena hari ini akan diadakan penilaian lari sejauh 2,4 km.
Para siswa di kelas Clara telah berkumpul di lapangan menanti sang guru olahraga. Ketika sang guru olahraga telah tiba, para siswa pun bergegas menata barisan untuk pemanasan lebih dulu.
“Ketua kelas, silakan dipimpin pemanasan,” ujar Pak Andi, sang guru olahraga.
Clara mengangguk. Gadis itu bergegas menuju depan lantas mulai memimpin pemanasan. Dapat Clara lihat kalau teman-teman sekelasnya mengikuti gerakan Clara dengan patuh, namun saat gadis itu beralih menatap Dewa yang berada di baris paling depan, Clara pun mengernyit heran. Sebab, Dewa tengah melempar senyum ke arahnya entah karena apa.
Selesai dengan pemanasan, Clara kembali ke barisannya dan bersiap-siap untuk berlari. Gadis itu mengambil ikat rambutnya di saku celana lantas mulai mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi. Dan, tindakannya tidak luput dari penglihatan Dewa.
Dewa terpana, dia memandang Clara tanpa berkedip. Baru kali ini dia melihat Clara menguncir ekor kuda rambutnya. Entah mengapa, di matanya Clara terlihat begitu bersinar saat ini. Tak ingin siswa lain terkagum juga dengan Clara, Dewa pun nekat menghampiri gadis itu lantas menarik ikat rambutnya hingga rambut panjang Clara kembali terurai.
“Dewa!” pekik Clara dengan mata melotot.
Dewa menyengir tanpa dosa. “Ikat rambutnya gue simpan,” ujarnya lantas menaruh ikat rambut milik Clara ke saku celananya.
“Kembaliin!” seru Clara. “Gue bisa kepanasan kalau rambutnya nggak diikat.”
“Nggak apa-apa, kepanasan itu tandanya sehat. Biarin aja tubuh lo ngeluarin keringat yang banyak. Oke?” tutur Dewa, kemudian lelaki itu kembali ke barisannya.
Clara membuang napas kasar. Dia tidak mengerti jalan pikiran si otak udang, tingkahnya terkadang aneh dan dia sendiri tidak bisa menebak maksudnya.
“Kalian harus memutari lapangan sampai enam putaran,” ucap Pak Andi. “Baiklah, saatnya bersiap-siap. Jika saya membunyikan peluit, kalian langsung berlari. Paham?”
“Paham, Pak!” jawab para siswa.
Clara mulai bersiap-siap. Dan saat peluit berbunyi, gadis itu langsung berlari dengan kencang. Dia berusaha mengatur larinya agar tetap stabil dan tidak menggunakan seluruh tenaganya di awal, nantinya jika sudah tersisa satu putaran maka dia akan memaksimalkan larinya.
Senyum senang terukir di bibir Clara saat dirinya berada di barisan paling depan. Namun, gadis itu terbelalak ketika beberapa lelaki mulai menyalipnya. Ini tidak bisa dibiarkan, Clara tidak mau kalah dari orang lain. Karena itulah, dia langsung menambah kecepatan larinya.
Decakan terdengar dari mulut Clara ketika angin berhembus dan menerbangkan helaian rambut panjangnya. Rambut panjangnya yang berkibar-kibar menghalangi penglihatannya dan membuat kecepatan larinya berkurang. Sebal, Clara pun menggeram lantas menatap ke sekelilingnya sambil terus berlari, dia tengah mencari si pelaku yang mengambil ikat rambutnya.
Tiba-tiba langkah Clara terhenti. Gadis itu terdiam kaku menatap ke arah Dewa yang terlihat lemas di belakang sana. Lelaki itu berlari dengan kecepatan rendah, wajahnya terlihat pucat, dan napasnya tampak terengah. Jangan-jangan, asmanya kambuh?
Clara dilanda kebimbangan. Jika dia menghampiri Dewa sekarang dan menolong lelaki itu, maka dia akan kalah dari teman-teman yang lain, dan dia akan mendapatkan nilai rendah karena tidak menyelesaikan larinya. Namun, jika dia tidak menghampiri Dewa, bisa saja lelaki itu pingsan di tempat tanpa ada yang menolong, atau tiba-tiba asmanya kambuh dan yang lain mengetahui tentang hal itu. Bukankah Dewa tidak mau penyakit asmanya diketahui oleh orang lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Novela Juvenil"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...