Bab 39 - Perkara Jurusan Kuliah

2.1K 290 8
                                    

Tencuu yang udah vote. Sumber semangatkuu❤️😘

***

Pendaftaran Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau disebut SNMPTN akan dibuka beberapa hari lagi. Clara tampak antusias, gadis itu sudah memantapkan dirinya untuk tetap mengambil jurusan kedokteran.
Clara saat ini tengah asyik bermain ponsel, membuka profil universitas yang akan dia daftar, begitu pula para siswa yang mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seleksi jalur rapor tersebut.

Di saat para siswa sibuk membicarakan perihal SNMPTN, Dewa malah tengah sibuk menatap sang pacar. Jangan tanya mengenai SNMPTN, karena lelaki itu tidak bisa mendaftar. Bagaimana mau mendaftar? Dia saja tidak masuk pemeringkatan di sekolah.

"Clar, fix ambil FK?" tanya Dewa tanpa mengalihkan pandangan dari Clara.

"Hm," sahut Clara.

"Pilihan keduanya apa?"

"FK juga."

Dewa mengangguk-angguk. Lelaki itu meletakkan kepalanya di atas meja, mulai membuka ponsel lantas menonton film secara asal untuk membuang rasa bosan.

"Kalau lo jadinya gimana?"

Pertanyaan Clara membuat Dewa kembali menatap gadis itu. "Apanya?"

Clara meletakkan ponselnya di atas meja, menatap Dewa sepenuhnya. "Lo fix-nya ambil jurusan apa?"

Dewa terdiam sejenak. "Kalau gue ambil HI sama Ilkom, menurut lo aneh nggak?"

"Aneh dari mana? Ya enggaklah."

"Ya aneh aja gitu, masa gue yang bodoh mau ambil jurusannya anak-anak pinter. Saingannya pasti berat dan passing grade-nya tinggi." Dewa menghela napas setelahnya.

Clara berdecak heran. "Mental lo masih sama, ya? Lembek, pesimis, kayak bukan cowok."

Dewa terbelalak mendengar ucapan sang pacar yang cukup pedas. "Kok lo ngomong gitu sih?"

"Kita pernah ngobrolin soal ini dan ternyata pola pikir lo masih sama. Gue ngira lo bakal lebih percaya diri, apalagi lo udah belajar buat UTBK dari lama. Apa lagi yang bikin lo ragu? Saingan berat? Jangan dipikir lah, yang penting lo udah mantap belajarnya. Atau, passing grade-nya tinggi? Ah, itu mah nggak ngaruh-ngaruh amat. Percaya aja sama kemampuan diri lo sendiri. Kalau lo emang minat di situ ya perjuangin," jelas Clara.

Dewa terdiam cukup lama memandang Clara, mendengarkan ucapan gadis itu dengan raut serius. Sedang beberapa saat, lelaki itu mengulas senyum lantas merangkul pundak Clara.

"Ih, apaan sih! Lepas!" seru Clara sembari berusaha melepaskan rangkulan Dewa. Bukannya dia tidak suka dekat-dekat dengan Dewa. Masalahnya, saat ini mereka tengah berada di ruang kelas dan ada banyak pasang mata yang melihat.

Dewa terkekeh, semakin mengeratkan rangkulannya. "Makasih udah nasehatin gue. Beruntung gue punya pacar kayak lo."

Clara hendak menyahut, namun urung saat melihat tanda-tanda Dewa akan menciumnya. Terbukti dari lelaki itu yang sudah mendekatkan wajahnya ke arah Clara. Dengan cepat gadis itu membungkam mulut Dewa dengan telapak tangannya.

"Nggak usah macem-macem lo, ini di sekolah," tegas Clara.

***

Clara melambai kepada Dewa, ketika lelaki itu sudah tak terlihat barulah dia memasuki rumahnya. Di ruang tamu, dia dapat melihat Ares tengah bermain game dengan telinga tersumpal, terlihat begitu serius. Clara yang melihatnya geleng-geleng kepala. Apanya yang asyik dari nge-game?

Clara lanjut melangkah menuju ruang tengah, hendak menemui orang tuanya untuk membicarakan perihal jurusan yang akan dia pilih.

Sejenak Clara terdiam, menatap Papa dan Mamanya yang tengah menonton tayangan televisi. Gadis itu lantas beranjak duduk di depan kedua orang tuanya.

"Ma, Pa, Clara mau ngomong," ujar Clara dengan raut serius.

Kedua orang tua Clara mengalihkan pandangan dari layar televisi, beralih menatap sang anak. "Ngomong apa, Sayang?" tanya Sang Mama.

"Sebentar lagi pendaftaran SNMPTN dibuka."

"Oh, yang seleksi jalur rapor?" sahut Sang Papa.

Clara mengangguk. "Iya."

"Kamu jadinya ambil teknik kan?"

"Enggak, Pa. Clara mau fix ambil kedokteran aja."

Kedua orang tua Clara saling pandang sejenak. "Kamu serius? Bukannya kata guru BK lebih baik ambil teknik?" tanya Sang Mama.

"Tapi Clara maunya kedokteran, nggak minat teknik. Lagian, peluang Clara besar kok buat-"

"Bukan masalah peluangnya besar untuk kamu, Sayang," potong Mama Clara. "Coba kamu pikirkan matang-matang, kamu sendiri tahu seperti apa diri kamu. Mama nggak mendukung kalau kamu mau ambil kedokteran."

Clara terdiam dengan mulut terkatup rapat.

"Papa juga nggak setuju, Clara," sahut Sang Papa.

"Kenapa? Apa cuma gara-gara empati Clara rendah? Nggak juga kok, Ma, Pa, Clara udah bisa peduli sama orang lain, Clara tahu alasannya kenapa harus menaruh perasaan empati ke orang lain. Terus, Clara-" ucapan gadis itu terhenti saat melihat raut serius di wajah kedua orang tuanya. Dia memilih untuk menyerah. Sepertinya tidak ada gunanya untuk berdebat.

Clara menghela napas panjang. Dia tidak berani melawan kedua orang tuanya. Dengan perasaan campur aduk, dia melangkah tergesa meninggalkan ruang tengah. Bukannya menuju kamar, dia justru terus berjalan menuju pintu keluar. Saat melewati ruang tamu, gadis itu bersitatap dengan Ares yang juga menatapnya.

"Lo mau ke mana, Clar?" tanya Ares dengan raut heran. Dia sempat mendengar secara samar-samar obrolan dari Clara dan orang tuanya dari ruang tengah, tetapi tidak tahu apa yang tengah terjadi.

Clara terdiam, dia memilih untuk tak menjawab, kemudian meneruskan langkahnya keluar rumah. Gumpalan emosi terasa di dadanya dan menyesakkan. Dia benci perasaan seperti ini, perasaan sedih yang membuat kedua matanya memanas.

Sungguh, Clara tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya. Mengapa mereka tidak mengiyakan saja apa yang dia mau? Lagi pula, dia merasa kalau saat ini sudah membaik, dia bisa seperti orang normal kebanyakan yang mampu berekspresi lebih banyak. Sempat dia mengira kalau kedua orang tuanya sudah menyadari hal itu, tetapi mengapa mereka masih menentang cita-citanya?

Clara membuyarkan pikirannya ketika sampai di depan gerbang rumahnya. Gadis itu mematung ketika melihat sosok Dewa yang turun dari atas motor, berjalan mendekat ke arahnya dengan cengiran yang khas.

"Kayaknya pulpen kesayangan gue kebawa lo deh, Clar. Sini balikin," ujar Dewa.

Entah mengapa melihat Dewa membuat perasaan sesak yang sejak tadi Clara tahan semakin bertambah, kedua matanya pun berangsur memanas, dan pandangannya menjadi buram. Tanpa berpikir panjang, Clara berlari menghampiri Dewa lantas memeluk lelaki itu dengan erat.

Dewa terbelalak kaget. "Clar, lo-"

"Begini sebentar aja, please ..." ucap Clara dengan suara bergetar.

Dewa terdiam kaku, masih berusaha mencerna apa yang tengah terjadi.
Clara menyerukkan wajahnya di dada bidang Dewa yang berbalut seragam ketika tetes air matanya jatuh. Gadis itu terisak pelan sembari mencengkeram seragam Dewa.

Mendengar suara isak tangis dari Clara membuat Dewa tertegun. Walaupun tidak tahu-menahu apa yang tengah terjadi, tetapi Dewa tak bertanya, lelaki itu memilih untuk balas memeluk Clara lantas mengusap punggung gadis itu.

Perlakuan Dewa berhasil membuat Clara menangis semakin kencang.

***

Gue ga tau masalah milih jurusan kuliah berat di setiap orang atau enggak, tapi menurut gue berat sih, hehe.

Buat kelas 12 yang bisa daftar SNMPTN, semangat ya, semoga lolos~

Tapi, saran gue sebagai senior: jangan ngarep sama SNMPTN, belajar buat UTBK aja. Why? Nilai rapor bagus+ada piagam ga menjamin lolos SNMPTN (pengalaman pribadi:v).

Salam sayang,
Ai

Ambitious Girl (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang