Dewa menuduh Aji, Nina, dan Ayu bukan tanpa alasan, karena hanya tiga orang itu yang turut berada bersamanya saat berada di ruang BK. Tentu saja mereka bertiga juga mendengar omongan Bu Santi dan berpotensi besar sebagai pelaku yang juga merekam omongan Bu Santi.
Ketiga orang yang dituduh oleh Dewa kompak menggeleng, kemudian Aji mendekat ke arah Dewa yang masih tampak marah. “Wa, kita semua juga dapat chat dari nomor nggak dikenal semalem. Jelas bukan gue pelakunya, gue yakin Nina sama Ayu juga nggak mungkin ngelakuin itu,” ujarnya dengan hati-hati agar tidak memancing emosi Dewa.
Dengan mata tajamnya, Dewa beralih menatap Nina dan Ayu. Kontan saja kedua gadis itu langsung mengangguk-angguk, mengiyakan ucapan Aji. Pada akhirnya, Dewa mengehela napas panjang, berusaha menetralkan emosinya yang nyaris meledak.
Melihat apa yang Dewa lakukan hari ini, terutama lelaki itu yang membelanya, bahkan emosi karena dirinya mendapatkan gosip negatif membuat Clara mengulas senyum tipis tanpa sadar. Tangan gadis itu terulur, kemudian menepuk pundak Dewa hingga membuat Dewa beralih menatapnya. Tampak kalau lelaki itu tertegun melihat senyumnya.
Clara lantas beralih menatap teman-teman sekelasnya. “Chat yang kalian dapet emang bener, faktanya gue emang begitu. Kalau kalian mau ngomongin gue atau nantinya mau jauhin gue juga nggak apa-apa, itu hak kalian. Gue nggak akan marah, tenang aja,” ujarnya masih dengan senyum tipis yang terpampang.
Teman-teman sekelas Clara tertegun mendengar perkataan gadis itu, terlebih melihatnya tersenyum. Baru kali ini mereka melihat Clara tersenyum seperti sekarang ini.
Dewa yang mendengar ucapan Clara pun kembali membuka suara, “Soal Clara yang nggak punya hati dan nggak berperikemanusiaan, atau bahkan nggak berperikehewanan, itu nggak sepenuhnya bener. Yang sebenernya dia cuma berempati rendah dan EQ-nya juga, dan kedua hal itu bukan kesalahan Clara. Kalian pasti tahu kalau Clara selama ini selalu mengedepankan logikanya,” dia menjeda ucapannya untuk menatap Clara sembari tersenyum. Dapat dilihatnya Clara tampak tertegun. “Selama gue pacaran sama Clara, of course dia bisa berlaku baik dan nggak pernah ada kejadian buruk apapun. Gue mau kalian jangan langsung telan mentah-mentah chat nggak jelas itu.”
Hening selama beberapa detik, hingga seorang siswi berambut sebahu bernama Dinda bergerak mendekat. “Gue percaya sama lo kok, Clar. Selama ini juga lo nggak pernah berlaku jahat atau negatif ke gue, bahkan beebrapa kali gue mintain contekan juga dibolehin sama lo. Soal orang lain yang gosipin lo nggak usah didengerin, entar gue bantu klarifikasi. Iya kan, guys?” tanyanya kepada teman sekelas yang lain.
Seluruh siswa di kelas itu pun mengangguk-angguk, setuju dengan ucapan Dinda. Namun, tanpa ada yang menyadari, salah satu siswa di sana mengepalkan tangannya kuat-kuat dengan raut marah yang tercetak selama tiga detik.
***
Sesuai kesepakatan sebelumnya untuk berangkat dan pulang bersama, Dewa pun mengantar Clara sepulang sekolah. Keduanya tengah berjalan bersisian menuju tempat parkir dengan Dewa yang beberapa kali melontarkan gurauan dengan senyum lebar khasnya, sedangkan Clara hanya menanggapi dengan raut datar atau kernyitan di dahi yang menandakan kalau gadis itu tidak paham dengan omongan Dewa.
Senyum Dewa langsung luntur saat melihat sosok yang berada di dekat motornya. Atha, sosok itu tengah berjalan mendekat ke arah dirinya dan Clara. Dapat Dewa lihat raut khawatir di wajah Atha.
Saat Atha semakin dekat, Dewa yang siaga langsung meraih pundak Clara lantas merangkul gadis itu. Clara yang bingung pun mendongak untuk menatap Dewa, namun lelaki itu hanya melempar senyum singkat kepadanya.
“Clar, lo nggak apa-apa?” tanya Atha. Lelaki itu melirik sekilas ke arah Dewa yang menatapnya dengan raut datar. Sejak Dewa memergoki aksinya yang berduaan dengan Clara di kantin dan melihatnya menyentuh Clara membuat dirinya dan Dewa seolah tengah perang dingin. Jika sedang kumpul bersama anggota geng, dia dan Dewa pun hanya diam seperti tengah bermusuhan.
Clara mengangguk sebagai respon.
“Gue juga dapet chat itu dan katanya yang lain juga dapet. Apa perlu gue bantu untuk cariin pelakunya?” tawar Atha.
“Nggak usah,” sahut Dewa sebelum Clara menjawab ucapan Atha. “Gue bakal ngurus semua ini, tapi makasih tawarannya.”
Setelahnya Dewa bergegas membawa Clara mendekat menuju motornya. Seperti tadi pagi, lelaki itu memakaikan helm ke kepala Clara. Sedangkan Clara, gadis itu masih bungkam. Dia tidak tahu harus bicara apa atau merespon seperti apa. Sebab, Dewa yang saat ini menunjukkan raut tidak bersahabat.
“Naik, Clar,” ujar Dewa saat melihat Clara masih terdiam.
Clara mengangguk-angguk dan naik dengan patuh. Sebelum motor mejauh, Clara pun melambai ke arah Atha. “Duluan, Tha.”
Dewa yang melihat hal itu langsung mendengkus kesal dan melajukan motornya dengan cepat.
***
Dewa menatap Clara yang tengah memasuki rumah gadis itu. Saat melihat Clara menghilang dari pandangannya, lelaki itu merogoh saku celananya untuk menghubungi seseorang.
“Halo, Ghan,” sapa Dewa dengan senyum lebar dan intonasi bicara yang dibuat seramah mungkin.
“Oi! Wa! Ada apa nih telfon gue setelah sekian lama nggak ada kabar?” sahut Ghani, teman dekat Dewa semasa SMP.
Dewa terkekeh singkat. “Duh, jadi nggak enak gue.”
“Pasti mau minta tolong?” tebak Ghani.
Dewa tersenyum puas menyadari kepekaan Ghani. “Ya. Bisa ketemu di mana?”
“Ketemu di cafe biasa aja. Mau jam berapa?”
“Sekarang bisa?”
Ghani mengangguk dari seberang sana. “Oke, gue otw.”
Panggilan terputus dan Dewa bergegas kembali melajukan motornya menuju cafe yang dia bicarakan dengan Ghani. Raut wajah lelaki itu berubah serius. Dia merasa harus bertindak cepat, dia tidak mau siapapun membicarakan hal negatif tentang Clara. Menurutnya, menemukan terlebih dahulu sang pelaku adalah pilihan yang terbaik.
Dewa memarkirkan kendaraannya saat sampai di cafe tujuan. Ketika memasuki cafe, terlihat seorang lelaki seumurannya dengan kemeja kotak-kotak tengah melambai ke arahnya dengan senyum lebar, dia pun membalas lambaian tangan itu.
“Oi, gimana kabar lo?” tanya Ghani saat Dewa telah duduk di hadapannya.
“Gue baik. Lo?” tanya Dewa balik.
“Kayak yang lo lihat,” jawa Ghani. Tahu kebiasaan Dewa yang menemuinya untuk meminta tolong, dia pun berujar, “Jadi, apa kali ini?”
“Cewek gue. Dia ada masalah—”
“What?! Sebentar. Lo udah punya cewek? Lo udah bisa pacaran?” potong Ghani dengan hebohnya.
Dewa yang mendengar hal itu langsung berdecak kesal. “Lo ngeremehin gue?”
Ghani tertawa setelahnya. “Bercanda, Bro. Lanjut deh, jadi cewek lo kenapa?”
Dewa membuka ponselnya lantas menunjukkan chat dari nomor tak dikenal. Dia tadi sempat meminta teman sekelasnya untuk mengirimkan chat tersebut beserta nomor sang pengirim. “Gue mau lo selidikin pengirimnya, lengkap identitasnya.”
Ghani tersenyum miring. “Gampang. Imbalannya?”
Dewa memutar bola matanya malas. “1000+155 diamonds mobile legend. Gimana?”
“Setuju!” sahut Ghani dengan cepat, sebagai seorang gamers, tentu dia sangat tergiur dengan imbalan yang Dewa tawarkan. “Mau kapan?”
“Besok harus udah ketemu.”
***
Aw aw, sayang Dewa❤️
Btw, gue belum pernah main ML, jadi koreksi aja kalo yang di atas salah, hehe.
Vomment-nya ditunggu~
Salam sayang,
Ai
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Teen Fiction"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...