"Bu, Dewa berangkat dulu," tutur Dewa kepada sang ibu lantas menyalami wanita itu.
"Hati-hati," sahut ibu Dewa sembari melambai ke arah sang anak.
Dewa mengangguk dengan cengiran lebarnya, kemudian lelaki itu menaiki motor ninja kesayangannya dan memakai helm. Deru motor terdengar memekakkan telinga, hingga motor yang dikemudikan melaju di padatnya jalan raya.
Sambil menyetir, tanpa sadar Dewa senyum-senyum sendiri saat mengingat raut wajah Clara. Ah, entah mengapa gadis itu terus bermunculan di kepalanya. Senyum di wajahnya bertambah lebar ketika teringat dengan raut keruh di wajah Clara saat melihat kehadirannya. Sejujurnya itu hal yang menghibur dan baru bagi dirinya, sebab selama masa SMA-nya, baru kali ini ada seorang gadis yang tidak tertarik dengannya. Bukannya mau sombong, begini juga dia sadar diri kalau dirinya termasuk ke dalam jajaran lelaki tampan di sekolahnya.
Motor Dewa yang berhenti di parkiran sekolah seketika membuat suasana yang tadinya ramai berubah hening, seluruh perhatian para siswa langsung tertuju kepada Dewa yang saat ini tengah melepas helmnya. Setelah helm terlepas, Dewa langsung melempar senyum manisnya ke seluruh siswa yang ada di sana. Sontak, para siswa-terutama perempuan-menatapnya dengan binar kagum. Itulah Dewa, sosok lelaki yang dijuluki pangeran murah senyum.
Sebelum menuju kelasnya, Dewa melangkah menuju base camp Geng Rajawali. Terlihat beberapa anggota geng sudah berkumpul di sana. Ada yang tengah rebahan, bermain game, hingga sarapan.
"Morning!" sapa Dewa lantas beranjak duduk di sebelah Atha yang tengah sibuk membaca materi sekolah melalui ponsel. Dia hanya geleng-geleng kepala melihat anggota geng yang paling rajin itu.
"Oi, Wa!" sahut Vino seraya mengalihkan tatapannya dari layar ponsel. "Kok lo ke sini? Biasanya langsung ke kelas nyamperin Ayang Clara."
Dewa tertawa kecil mendengar ucapan Vino. "Gue nengokin kalian sebentar, ternyata kalian baik-baik aja. Ya udah gue cabut dulu."
Dani yang tengah sibuk memakan nasi goreng kini mendongak menatap Dewa. "Udah punya pacar jadi gitu lo ya. Clara mulu deh."
"Entar kalau lo udah punya cewek juga gitu, Mblo," ejek Dewa dengan memeletkan lidahnya.
Diledek jomblo oleh Dewa, tentu saja Dani tidak terima. Lelaki itu langsung berdiri dan mengangkat sendoknya bersiap untuk melemparkannya kepada Dewa, namun ketika Dewa sudah menghilang dari pandangannya, dia mengurungkan niatnya dan kembali duduk, memakan nasi gorengnya.
Dewa masih berlari sambil menoleh ke belakang untuk berjaga-jaga siapa tahu Dani mengerjanya. Namun, gara-gara tidak memperhatikan depan, dia pun menabrak seseorang.
Bruk!
Suara seseorang yang jatuh disusul suara buku-buku yang berjatuhan membuat Dewa langsung menoleh ke arah depan. Dia melotot ketika melihat gadis yang dia kenal jatuh terduduk.
"Duh, Ayu, sorry banget," tutur Dewa. Dengan tergesa dia meraih tangan Ayu lantas membantu gadis itu untuk berdiri.
Ayu yang tangannya dipegang oleh Dewa terkesiap kaget. Gadis itu membeku di tempat, bahkan saat Dewa tengah mengambilkan buku-bukunya yang jatuh pun dia tetap diam.
"Nih, buku lo," tutur Dewa. Lelaki itu mengulas senyum penuh rasa bersalah. "Ada yang sakit nggak?"
Tangan Ayu terulur lantas menerima buku-buku yang diambilkan oleh Dewa. Gadis itu langsung membuyarkan lamunannya. "Nggak ada kok, makasih."
Dewa mengangguk. "Sama-sama. Sekali lagi sorry ya," ujarnya sambil menunduk untuk menyejajarkan wajahnya dengan Ayu.
Ayu menelan ludah lantas mengangguk-angguk. Saat melihat kepergian Dewa, gadis itu memegang dadanya yang berdebar hebat. Pesona dan kebaikan seorang Dewangga memang tidak diragukan lagi. Seandainya lelaki itu masih jomblo, dia pasti akan berusaha untuk mendapatkannya.
Sedangkan Dewa, lelaki itu lanjut melangkah menuju kelasnya. Ketika berpapasan dengan siswa yang menatapnya, dia langsung balas menatap dengan senyum. Entah itu adik kelas atau guru, semua dia sapa balik. Sungguh pangeran sekolah yang ramah dan murah senyum.
Sampai di dalam kelas, Dewa berhenti melangkah lantas menatap ke arah Clara. Senyum di wajah Dewa langsung luntur saat melihat Clara tersenyum sambil menatap ke arah buku di tangannya. Entah apa yang lucu, dia tak peduli, namun yang jelas saat ini jantungnya berdebar hebat melihat senyum gadis itu.
"Oi, Bro."
Panggilan dari seseorang disusul tepukan pada pundaknya membuat Dewa langsung mengerjap, tersadar dari keterpanaan sesaat. "Apa, Ji?" sahutnya sambil menatap ke arah Aji, mantan teman sebangkunya.
Aji menggeleng. "Nggak apa-apa, cuma mau nyadarin lo aja. Tadi lo ngelamun, takutnya kerasukan," ujarnya diikuti suara tawa.
Dewa mematung di tempat. Dirinya melamun?
***
"Clar," panggil Dewa. Lelaki itu berdiri menjulang sambil menggendong tasnya begitu bel pulang sekolah berbunyi.
"Hm," sahut Clara sambil mengemas buku dan alat tulisnya, tentunya tanpa menatap Dewa.
"Lo kalau pulang dijemput?"
"Hm," sahut Clara, kemudian menggendong tasnya.
"Sama orang tua?"
"Hm."
Dewa ingin protes, tetapi dia terlanjur gemas dengan tingkah Clara yang pendiam, irit bicara, dan berwajah datar. "Kalau gitu hati-hati, gue duluan," ujarnya seraya melangkah keluar kelas.
Tidak ada sahutan dari Clara tentu saja, memangnya apa yang Dewa harapkan? Dia pun memilih untuk terus melangkah menuju ruang paduan suara. Sebagai mantan anak paduan suara yang dikenal memiliki suara bagus, dia sering diminta oleh pembina ekstrakulikuler tersebut untuk membantu melatih adik-adik kelasnya.
Tiba di ruang paduan suara, Dewa melempar senyum lebar. "Halo semuanya," sapanya.
Sontak, seluruh pasang mata yang ada di sana balas menatap Dewa.
"Halo, Kak Dewa," sahut salah satu siswi berkacamata.
"Halo juga, Bang Dewa," balas siswa lelaki yang lain.
Balasan-balasan ramah muncul dari para adik kelas setelahnya. Tak hanya itu, para adik kelas di sana pun tampak antuasias, terutama para siswa perempuan yang langsung berbinar melihat kedatangan kakak kelas tampan yang satu itu.
"Bu Indah udah datang?" tanya Dewa seraya meletakkan tasnya di atas kursi yang berada di sana.
"Belum, Bang," sahut salah satu siswa. "Katanya agak telat."
Dewa mengangguk-angguk. "Kalau gitu kita tunggu aja ya?"
"Oke, Kak," sahut sang siswi berkacamata itu. Dia lantas mendekat ke arah Dewa bersama gerombolannya. "Uhm ... Kak, gue boleh tanya sesuatu?"
Dewa yang tengah menggulir layar ponsel pun mendongak. "Boleh, silakan," sahutnya ramah.
"Itu ... katanya lo pacaran sama Kak Clara? Beneran, Kak?"
Para siswi yang ada di ruangan tersebut langsung memasang telinga mereka baik-baik. Ketika anggukan kepala terlihat dari Dewa, mereka langsung menghela napas kecewa.
"Iya. Gue pacaran sama dia. Emang kenapa?" tanya Dewa tanpa melunturkan senyum di wajahnya.
"Nggak apa-apa, Kak, cuma penasaran aja."
Salah satu siswa berambut cepak mendekat setelah mendengar obrolan itu. "Halah. Mereka nih cemburu, Bang. Soalnya mereka suka sama lo."
"Ih! Devan!" sahut siswi berkacamata itu diikuti siswi yang lain.
"Stok cowok ganteng di sekolah kita masih banyak kok. Tenang aja, adek-adek," canda Dewa.
"Tapi yang ganteng, baik, murah senyum, dan suaranya bagus kayak Kak Dewa nggak ada lagi," tutur siswi berkacamata itu yang diangguki oleh teman-teman perempuannya.
Dewa hanya menggeleng sambil tertawa kecil sebagai respon. Tentu saja, responnya itu membuat para siswi yang ada di sana terpana. Sungguh tampan pangeran murah senyum yang satu itu.
***
Salam sayang,
Ai
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambitious Girl (TAMAT)
Roman pour Adolescents"Gue dapat dare untuk pacaran sama lo. Cuma satu bulan aja, mau kan?" "Nggak." "Kenapa?" "Gue nggak mau pacaran sama cowok bodoh." *** Clara hanya tahu tiga kata: belajar, belajar, dan belajar. Bagi gadis itu, hidup adalah untuk belajar dan belajar...